11. Hanya Sementara, kan?

10 1 0
                                    

Pergantian hari terus kulalui tanpa kehadiran Anin dan Arya di sampingku, tak sedetikpun waktu terlewat untukku menantikan surat dari mereka. Hingga akhirnya surat yang kunantikan datang juga, tapi.. surat ini diberikan langsung oleh ayahnya Arya.

"Om, Arya kemana? Kok gak langsung ke sini?"

"Arya lagi istirahat dulu di rumah, kamu baca suratnya di dalam saja. Om langsung pulang ya, Dika."

Di ruang tamu yang hening, aku mulai membuka surat dan membaca tulisan yang ditulis langsung oleh Arya, tulisan yang sangat aku kenal.

Halo, Dika! Masih ingat cowok yang namanya Arya gak? Hehe. Apa kabar? Udah lama kita gak main sepeda bareng, rencananya waktu aku sudah sampai ke Bandung, aku mau langsung mengajakmu keliling kota Bandung. Tapi... kayaknya gak bisa. Saat menuju ke Bandung, entah apa yang aku pikirkan hingga terserempet mobil, aku tak menyalahkan pengemudinya karena saat itu pikiranku sedang tidak baik-baik saja, terlalu banyak masalah yang kurenungkan hingga tidak memperhatikan sekitar. Saat itu lukaku tidak terlalu parah, namun penyakit dalam diriku yang sengaja aku abaikan muncul lagi, sungguh, rasanya berbeda dari sebelumnya, aku sudah tidak mampu menahannya. Akhirnya aku memutuskan untuk membuat 2 surat untukmu, 1 surat yang berisi cerita unik yang aku alami selama di sini, dan 1 surat lagi berisi curhatan yang sedang kau baca saat ini, aku sengaja menyiapkan surat-surat itu agar kamu masih bisa merasakan berkomunikasi denganku, meskipun untuk yang terakhir kalinya. Jujur saja aku ingin mendengar perkembangan hubunganmu dengan Anin, 2 orang yang saling menyukai namun dengan gengsi setinggi langit. Aku berpikir masih ada kesempatan untukku menjalani hari-hari indah bersama teman kesayanganku, ternyata tidak. Terima kasih banyak telah menjadi teman yang baik, jangan pernah salahkan dirimu atas kepergian orang lain.
Foto-foto tentang kita aku selipkan di buku harian milikku, kamu bisa memintanya lewat sepupuku, Anin. Kaget, ya? Hehe maaf, benar Anin yang kau sukai adalah sepupuku, dia suka kamu juga loh. Alasan aku tidak pernah mengatakan soal ini padamu adalah karena aku ingin mengetahui seberapa pantas kamu untuk Anin, seberapa bisa aku mempercayakan Anin untukmu. Anin sudah kuanggap seperti adik kecilku, dan setelah aku pikirkan lagi, menurutku kamu memang orang yang tepat untuknya. Terima kasih banyak, aku titip Anin. Dan tolong sampaikan pada adik kesayanganku agar jangan sakiti diri sendiri, tanpa diet pun adikku selalu cantik. Terima kasih, sampai jumpa di lain waktu, teman yang akan selalu aku ingat.

- Tertanda, Arya Adiputra

Setiap kata yang kubaca seolah-olah aku bisa mendengar suaranya, satu kata kubaca, satu tetes air mata ikut jatuh. Air mata itu jatuh bersamaan dengan diriku yang semakin rapuh, bukan fisikku yang rapuh melainkan hati. Tangis yang keluar tanpa suara. Hingga terlintas sebuah kalimat di benakku, "Sudah berapa kali aku kehilangan?" Kalimat yang hanya membuatku semakin rapuh.

KENANGAN DALAM KATA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang