[05] Apathy

81 6 0
                                    

•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Norihisa, menurutmu apa itu arti seorang pemimpin?" tanya gadis menoleh pada seorang pemuda dengan wajah ciri khasnya. Meski begitu, pertanyaan yang diajukan berhasil memperlihatkan sedikit pergeseran ekspresi.

"Kenapa kau bertanya itu?" balasnya acuh tak acuh, meskipun pikiran Norihisa mulai berperang.

"Tidak, hanya kepikiran saja." Aeri menolehkan kembali kepalanya ke arah depan, sekali lagi menikmati pemandangan yang disuguhkan mansion ini. "Aku sempat mengobrol singkat dengan nenekku, menurutmu bagaimana jadinya kalau akulah yang mengambil alih kepemimpinan Kuryu?"

Norihisa terhenyak, hampir saja dibuat mundur dari tempatnya berpijak. Tentu saja, siapa yang akan mengira bahwa seorang gadis kecil yang baru masuk SMP memiliki pikiran untuk memimpin sebuah yakuza?

"Jangan menulis fiksi," tungkasnya agak tegas. Sejujurnya ia langsung menarik bahwa ucapan Aeri tak masuk akal. Meski ada peluang sebesar jagung pun, mau melawan sebesar apa pun rasanya ucapan ini hanyalah bualan belaka. Bak pungguk merindukan bulan.

"Haha, aku tahu kok rasanya sebuah lelucon kalau orang sepertiku bilang seperti itu. Tapi, masa depan tak ada yang tahu, 'kan? Bagaimana kalau akulah yang berhasil?" Norihisa mendengkus, merasa mulai tak tertarik lagi dengan pembicaraan ini. "Padahal kalau aku jadi pemimpin, aku akan memberikanmu posisi yang paling tinggi, lho," guraunya melirik jahil Norihisa yang memalingkan wajah.

"Terlalu banyak berkhayal."

"Kau sama saja seperti mereka." Kepala Norihisa kembali berpaling pada Aeri. "Kalian semua selalu mementingkan otoritas, dan berpikir bahwa perempuan yang melakukannya akan terlalu sulit. Padahal, tidak ada yang tahu bagaimana sebuah keajaiban bekerja. Banyak sekali wanita yang menjadi seorang pemimpin di luar sana."

Kedua bahu Norihisa terangkat singkat. "Sekarang mendadak jadi feminis? Aku bukan meremehkanmu, tapi terkadang kau juga harus melihat bagaimana keadaan sekitarmu. Tak ada salahnya seorang wanita memimpin, akan tetapi kalau kondisinya sepertimu kau harus memikirkannya dua kali daripada ada seseorang yang merencanakan pembunuhanmu karena rencana dadakan nona muda sepertimu."

"Oh," Alis Aeri terangkat kompak.

"Apa jangan-jangan kau benar bertekad, heh?"

Kikikkan kecil keluar dari mulut manisnya. "Tidak juga, kok. Aku sangat terkejut tenyata kau akan menganggap serius hal yang aku pikirkan sementara ini. Aku bukan seseorang yang mengutamakan otoritas, semuanya terlalu kotor dan rumit. Aku akan lebih senang untuk hidup biasa saja sebagai seorang wanita normal."

"Hmp," dengkus Norihisa. "Kau ternyata memang terlalu banyak menulis fiksi."

"Tapi Norihisa, kalau aku yang bukan memimpin aku harap kaulah yang melakukannya." Norihisa bungkam seketika. Sebuah emosi yang tecermin di dalam netra gadis ini memicu sebuah percikan aneh di dalam dadanya sendiri. Aeri telah berubah, sedikit demi sedikit.

KAZINO [On Hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang