Oline terbangun tatkala tangan halus menyapu kepalanya dengan pelan, ia mengerjapkan matanya beberapa kali hingga tersadar bahwa dirinya kini terbaring di ranjang ruangan berbau khas obat obatan.
"Oline syukurlah kamu udah bangun, mau makan dulu?" Ucap bundaku dengan halus. Dan entah mengapa badanku terasa sangat sakit semua, apalagi kini aku hanya memakai tanktop dan celana tidur rumah sakit. Ya hal ini mungkin supaya memudahkan saat memerban bahuku.
"Nanti aja makannya Bunda, Erine gimana keadaan dia?" Tanyaku penasaran, sejujurnya aku sangat khawatir padanya bahkan melebihi kekhawatiranku pada diri sendiri, padahal kantung darah berada tepat diatasku huhuhuuuu.
"Erine sudah pulang dengan orang tuanya, semalam dia dijemput, dia udah baik-baik aja ya walaupun mesti tetep ada trauma. Mereka juga katanya mau bilang terimakasih ke kamu tapi kamunya malah pingsan semalem" ucap Bundanya sembari membenarkan kacamatanya
"Ah bagus deh kalo gitu, terus ayah kemana?" Benar, terakhir kali aku melihat ayah saat semalam sebelum aku pingsan.
"Dia lagi cari tau tentang orang yg nyulik Erine, tau sendiri gimana ayahmu kalo udah menyangkut kamu Oline"
"Aku semalem ada kabarin om Aldo kok nda, katanya bakal diurus sih jadi udah aman"
"Ya tapi kan kita gaada yang tau, biarin aja ayahmu cari tau lebih banyak buat jaga-jaga biar gaada kejadian gini lagi" aku hanya mengangguk menyetujui ucapannya. "Udah sekarang ini kamu sarapan dulu"
Oline memakan sarapannya dengan tenang sembari menonton siaran televisi yang sedang berlangsung. Ia memang tidak mau membuka hpnya dulu, malas menanggapi teman-temannya yang akan bertanya. Mestinya mereka sudah tau karena ternyata aku sudah tidak sadar selama 3 hari.
Tok tok tok
"Siapa ya? Ehh silahkan masuk" ucap Indah seraya membukakan pintu ruangan anaknya.
"Tanteee, aku mau jenguk Oline" ucap Erine sambil memeluk bundanya. Oline hanya memasang tatapan bingung, bagaimana mereka bisa cepat dekat?
"Iya Erinee, makasih udah mau dateng lagi. Papi sama mommy kamu ga ikut?"
"Adaa mereka lagi ke kantin rumah sakit jadi aku kesini duluan"
"Oalahh begitu, yaudah tuh anaknya udah nungguin kamu. Tante mau keluar bentar kamu jagain Oline yaa" Erine hanya tersenyum dan mengangguk
Oline lantas menoleh, matanya bertabrakan dengan tatapan mata si gadis kucing yang terlihat khawatir.
Dirinya semakin mendekat kearahku dan meletakkan buket bunga di nakas. Ia menyeret kursi dan mendudukkan dirinya disamping ranjangku.
"Akhirnya kamu bangun juga, aku selama tiga hari bolak balik kesini kamunya masih tidur terus" ucapnya merajuk namun telihat juga tatapan lega dimatanya.
Oline hanya melihatnya sambil tersenyum, ia arahkan tangannya untuk mengelus surai gadis di sampingnya "Keadaan kamu gimana? Memarnya udah hilang? Ada yang masih ganggu pikiran kamu ga?"
Erine menunduk sambil memainkan jarinya. Entahlah ia merasa seperti melodi gembira seakan akan menggelitik perutnya.
"Memarnya masih belum hilang, mmm sebenernya aku juga masih takut..." Ucap Erine sambil menunduk "Aku vakum dari semua festival maupun konser, aku masih takut... banget" ucapnya sendu.
Menatap raut gelisah sang gadis kucing membuatku seakan akan bisa mendengar lantunan musik melankolis melintasi otakku. Dirinya teramat trauma, apalagi penculikan dan pelecehan itu dilakukan oleh teman sepermusikannya.
"Manuel bahu kamu... Apa itu sakit? Perut kamu juga luka" Oline langsung membuka selimutnya dan melihat perutnya, ia bahkan tidak sadar jika perutnya juga terluka. Ah sudahlah lagian dia sudah diobati sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dopamine [ORINE]
Teen FictionKisah klasik antara si penyuka biru dan sang pianis berparas ayu. Dipersatukan untuk memadu kasih dan saling merayu. [DISCLAIMER] semua hal yang ada di cerita ini merupakan FIKSI dan tidak berkaitan dengan kehidupan member.