Bagian 2

20 2 0
                                    

Happy Reading....

Khalisa masih belum sadar bahwa yang di tabraknya adalah Arka, kebetulan Arka juga mengambil wudhu karena tadi wudhunya batal, Arka sangat menjaga wudhunya.

"Makanya kalo jalan lihat-lihat", kata Khalisa dengan nada kesal.

"Mohon maaf, mbaknya yang salah, mbak ngapain disini, ini tempat wudhu ikhwan", kata lelaki itu menjelaskan.

"Kok kaya suara ustadz yang mukanya kaya Jeno tadi ya?", kata Khalisa dalam hati karena matanya masih mengantuk, belum jelas melihat kedepan.

Setelah mengucek mata, kantuknya sedikit hilang. Dan ternyata benar, yang di depannya kini adalah ustadz yang tadi mengisi ceramah. Ia tiba-tiba gugup.

"Apaan ikhwan? bakwan?", kata Khalisa untuk mengurangi kegugupannya, tapi memang benar ia tak tau arti kata itu.

"Ikhwan itu laki-laki", kata Arka singkat.

Khalisa hanya ber-oh ria ketika mengetahui arti dari kata Ikhwan, sadar lelaki yang di depannya ini memandang arah yang berbeda, tidak memandang dirinya, ia seperti merasa di abaikan.

"Lo lihatin apa sih? gue ada di depan lo", kata Khalisa yang masih gugup tapi berusaha santai.

"Assalamualaikum", kata Arka menyelonong pergi begitu saja.

"Ehh lo mau kemana? udah nabrak gue, pergi gitu aja", Khalisa ngedumel di tempat dengan ekspresi muka kesal.

"Tampang doang cakep, dinginnya ampun, sok cool amat, mana gue di anggaran dikira gue tembok apa", monolog Khalisa dengan langkah menuju tempat wudhu, ia sudah tau bahwa ini tempat wudhu laki-laki tapi sudah terlanjur disini dan dia mager untuk bolak-balik jadi sekalian wudhu disini saja.

ෆෆෆ

Kini Khalisa dan Bundanya sudah sampai rumah, Khalisa langsung mendudukan dirinya di sofa dan langsung membuanh jilbabnya asal-asalan.

"Gerah banget Ya Allah", kata Khalisa yang sedang menghidupkan AC ruangan.

"Gitu aja ngeluh, baru juga jilbaban 3 jam", kata Bunda yang duduk di samping Khalisa.

"Ya ga biasa Bun pake ginian, Bunda kok betah sih", kata Khalisa dengan mata terpejam menikmati dinginnya AC.

"Makanya dibiasain biar terbiasa, kalo udah terbiasa mah ga bakal gerah. Kamu nanti kalo udah terbiasa juga bakal nyaman pake jilbab seharian", kata Bunda dengan harapan Khalisa mengerti maksudnya.

Khalisa yang mendengar itu hanya diam, ia mengerti maksud Bundanya ingin ia memakai jilbab. Ayahnya juga sempat marah karena Khalisa masih susah menutup auratnya, tapi bagaimana, hati tidak bisa di paksa gitu aja. Khalisa juga pengen memakai jilbab seperti Bundanya, tapi ia sadar dirinya masih minim akhlak dan merasa tidak pantas.

Setelah bergelut dengan pikirannya, kini malam pun tiba. Makan malam keluarga kecil yang berisi 4 orang itu berjalan khidmat, sampai tiba-tiba sang Ayah angkat bicara.

"Sa, kamu sekarang semester berapa?", tanya Ayah.

"Semester 7", jawab Khalisa setelah menghabiskan makanannya.

"Kata Bunda kamu udah mulai nyari judul skripsi ya?", tanya Ayah lagi.

"Iya, lagi pusing banget, sampe kepala rasanya mau berubah jadi kotak kaya adudu", kata Khalisa.

"Lebay lo", celetuk Kafa-Adek Khalisa.

"Lebay lebay, lo belom ngrasain mana tau", kata Khalisa.

"Udah kak, innallaha ma'a shobirin", kata Kafa sambil menepuk pundak kakaknya.

"Kesurupan ya ka?", kata Khalisa menatap saudaranya dengan tatapan bertanya.

"Dibilangin yang bener malah ngatain orang kesurupan", kata Kafa.

"Udah-udah di depan rezeki jangan ribut", kata Bunda menengahi.

"Jadi kamu beneran udah mulai nyusun skripsi?", tanya Ayah lagi.

"Belum nyusun, tapi bikin judul", kata Khalisa.

"Umur kamu tahun ini berapa?", lagi-lagi Ayah bertanya yang membuat Khalisa menatap curiga.

"Kenapa sih Ayah nanya begituan? tumben amat", kata Khalisa.

"Udah jawab aja, tahun ini berapa? 21?", kata Ayah.

"Iya tapi masih bulan depan", kata Khalisa.

"Ohh yaudah kalo gitu, semangat ya buat skripsi nya, doa Ayah sama Bunda selalu ada buat anak-anak Ayah", kata Ayah dengan senyuman yang tak luntur dari wajahnya, ia tak menyangka anak gadisnya kini sudah tumbuh dewasa, dan akan segera lulus dari bangku Universitas, dan Kafa si bungsu yang sebentar lagi akan memasuki SMA.

Usai makan malam Khalisa kembali ke kamar, ia langsung sholat isya' seperti apa yang di perintahkan oleh Ayahnya. Selesai sholat Khalisa membuka laptop, hendak menonton drakor yang tadi sore sempat tertunda akibat pergi ke kajian bersama Bunda. Tapi tiba-tiba saja benda pipih itu berdering, pertanda ada panggilan masuk. Disana tertera "Lia" nama salah satu sahabatnya.

"LO KEMANA AJA WOY", kata Lia dari seberang sana.

"Weisshhh santai, ada apa lo dari tadi telfon mulu, hp gue lowbat ini baru nyala", kata Khalisa.

"Lo lupa hari ini hari apa?", kata Lia.

"Kaga lah, jelas-jelas sekarang minggu, lo kali yang pikun", kata Khalisa heran, sudah jelas ini hari minggu dan mereka libur, masih saja bertanya.

"Lo yang pikun, sekarang itu hari ulangtahun nya Jefan, cowok lo, jangan bilang lo lupa?", kata Lia ngegas karena gemas dengan temannya.

"Li, lo serius? mampus gue lupa", kata Khalisa menepuk jidatnya.

"Udah gue duga, yaudah sekarang lo kesini, di Cafe tempat biasa nongkrong anak-anak udah pada disini", kata Lia.

"Gue gabisa", kata Khalisa dengan nada bicara sedih.

Meskipun sekarang adalah hari ulangtahun kekasihnya, ia pasti tak akan mendapatkan izin Ayahnya untuk keluar rumah malam-malam, meskipun sudah besar dirumah Khalisa tetap ada aturan. Jika keluar rumah harus sudah dirumah sebelum maghrib. Apalagi Ayahnya tidak suka dengan Jefan, karena Jefan adalah cowok dari gank motor, yang menurut Ayah tidak cocok untuknya.

"Lo ga di izinin bokap lo ya?", kata Lia menebak.

"Ya itu lo tau, tapi bentar deh gue cari cara dulu", kata Khalisa mengetuk dagunya mencari ide.

"Kalo gabisa yaudah deh gausah di paksain", kata Lia.

"Bisa, gue dateng, tungguin 20 menit lagi", kata Khalisa setelah berfikir beberapa menit, sepertinya ia bisa pergi malam ini.

"Yaudah, gue tungguin disini, ti ati lo", kata Lia menutup sambungan telepon.

Setelah sambungan telepon terputus, Khalisa beranjak dari kasur, mengambil jaket kulit hitam dan celana jeans untuk ia kenakan malam ini. Rambutnya ia biarkan terurai.

Khalisa mengendap keluar kamar, tapi langkahnya terhenti.

"Mau kemana kamu", kata Bunda yang entah datang darimana padahal tadi sepi tidak ada siapapun.

"Ehh Bunda, ini Bun anu", kata Khalisa bingung mencari alasan.

"Anu anu, mau keluar?, jam segini?", tanya Bunda beruntun.

"Cuma mau beli martabak di depan kok Bun, ga jauh", Khalisa sudah mendapatkan alasan.

"Di depan ngapain pake jaket segala?", tanya Bunda.

"Ya kan malem Bun, dingin", kata Khalisa.

"Beneran ya beli martabak?", tanya Bunda dengan tatapannya yang masih menelisik, pasalnya hal ini sudah pernah terjadi, dan Khalisa membohongi Bundanya. Saat itu berpamitan untuk mengerjakan tugas di Cafe tapi ia malah pergi ke tempat tongkrongan dan ketahuan oleh Ayahnya saat tak sengaja lewat pulang dari kantor.

Terimakasih sudah berkenan membaca, tinggalkan jejakmu dengan memberi komentar dan vote☆.

Silahkan follow untuk update part selanjutnya, boleh unfollow jika cerita sudah end.

TEMAN SUJUD (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang