Bagian 10

16 1 0
                                    

Happy Reading.....

Tepat selesai makan malam adzan isya' berkumandang. Arka langsung mengambil wudhu di sedangkan Khalisa masih berkutik dengan laptop nya, mencari drakor yang seru untuk di tonton malam ini.

"Mau sholat jamaah sama saya ga?" tanya Arka yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Lo nanya ke gue? Ehh maksudnya kamu nanya ke aku?" jawab Khalisa tergagap.

Arka yang mendengar perubahan cara bicara Khalisa tersenyum senang, Khalisa mendengarkan perkataan orangtuanya.

"Iya, kamu mau?" tanya Arka memastikan.

"Boleh deh, bentar ya ambil wudhu dulu" kata Khalisa yang langsung beranjak dari ranjang bergegas mengambil wudhu.

Mereka sholat dengan khusyu', irama yang di bawakan Arka saat melantunkan surah pendek terdengar sangat merdu, Khalisa menyukainya. Setelah akad pernikahan kemarin, kini Khalisa mempunyai hal yang ia suka dari Arka selain parasnya yang tampan yaitu suaranya yang sopan masuk telinga.

Arka menyodorkan tangannya untuk bersalaman, lalu di lanjutkan dengan dzikir dan doa. Setelahnya tanpa aba-aba Arka menidurkan kepalanya di pangkuan Khalisa, Khalisa yang mendapati itu sontak terkaget.

"Boleh kan saya baring disini sebentar?" tanya Arka.

"Bb...boleh", kata Khalisa.

"Kalo kamu cape bilang ya", kata Arka sembari melepas pecinya.

Entah ada angin apa otomatis tangan Khalisa bergerak mengusap surai hitam legam suaminya. Arka yang merasakan itu memejamkan matanya menikmati usapan sang istri.

"Ustadz," panggil Khalisa.

"Iya?" jawab Arka.

"Kok Ustadz mau sih nikah sama aku?", tanya Khalisa dengan tangannya yang masih setia membelai rambut Arka.

"Ya memangnya kenapa?"

"Ditanya malah balik nanya," gerutu Khalisa.

"Iya iya maaf" kata Arka dengan kekehannya.

Khalisa yang mendengar kekehan Arka jadi deg degan sendiri, "Buset nih cowo ketawa dikit aja suaranya ganteng".

"Ayoo jawab,"

"Ya karena itu kamu," jawab Arka.

"Hah?" Khalisa tak paham atas jawaban yang diberikan Arka.

"Saya suka sama kamu dari pertama kali kita ketemu, mungkin kamu ga nyadar karena kita waktu itu emang ga kenal", kata Arka memberitahu.

"Tunggu-tunggu, pertama kali kita ketemu? maksud Ustadz di masjid?"

"Iya, dari situ saya mulai tertarik sama kamu karena kamu satu-satunya perempuan muda yang mau ikut kajian sama ibu-ibu. Karena saya tau, di jaman sekarang jarang ada perempuan seusia kamu mau ke pengajian," kata Arka panjang lebar.

"Jadi Ustadz nikahin aku cuma gara-gara itu?" kata Khalisa, seketika tangannya berhenti dari kegiatannya mengusap rambut Arka.

"Engga, karena kamu yang di pilihkan Allah untuk saya. Saya ga tau kalo perempuan yang di jodohkan dengan saya ternyata kamu, mungkin emang udah rencana Allah di buat begini skenarionya, saya hanya mengikuti yang menurut Allah baik buat saya." kata Arka dengan nada lembut, takut-takut Khalisa tersinggung dengan ucapannya karena Khalisa berfikir dirinya di nikahi hanya karena suka pada pandangan pertama, karena kalau seperti itu di kampus pun banyak yang menyukainya hanya karena katanya Khalisa cantik. Khalisa memang gadis yang lumayan bandel tapi ia juga tak mau jika di nikahi oleh lelaki yang hanya melihat paras nya, sebab menurut Khalisa di cintai karena fisik itu hal biasa, tidak ada yang spesial.

"Ohh gitu", Khalisa manggut-manggut.

"Makanan yang kamu suka apa?" tanya Arka mengalihkan topik agar Khalisa tidak berfikir yang macam-macam.

"Apa aja, tapi paling sering makan roti tawar pake selai kacang pas sarapan. Jarang juga makan di luar soalnya di rumah ini aturan Ayah sebelum maghrib harus udah di rumah semua," kata Khalisa.

Rasanya Khalisa nyaman berbicara panjang lebar dengan Arka, padahal mereka belum banyak mengenal satu sama lain.

"Karena Ayah ga mau anaknya kenapa-napa di luar, apalagi kamu perempuan", kata Arka membenarkan peraturan Ayah mertuanya.

"Tapi ga asik, tiap mau main sama temen pasti susah izinnya" kata Khalisa seperti mengadu.

"Sekarang ada saya, bisa keluar malem sama saya. Lagian besok kita udah pindah" kata Arka.

"Jauh dari sini ga?"

"Sekitar setengah jam an, jadi kalo kamu kangen Bunda atau Ayah tinggal kesini," kata Arka.

"Ustadz kenapa ga tinggal di pesantren aja?" tanya Khalisa penasaran, karena kata Bundanya Abi Arka mempunyai pesantren yang cukup terkenal.

"Karena pengen hidup mandiri sama istri saya, tapi kalo kamu mau tinggal di pesantren juga boleh," kata Arka.

"Ngga ah, aku aja belum terbiasa pake hijab di pesantren kan pasti pake hijab semua, trus bajunya panjang-panjang" kata Khalisa.

"Kamu sekarang mulai belajar pakai jilbab sama gamis ya?" pinta Arka.

"Boleh, tapi maaf ya tadi pas ke kampus ga pake, hehehe lupa" kata Khalisa menampakkan deretan giginya.

"Iya gapapa, kamu belum terbiasa. Tapi mulai besok tutup aurat kamu ya? hanya saya yang boleh melihat rambut cantik ini" kata Arka mengusap lembut rambut Khalisa yang masih tertutup mukena.

Lalu Arka bangkit dari duduknya, berjalan menuju lemari dan mengambil paper bag.

"Ini gamis dan khimar buat kamu" kata Arka menyodorkan paper bag pada Khalisa.

"Aku usahain ya, makasih" kata Khalisa.

Arka tersenyum, ia senang karena Khalisa mau mencoba menutup auratnya. Ia berharap bisa menuntun Khalisa menjadi perempuan yang lebih baik lagi, sebenarnya Khalisa itu mudah di atur tapi harus di beritahukan dengan lembut dan tidak dengan kata-kata yang mengandung paksaan.

Arka paham betul bahwa perempuan diciptakan bengkok, ia tak mungkin membuat istrinya patah dengan kebengkokannya. Maka, Arka akan menuntun istrinya pelan-pelan, agar tak membuat Khalisa merasa terpaksa melakukan kebaikan.

"Terima kasih, saya sangat bersyukur Allah menyatukan saya dan kamu" kata Arka lalu mencium kening Khalisa dengan tulus.

Ada rasa tersendiri di dada Khalisa, pipinya pun tanpa aba-aba mengeluarkan semburat merah alaminya.

"Humairah nya Mas," kata Arka mengusap pipi kemerahan Khalisa.

Khalisa yang mendengar itu semakin tersipu malu, apa-apaan ini lelaki di depannya ini mampu membuatnya salah tingkah hanya dengan kata-kata yang di ucapkannya. "Mampus ini gue kalo jatuh cinta gimana?", jerit Khalisa dalam hati.

"M..ma..mas?" tanya Khalisa.

"Panggilannya ke saya di ganti Mas bisa? saya suami kamu bukan Ustadz atau Guru kamu," kata Arka.

"Oke, Mas" kata Khalisa malu-malu dan memeluk Arka secara tiba-tiba.

"Gemes banget malu-malu gini", kata Arka sambil tertawa.

"Ihh diem" kata Khalisa semakin menyembunyikan wajahnya di dada bidang Arka.

"Na'am Zaujati," kata Arka dengan senyuman yang tak luntur dari wajahnya.

Terima kasih sudah berkenan membaca.
Tinggalkan jejakmu dengan memberi komentar dan vote☆.

TEMAN SUJUD (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang