Bagian 6

10 1 0
                                    

Happy Reading....

Hari ini tepatnya, Arka berserta kedua orangtuanya tak lupa dengan Zainab, mereka sedang dalam perjalanan menuju kediaman Rahman. Jarak dari Tasikmalaya ke Jakarta cukup jauh.

Sepanjang perjalanan, tak henti-hentinya Arka bersholawat dan beristighfar, hatinya tak karuan.

Di genggamnya tangan berkeringat dingin itu oleh Ummi nya.
"Gugup ya?", tanya Ummi.

"Iya Mi, gimana kalo dia ternyata ga bisa nerima Arka?", kata Arka.

"Apapun nanti hasilnya, pasrahkan semua sama Allah ya nak, yang penting sudah ikhtiar, banyakin sholawat," kata Ummi menenangkan.

Abi Sofyan yang duduk di kursi depan samping kemudi tersenyum mendengar interaksi anak dan Ibu itu. Tak terasa kini Putra keduanya akan meminang seorang gadis.

"Ummi, nama perempuan yang bakal jadi istrinya Abang siapa?", tanya Zainab.

"Namanya Khalisa, cantik kan?", beritahu Ummi.

"Iya Ummi, pasti orangnya juga cantik," kata Zainab sambil menyenggol lengan Abangnya.

Posisi duduk mereka adalah Ummi dan Zainab berada di pinggir sedangkan Arka terapit di tengah. Zainab merengek katanya mau dekat kaca biar sambil lihat pemandangan, yasudah Arka mengalah.

ෆෆෆ

Setelah beberapa jam perjalanan, disinilah mereka sekarang, sampai di kediaman Rahman pukul 18.30 karena tadi mereka mampir di masjid untuk menunaikan sholat maghrib.

Rahman yang mendengar ada suara mobil di depan langsung bergegas memanggil istrinya.

"Bun, mereka udah sampe kayanya, Bunda panggil Khalisa gih," kata Rahman.

Bunda yang tadinya membaca maj'mu di ruang tengah langsung beranjak ketika mendapatkan perintah dari suaminya.

"Sa, tamunya udah dateng, kamu siap-siap ya," kata Bunda dengan mengetuk pintu. Tapi nihil, tak ada sahutan sama sekali dari dalam.

Di bukanya pintu kamar Khalisa, menampakkan Khalisa yang sedang memakai headphone dan laptop berada di depannya sedang menampilkan drakor.

"Kalo di panggil orang tua itu nyahut, ga sopan," kata Bunda mengambil headphone yang bertengger di kepala Khalisa.
Sang empu yang menyadari itu beranjak dari posisinya.

"Ehh Bunda, ada apa Bun?," kata Khalisa.

"Kamu kok masih pake kaos begini?," kata Bunda memperhatikan penampilan putrinya.

"Ya emang biasanya Khalisa juga gini kan? lagian ga kemana-mana cuma nonton drakor," kata Khalisa.

"Itu tamunya udah nyampe, udah di depan sama Ayah, kamu malah asik nonton di kamar, cepet siap-siap pakai baju yang Bunda kasih kemarin, abis itu turun," titah Bunda dengan nada tak ingin di bantah. Kemarin Bunda memberikan gamis kepada Khalisa lengkap dengan jilbabnya.

"Ini Ayah serius ya Bun?," tanya Khalisa.

Bunda yang mengerti perasaan anaknya memeluk Khalisa begitu saja.
"Ini demi kebaikan kamu sayang, nurut sama Ayah ya, maafin Bunda karena kesannya ikut memaksa kamu, tapi Bunda sama Ayah mau yang terbaik buat kamu, kamu ngerti kan?," kata Bunda dengan pelan dan lembut, ia juga sebenarnya tak ingin memaksa Khalisa cepat menikah tapi ini demi kebaikan putrinya agar bisa menjadi perempuan yang lebih baik lagi.

Khalisa yang mendengar penuturan Bundanya hanya diam, jika ini memang demi dirinya dan bisa membahagiakan kedua orangtuanya apa salahnya jika Khalisa mencoba. Ia sadar, sudah tak terhitung berapa kali membuat marah Ayah dan Bundanya karena ia bandel.

Usai berpelukan, Khalisa bersiap-siap memakai gamis pemberian Bunda yang berwarna hijau toska, senada dengan warna jilbabnya.

"Gue pake apa aja emang cakep," monolog Khalisa bercermin membenarkan jilbabnya.

Selesai bersiap Khalisa menuruni anak tangga dengan perlahan, di pertengahan tangga ia mendongakkan kepalanya melihat orang-orang yang berada di ruang tamu.

Disana ada pasangan paruh baya, satu anak perempuan, dan.....

"Lah itu ustadz ngapain ke rumah gue? gue kan ga nikah malem ini juga, ngapain Ayah ngundang ustadz?", batinnya.

Rahman yang melihat Khalisa termenung di tangga melambaikan tangannya.

"Ngapain diem disitu, sini," kata Rahman.

Mereka semua sontak melihat Khalisa, begitu juga dengan Arka yang melihat Khalisa namun hanya sekilas lalu menunduk lagi. Dadanya seketika berdebar kencang, ia tak salah lihat meskipun hanya sepersekian detik. Benar, itu adalah gadis yang mengganggu pikirannya. Apakah itu perempuan yang akan di jodohkan dengannya? Arka benar-benar gugup sekarang.

"Nah ini Arka yang mau Ayah kenalin ke kamu," kata Rahman mengenalkan Arka pada Khalisa.

"HAH? Ayah serius?", kata Khalisa kaget karena laki-laki yang di kenalkan dengannya ternyata adalah ustadz di pengajian dan yang memberikannya tempat duduk kemarin saat ia menaiki Bus.

"Iya, ini Arka, dan mereka orang taunya Arka," kata Rahman.

"Bunda juga ga nyangka kalo Arka itu anaknya Hana, tadi Bunda juga kaget kaya kamu," kata Bunda memberitahu.

Khalisa hanya diam.

"Jadi gimana kelanjutan perjodohan ini?," tanya Abi Sofyan membuka pembicaraan mengenai perjodohan.

"Arka gimana?," tanya Rahman.

"InsyaAllah kalau memang Khalisa yang Allah pilihkan untuk saya, saya bersedia" kata Arka.

"Alhamdulilah", jawab para orang tua serempak. Zainab senyum-senyum melihat Abangnya, dari tadi ia juga tak bosan melihat Khalisa. Siapa sangka bahwa calon kakak iparnya itu ternyata begitu cantik dan tidak membosankan untuk di lihat lama-lama.

Khalisa semakin gugup karena mendengar Ayah dan Bundanya yang terlihat senang karena Arka menerima perjodohan ini, ia tak tega jika harus merusak suasana hati orang tuanya.

"Kamu gimana Sa? Ayah ga maksa kamu, sekarang pilihan ada di tangan kamu sendiri. Maafin Ayah soal kemarin ngasih tau kamu mendadak banget," kata Rahman.

"A... aku..." kata Khalisa sedikit ragu, lalu ia menarik nafas mengucapkan Bismillah dalam hati.

"InsyaAllah aku bersedia Yah," kata Khalisa.

Bunda yang mendengar itu tentu saja bahagia, ia langsung memeluk Khalisa dari samping.

"Alhamdulilah," kata mereka serempak, begitu juga dengan Arka yang bernafas lega. Ia berusaha menutupi wajahnya yang ingin tersenyum. Kini ia salah tingkah karena perempuan yang ia pinta pada Rabb-Nya kini telah di pinang olehnya.

"Jadi kapan pernikahannya?," kata Buda tiba-tiba.

"Loh Bun? kok buru-buru?," kata Khalisa.

"Bukannya niat baik itu harus di segerakan?", kata Bunda dengan ekspresi menggoda putrinya.

"Yaudah Bunda atur aja," kata Khalisa pasrah.

"Gimana kalau pernikahannya minggu depan hari Jum'at, itu harinya bagus," kata Ummi Hana mengutarakan pendapat.

"Baiklah, jadi akad minggu depan hari Jum'at ya?," kata Rahman.

Mereka mengangguk pertanda setuju. Tak lama kemudian adzan isya' berkumandang, mereka melaksanakan sholat di mushola rumah Rahman dengan Arka yang di tunjuk sebagai imam sholat.

"Allahuakbar," Arka memulai takbiratul ihram lalu melanjutkannya dengan membaca Al Fatihah dan surat pendek, begitu tegas tapi lembut.

Khalisa yang ikut serta sholat berjamaah menganggumi suara Arka yang menurutnya sopan masuk telinga, bisa membius orang-orang yang mendengarnya karena begitu merdu.

Terimakasih sudah berkenan membaca.
Tinggalkan jejakmu dengan memberi komentar dan vote☆.

TEMAN SUJUD (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang