Episode 6 || Traktir

46 26 0
                                    

Suasana rumah Jenaya seakan bisa membuat jiwa dan pikiran kita tenang, rumah yang asri dipenuhi oleh tanaman hias milik Bunda Jenaya dan di belakang halaman ada sebuah kolam ikan koi. Elin dan Zoya selalu nyaman berada di sana dan mereka berdua sering kali menginap biasanya disuruh oleh Bunda Jenaya karena memang Jenaya selalu sendiri di rumah dan Bundanya selalu senang jika Elin dan Zoya menginap.

Gadis yang terbilang cukup naif dan lemah lembut itu beruntung memiliki kedua orangtua yang baik kepada dirinya. Bisa di bilang bahwa keluarga Jenaya adalah keluarga yang harmonis diantara sahabat-sahabatnya, selain keluarga Navada. Walaupun kedua orangtua Jenaya selalu pergi untuk urusan bisnis keluarga namun, itu tidak menghilangkan rasa kecanggungan diantara orangtua dan anak.

Elin berjalan menuju dapur, dengan interior yang klasik tapi terlihat elegan membuat dapur itu menjadi nyaman. Gadis itu membawa segelas air putih dingin dan berjalan lagi menuju ruang tamu. Pukul 8 pagi lewat 15 menit, ketiga gadis yang tengah menonton acara televisi kartun kesukaan mereka bertiga. Iya, film nya adalah Barbie The Movie, sudah 4 film Barbie yang mereka tonton sejak malam tadi dan ini yang ke 5 dengan judul Barbie And The Secret Door.

"Ke Mall yuk!" Ajakan Jenaya kepada Zoya tengah duduk disebelahnya sambil memakan keripik dan Elin berjalan menuju sofa setelah dari dapur.

Zoya yang disebelah Jenaya memutarkan bola matanya malas, "Mendadak terusss." Sindirnya.

"Bertiga atau sama Nava?" Berbeda dengan Zoya, Elin sebaliknya menanyakan apakah sahabat laki-laki mereka diajak atau tidak.

Jenaya mengangguk, "Iya, ini aku mau telpon dia dulu, wait." Tangannya meraih ponsel di atas meja dan mencari kontak Navada—menekan tombol telepon, beberapa detik kemudian telepon itu terangkat. "Ayo main!"

"Masih pagi, jangan ngaco deh." Omel Navada disebrang sana.

"Aku tau, maksudnya entar siang. Mau ikut gak?"

"Dimana?" Tanya Navada dengan nada malas.

Jenaya terdiam sejenak tampaknya sedang mengingat, "Jam 12 di Mall yang kayak biasanya."

"Mall mulu, gak ada yang lain apa?" Sambar Navada sambil mengerutkan dahinya walaupun tidak terlihat oleh Jenaya.

"Ada film baru! Nanti aku traktir deh!" Jenaya menjawab nya dengan semangat. Karena film itu sudah dia tunggu-tunggu sejak 6 bulan terakhir.

"Ya, oke. Jangan ngaret." Navada segera menutup panggilan itu, laki-laki yang tidak suka jika seseorang telat karena itu membuang-buang waktu saja.

Zoya dan Elin mendengar kata traktir pun segara menoleh ke arah Jenaya.

"Nava doang yang di taktir? Kita engga?"

Jenaya yang melihat ekspresi kedua sahabatnya itu pun tertawa, "Kalian semua, Z. Tenang aja, aku kan yang ngajak kalian, aku yang traktir hari ini."

Zoya tertawa padahal dia meledek Jenaya. Namun, siapa sih yang tidak mau di traktir?

≿━━━━ ⋆⋅𑁍⋅⋆ ━━━━≾

3 remaja sedang menunggu satu sahabat nya di salah satu kedai food court letaknya di dalam Mall lantai 4. Sambil menunggu mereka bertiga memesan gelato, setiap kali bermain ke Mall pasti akan memesan gelato ataupun ice cream seperti rutinitas mereka berempat.

"Maaf telat hehe, bjir di jalan macet! Sumpah kesel banget gue!" Gerutu Navada dengan nafas tersengal-sengal. Padahal ia mengatakan jangan sampai telat tapi, justru dirinya sendiri yang telat.

"Santai, buru sini gue dah pesenin gelato." Zoya memberikan cup gelato kepada Navda agar laki-laki terdiam dan menutup mulut dengan ocehan miliknya.

"Widihhh, sangkyu beb."

"Ye." Balas Zoya sambil memakan gelato miliknya.

Di sebrang meja ada Elin yang memainkan ponselnya dan Jenaya memeriksa jadwal film yang akan mereka tonton bersama.

"Aku udah pesen tiketnya, jam 13.45 filmnya dimulai, asikk gak sabar." Jenaya tidak sengaja menjatuhkan tas milik Elin karena antusias nya. "EH MAAF GAK SENGAJA, LI, HEHE. Bentar aku ambilin."

Elin segera menoleh, "Jangan! Gapapa biar gue aja," sambarnya, lalu berdiri dari kursi dan mengambil tas kecilnya yang terjatuh.

Navada menatap sebuah foto kecil yang keluar dari tas Elin. "Tuh siapa? Keknya gue kenal deh."

Semuanya segera menoleh ke bawah karena ulah Navada, Elin cepat-cepat mengambil foto itu dan menyimpannya kembali ke dalam tas. "Gak ada! Sok kenal lu."

"Tapi sumpah gue kek pernah ketemu, walaupun tadi liat fotonya samar-samar."

"Minus sih." Sindir Elin.

"Blok!"

"Btw kita mau nonton apa sih, Jen?" Zoya mengalihkan topik karena malas mendengarkan kedua sahabatnya beradu mulut.

Wajah Jenaya yang tadinya kebingungan menjadi antusias lagi karena pertanyaan Zoya. "YANG KITA TUNGGU-TUNGGU ITU LOH! INGET GAK?"

Zoya berfikir sebentar lalu wajahnya segera ceria dan antusias seperti Jenaya. "THE VILLAIN IS ME??"

"IYAAA, CORRECT!!"

"OMG! JENAY THE BEST!" Teriak Navada memekikkan telinga.

≿━━━━ ⋆⋅𑁍⋅⋆ ━━━━≾

Tidak terasa sudah hampir 2 jam mereka berada di dalam Bioskop, menonton film terbaru di tahun ini dan sudah menjadi wishlist mereka berempat sejak 6 bulan lalu walaupun yang masih ingat hanya Jenaya. Geng yang selalu menepati janji jika ada rencana apapun itu, di kamus mereka seperti tidak ada kata wancana. Walupun seperti itu, terkadang mereka juga pernah beberapa kali wancana karena urusan mendadak. Seperti Navada karena urusan kafe miliknya, Zoya karena adiknya, Elin karena bisnis kecilnya, hanya Jenaya yang tidak pernah ada alasan dia selalu ada waktu.

"SUMPAH KEREN BANGET, PLOT TWIST PARAH!!" Antusias Navada masih membara-bara.

"IYA!! GUE KIRA MAIN CAST NYA SI CEWEK ITU TERNYATA TEMENNYA YANG COWOK." Sambung Zoya.

"Tunggu plis, gue mau ke toilet dulu. Pegangin tas gue ya!"

"Lin tunggu! Ikut!" Jenaya segara mempercepat langkah membuntuti sepupunya.

Langkah Jenaya terhenti karena Elin yang tidak sengaja menabrak seseorang, Zoya yang melihatnya menepuk dahi, malu karena kecerobohan Elin.

"JALAN LIAT-LIAT DONG!" Omel gadis itu sambil memasang wajah juteknya padahal ia yang salah karena tidak melihat jalan.

"Ya maaf. LAH? ADEKNYA SI JANU ANYING!" Pekik laki-laki sambil menatap Elin dan Jenaya. Haidar terkejut saat tahu yang dia tabrak adalah adik Djanu, "EH MAAF ATUH, SAPA SI NAMA LU AING LUPA."

"Elin." Tiba-tiba saja teman di samping nya menyebutkan nama Elin. Elin menoleh saat namanya disebut.

"Nah si eta, Elin! Eh? Ai sia kok nyaho?"

"Bawel." Balas teman disampingnya.

"Hampura ya Elin, nih salahin si Kala kaga bener jalannya."

Kala hanya diam sambil memasang wajah elangnya, Jenaya berdiri dibelakang Elin merasa takut karena tatapan milik laki-laki itu.

"Iya Kak gapapa, gue duluan ya Kak Haidar, Kak Kala." Elin segara melangkahkan kakinya dengan cepat sambil menarik tangan Jenaya.

Haidar tercengang, "Eh? Dia tau nama kita? Widih emang ya gue tuh famous. Otw gebet sih!"

Kala yang disampingnya tidak merespon, teman di sampingnya ini banyak omong. "Cepat, sudah telat." Berjalan terlebih dahulu meninggalkan Haidar, saat berpas-pasan dengan Navada laki-laki itu menundukkan kepalanya sekilas seperti anggukkan sebagai tanda salam. Navada membalas anggukkan Kala.

"Duluan ya, Nav."

"Iya, Bang Idar."

Mengapa Harus Hujan [BERSAMBUNG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang