Episode 1 || Empat Sekawan

72 32 0
                                    

Lelaki itu segera berdiri dari tempat duduknya. Ia mengenakan jaket kulit yang berwarna hitam pekat untuk menutupi baju dalam berlengan pendek yang tidak terlalu cocok dipakai pada musim hujan. Kemudian dia merogoh saku celana untuk mengambil uang dan meletakkan diatas meja lalu berkata,

"Babeh, ini uangnya, saya duluan ya, Beh." Sambil berjalan dengan suara yang agak sedikit panik seperti terburu ingin lekas pergi.

Sebelum ia keluar dari Warung Kopi itu sambil meraih helm full face lalu memakai ke kepalanya, tiba-tiba salah satu dari temannya menarik ujung jaket untuk menahan langkah kakinya menuju pintu keluar.

"Buru-buru amat?" Tegur seorang lelaki yang berusia kurang lebih 2 tahun lebih muda darinya.

"Masih hujan deras, lebat pula bro." Tegur yang lain, "Lu gila?" Katanya sambil menyeruput secangkir kopi hitam Arabika lalu menoleh ke arah pintu seakan memastikan apakah ia akan tetap pergi atau menerima saran untuk menunggu hujan agak reda.

Tetap diam.. tidak ada jawaban dari mulut lelaki itu. Ia tetap mengenakan helm nya. Mengambil ponsel yang berada tergeletak diatas meja dan mematikan data seluler lalu memasukkan benda pipih yang berharganya itu ke dalam saku jaket, agar memastikan barang tersebut tidak terkena tetesan air hujan.

"WOY BUDEG! DENGER KAGA SIH LO?"

Ia membalikkan badan lalu menatap kesemua arah dengan suara yang menggelegar menahan marah dan sesak di dalam dadanya, berkata sambil berteriak untuk menjawab semua pertanyaan dari teman-temannya itu, "DENGER!!" Ujarnya, lalu menghadap menatap kepada teman yang lainnya. "Btw, ada yang punya jas hujan lebih kaga? Cepet, pinjemlah gua butuh banget." Sambungnya sambil tersenggal dan menurunkan intonasi suaranya.

Temannya yang duduk di ujung paling pojok dekat pintu berdiri, tiba-tiba memberikan jas hujan miliknya. Seakan tahu apa yang sedang dibutuhkan oleh temannya itu. Tanpa sepatah kata pun dia kembali duduk, terdiam, dan melanjutkan meminum kopi. Sebenarnya di dalam hati dia bertanya, untuk siapa jas hujan ini? Bahkan dia tahu persis kalau sahabatnya tidak pernah suka memakai jas hujan.. Namun, dia mengurungkan niatnya, pikirnya setiap orang pasti akan berubah pikiran pada saat membutuhkan sesuatu diwaktu yang terdesak.

"Nih baru yang namanya sohib," sambil menepuk pundak teman yang meminjamkan jas hujan tadi, "bukan kek lu berdua cuman nanya doang kerjaannya, kek dora. Ga guna." Cibirnya, membuang muka menyindir teman yang lain.

Kedua temannya balik memelototi memutarkan bola matanya malas.

Salah satunya bertanya lagi, "Buat elu, bang?"

"Sejak kapan si Djanu ini berubah pikiran pengen pake jas hujan? Hujan deras aja dia trobos tanpa mantel." Sambar salah satu temannya lagi sambil memukul bahu yang sedang duduk disampingnya itu.

" Sambar salah satu temannya lagi sambil memukul bahu yang sedang duduk disampingnya itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Djanuar Putra Pangestu
27 July 2003

Lelaki itu menggelengkan kepalanya. Ya, lelaki yang sejak tadi dihantam terus pertanyaan oleh teman-temannya adalah Djanuar, kerap dipanggil Djanu. Seorang pemuda yang keras kepala, dianggap sebagai Kakak oleh teman-temannya karena lebih tua daripada yang lain dan pendiriannya yang kukuh tapi, bersahaja selalu membela siapa pun sehingga semua teman segan kepada Djanu.

"Trus?"

"GAUSAH BANYAK OMONG. GUA BURU-BURU NIH, KALO MAU TAU BURUAN IKUT. Gua mau sekalian balik." Djanu melangkahkan kakinya. Namun, berhenti lagi dan menoleh, "Kalau gak mau yaudah. Lagian nih hujan keknya gak akan berhenti sampe pagi. Silahkan kalau mau pada nginep.. palingan diapelin nyamuk bisa meriang lo.."

"Oiya Kal, besok gua balikin jas hujan lu. Thanks ya." Lanjutnya kemudian Djanu beranjak pergi.

Orang yang disebut Kala itu mengangguk. "Bang, tunggu." Ia segera berdiri dan memakai jaketnya yang sama persis dengan Djanu. Lalu menaruh uang diatas meja, "Beh, sekalian sama yang teman saya, kembaliannya buat Babeh," ucapnya.

 Lalu menaruh uang diatas meja, "Beh, sekalian sama yang teman saya, kembaliannya buat Babeh," ucapnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jayendra Kala Benedict
17 May 2005

Pemilik Warung Kopi mengatakan untuk berhati-hati mengendarai motor di jalan karena hujan yang masih begitu deras, pria tua itu agak khawatir karena hari ini jalan raya pun begitu sepi sebab hujan disertai angin sesaat gemuruh petir pun terdengar menyiutkan nyali hujan di bulan Januari.

Seperti itu juga seorang teman tetap sahabat setia kawan dalam suka dan duka, satu pergi semua ikut pergi.

Final sudah, keputusan mereka untuk ikut bersama teman yang lain untuk pulang walaupun dalam keadaan hujan deras dan cuaca yang buruk. Mereka hanya bisa berdoa agar tidak terjadi sesuatu apapun saat perjalanan pulang. Berdoa agar motor mereka tidak mogok ditengah jalan oleh banjir yang sudah mulai dengan ketinggian semata kaki.

4 motor yang siap untuk menebus deras nya rintik air hujan yang turun disertai angin yang dingin menusuk tulang menambah serta mencekam malam ini. Salah satu motor diantara mereka menyebrangi jalan yang begitu sepi, dengan tajam ia membelokkan arah motor dan melaju cepat melewati halte bus yang terlihat sudah sepi, dengan diikuti oleh tiga temannya dari belakang sana, yang cukup jauh jaraknya sekitar 6 sampai 8 meter dari dirinya.

Mereka melesat membelah malam menembus kelamnya suasana dengan satu tujuan pulang ke rumah dengan selamat dan tidak pernah bertanya kepada siapapun mengapa harus hujan..





lanjut? subrek, lek, komen, n vote dulu dong sob.

cie udah ada bayangan buat tokohnya nih, gas gas lanjut ke part berikutnya biar tau tokoh-tokoh lainn di Mengapa Harus Hujan 🤩

udah vote? AYO LANJUT KE PART BERIKUTNYAAA~~

Mengapa Harus Hujan [BERSAMBUNG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang