Tiba di parkiran Apartemen yang cukup besar. Dengan fasilitasnya sangat menengah ke atas. Apartemen yang ditempati oleh Kakak perempuan Elin itu sangat dekat sekali dengan sebuah Mall. Mungkin bukan di bilang dekat, namun, kedua gedung itu berdempetan. Di kota mereka ada beberapa Apartemen cukup dikatakan terbesar, terelite, dan Apartemen yang Kakak Elin ini adalah salah satu nya, benar-benar sangat berbeda dari Apartemen lain.
Biasanya di Apartemen pada umumnya hanya menggunakan Cardlock untuk mengakses pintu kamar tapi, Apartemen ini memiliki akses sangat aman, contohnya dengan fitur Fingerprint, Face ID, PIN, dan tentu saja Cardlock pasti ada. Satu akses memiliki banyak fitur. Dan sekarang sudah banyak sekali Apartemen yang memiliki fitur tersebut.
Djanu membawa jas hujan yang tadi mereka kenakan dan merapikannya agar tidak terlalu sulit untuk dipegang. Kakak-beradik itu menuju lift dan Djanu menekan salah satu tombol, lantai 5. Berjalan menyusuri lorong Apartemen yang tidak begitu lebar. Namun, lorong ini tidak seram seperti Apartemen lainnya, sangat nyaman dan terang benderang. Mereka terus menyusuri lorong dan berhenti di salah satu pintu kamar yang tertulis nomor 69. Djanu teringat sesuatu, astaga! Ia lupa membawa Cardlock. Lalu ia menekan nomor password di gagang pintu, apa?! Password yang Djanu masukkan salah? Padahal ia sudah memasukkan angka yang benar.
"Pencet bel aja, Bang. Passwordnya udah diganti, aku lupa nomornya." Elin memperhatikan Djanu kebingungan.
Benar juga! Ia sampai lupa kalau ada bel, Djanu segera menekan sebuah bel, berada di samping kiri pintu. Menekannya 2 kali, tidak lama kemudian seorang perempuan berambut panjang, lebih panjang daripada rambut Elin itu membukakan pintunya dan berdiri dihadapan mereka berdua.
"Dari mana aja, El?" Tanya perempuan itu dengan nada seperti mengintimidasi. Yang ditanya hanya bisa menyengir.
"Aku ketemu dia di halte deket alun-alun." Jawab Djanu sambil melepaskan sepatu basah serta jaketnya dan melangkah masuk ke dalam Apartemen.
Adik kecilnya itu membuntuti Kakak laki-laki nya, dia takut diamuk dan diceramahi oleh Kakak perempuan nya. Rebecca masih memasang wajah yang menyeramkan menyerupai setan, mungkin setan saja minder dengan Kakak perempuannya, pikir gadis itu yang masih membuntuti Djanu.
Rebecca Lucivera Louisse
22 September 1999"Ngapain disana?" Tanya Rebecca sekali lagi.
Elin meletakkan landak mini yang dia temukan di atas meja makan, membuka sapu tangannya yang membaluti hewan mungil tersebut. "Mau ketemu Mama, tapi malah ketemu landak hehe," dia menyeringai lebar.
Rebecca yang mendengarnya langsung merubah ekspresi wajahnya, Djanu yang sedang minum pun tiba-tiba tersedak. Apa? Mereka tidak salah mendengarnya lagi? Sudah ribuan kali mereka mendengar itu namun, tetap saja merasa iba dengan Elin, adik kecil mereka.
"Oh. Yaudah rawat landaknya dengan baik, ya." Kakak perempuannya itu mengalihkan topik pembicaraan, dia segera beralih menatap Djanu. "Disini atau di temen kamu?" Tanya nya.
"Temen, ini mau otw lagi."
"Masih hujan, gak usah aja." Suruh Rebecca kepada adik laki-lakinya.
Djanu menggelengkan kepala, ia sudah mengatakan kepada teman-temannya kalau akan menyusul ke Kost-an Kalendra. "Ada urusan, gak bisa besok." Laki-laki itu segera mengambil jaket baru dan mengambil sendal karena sepatu miliknya basah karena menerobos hujan tadi.
Rebecca tidak mengomentari apapun, dia hanya mengatakan untuk berhati-hati kepada Djanu.
"Ganti bajunya, Shact. Baru urusin tuh landak. Lagian ada Kak Becca biar dia yang urus sebentar." Titah Djanu sambil berjalan ke arah pintu Apartemen dan keluar dari tempat itu menuju Kost-an Kalendra.
Sebelum menuju kamar mandi gadis kecil itu segera berlari kamarnya untuk mengambil baju ganti. Djanu yang sudah siap pergi lagi tiba-tiba saja suara ponsel berdering milik Rebecca. Djanu menoleh juga Rebecca sambil berjalan ke arah ponselnya yang berdering, lalu melihat di layar benda pipih itu siapa yang meneleponnya malam-malam begini.
"Dari Papa," katanya dengan nada pelan. "ELIN! TELEPON DARI PAPA! Cepetan." Teriak Rebecca kepada Elin yang masih mencari baju tidur. Gadis itu berlari lagi ke sumber suara.
Mata yang berbinar, dan pupil matanya membesar, terlihat dengan jelas bahwa itu adalah tatapan yang bahagia. Elin mengangkat telepon dari Papa dengan antusias, itu rutinitas dia dengan sang Papa. Menelepon di malam hari, menanyakan kabar anak-anaknya, menanyakan tentang pekerjaan Rebecca, Djanu dengan kuliahnya, serta jangan lupakan si anak bungsunya itu. Meski jarang bertemu, namun, Papa mereka selalu menyempatkan untuk memberi kabar dan bertanya keseharian mereka bertiga.
Papa bekerja di luar kota yang jauh sekali. Dia hanya bisa pulang satu bulan sekali untuk menemui mereka bertiga. Tidak seperti anak dan orangtua pada umumnya, mereka hanya bisa bertemu sesekali dan bisa dihitung oleh jari, dalam setahun mungkin bisa bertemu 12 kali. Tahun lalu bahkan lebih parah, mereka hanya bertemu 6 kali. Di hati sang Papa ada rasa tidak tega meninggalkan anak-anaknya, terutama Elin yang masih remaja. Namun, dia percaya kepada kedua anaknya yang sudah dewasa, bisa menjaga adik perempuan satu-satunya.
"Papa kapan pulang, Pa?" Tanya Elin dengan nada suara yang sangat antusias. Sudah sekitar 15 menit anak dan ayah itu mengobrol lewat telepon.
"3 Bulan lagi Papa pulang, tunggu ya, Shactzi." Balas Papa dari sebrang sana. "Jangan tidur kemalaman, Papa tutup ya telponnya? Bilangin ke kakak-kakak kamu gak bisa telepon lama dan besok Papa transfer." Sambung sang Papa.
Gadis itu mengatakan iya dan sambungan telepon pun terputus. Mungkin saat bertemu langsung saja dia bertanya lebih banyak dan menghabiskan waktu bersama Papa.
Elin menyerahkan ponsel yang dari tadi ia genggam kepada pemiliknya sambil menyampaikan pesan yang Papa katakan, "Papa bilang besok di transfer nya." Segera berlari kembali ke kamar untuk mengambil baju tidur.
Setelah Elin menghilang dari pandangan kedua Kakaknya, Djanu meminta izin
akan menginap di Kost-an Kalendra kepada Kakaknya, Rebecca mengizinkan. Djanu segera berjalan menuju meja makan untuk mengambil kunci motor yang tertinggal di sana."Pakai mobil Kakak. Jangan pakai motor." Rebecca melemparkan kunci mobil kepada Djanu dan ditangkap olehnya.
Laki-laki itu menatap heran, bagaimana Kakaknya itu bekerja? "Bukannya besok kerja?"
"Ada pacar Kakak, besok dia jemput. Pakai aja." Katanya untuk meyakinkan Djanu.
Djanu mengangguk, dia menyalami Rebecca dan berjalan menuju pintu. Kemudian langkahnya terhenti lagi, ia membalikkan badan dengan tangan yang sudah memegang gagang pintu.
"Ambil ini, kamu lupa bawa kunci kan tadi? Passwordnya Kakak ganti, maaf." Ucap Rebecca sambil memberikan Cardlock kepada Djanu.
Djanu menyeringai, "Makasih, Kak. Janu berangkat." Laki-laki itu segera keluar dari Apartemen bergegas menuju Kost-an Kalendra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengapa Harus Hujan [BERSAMBUNG]
Novela JuvenilElin, gadis yang sejak dulu selalu mempertanyakan hal yang sama tapi, jawaban yang sudah didengar berkali-kali bukanlah jawaban yang ia inginkan. Tidak rumit. Namun, keadaan yang membuat dirinya harus mencari kunci jawaban yang sebenarnya. Gadis itu...