Hari ini adalah hari libur Liana. Ia menghabiskan hari liburnya bersama kucing kesayangannya di taman belakang rumahnya.
Liana sekali-kali melepaskan kucing itu untuk membebaskannya dalam bergerak.
Liana berniat ingin ke pantai bersama kedua orangtuanya, tapi apalah daya, papanya tidak pernah mau mengizinkan Liana untuk sekedar melihat atau melakukan perjalanan jauh. Ia takut Liana akan terluka lagi.
Jangan kan perjalanan jauh, berjalan-jalan disekitar kompleks perumahan didepan rumahnya saja tidak diizinkan.
Jadi bisa dibilang, itu hanya akan menjadi angan-angan Liana mulai sekarang.Sedari tadi Liana tak melihat papanya, sejak pagi tadi, pria berbadan kekar itu sudah tidak menampakkan batang hidungnya. Liana jadi teringat semalam.
Flashback on
"Pah...."
Rangga yang bergulat dengan komputernya seketika menoleh kepada putrinya yang kini berada di pintu ruangan kerjanya. Ia mengangkat satu alisnya, "ada apa sayang?"
Liana berjalan kearah papanya, ia menghela Nafas sebelum berbicara. "Pah, Liana pengen handphone..."
Lagi-lagi permintaan itu, lengkap sudah pikiran Rangga saat ini, rasanya otaknya ingin meledak.
Tidak bisakah ia hidup tenang sebelum kepergiannya.Ia menatap sendu Liana. "Liana papah mohon jangan ganggu papah dulu ya, papa pusing mau kerja sayang"
Liana menggeleng tak peduli, ia sudah berusaha menguatkan dirinya untuk mengatakan ini kepada papanya, rasanya ia tidak ingin penolakan. "Pah, Liana mohon pah, plisss.." Liana menunduk berusaha membuat papanya luluh.
Tatapan itu kini menjadi tajam sekarang, jika tidak bisa dengan cara lembut setidaknya Liana butuh yang namanya ketegasan. "Liana!, papah bilang keluar dari ruangan papa, papa kerja!" Tegas Rangga, butuh extra kesabaran untuk menghadapi putri kecilnya ini.
Liana tak percaya dengan pendengarannya, ini lebih menyakitkan dari pada dikurung berhari-hari dirumah. Bentakan papanya itu seolah adalah sebuah petir di siang bolong. Tak pernah Liana sekalipun mendapat bentakan itu, dari kecil pun. Bukankah itu sama saja Rangga ingin menjauhinya.
Ahh.. entah mengapa perasaannya mulai tidak enak.
Ia menyeka air matanya lalu keluar berlari ke kamarnya, tak peduli lagi dengan semuanya.
Flashback off
"Kayaknya papah Udah nggak sayang sama Liana..." Ucap Liana mengajak kucingnya berbicara.
Namun bukan jawaban melainkan suara "meow" khas kucing.
Liana menyadarkan tubuhnya digazebo taman, ia mengambil kucingnya lalu menggendongnya bak bayi yang baru lahir.
"Liana lupa kasih kamu nama.." Liana tampak berpikir, ia mengetuk-ngetuk dagunya berharap mendapat ide untuk memberikan nama untuk kucing berbulu putihnya ini.
"Karena kamu cewek aku kasih nama Mimi.." Liana tertawa kecil, mulai sekarang kucingnya akan ia beri nama Mimi.
Ia mengusap lembut bulu kucing itu.
Ia jadi teringat dengan Kevin, kenapa sekarang dikepalanya sudah tertera nama sinting itu?. Bukankah seharusnya ada nama kak Ray.
Tunggu, apakah penyebabnya karena ditatap penuh kemarin sehingga perlahan namanya mulai mengusik isi pikirannya.
Ia menggelengkan kepalanya berusaha menghilangkan pikirannya.
Bukannya menghilang tiba-tiba ia teringat pada Kevin hampir ingin menciumnya. Pipi gembul nya seketika memerah, ia pernah melihat adegan berciuman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinding Pemikat
Teen FictionLiana Adelia Graham. Putri tunggal dari Rangga dan juga hairin, umurnya masih sangat muda, yakni 8 tahun yang menyukai pemuda remaja bernama Raygan zaquen zayen yang umurnya beranjak dewasa 18 tahun. Cinta itu muncul ketika Ray menyelamatkan Liana d...