02 | Chaos

19 4 0
                                    

"Kak Chandra, ada guru yang pengen ngobrol sama wali aku katanya, Mama Papa kan gak ada, jadi sama kakak aja ya?" seru Rey sambil menghalangi jalan Chandra yang baru saja hendak merogoh sakunya.

Chandra yang memang sedang terburu-buru pun melambaikan tangannya tanda penolakan, "Reno aja, mumpung mukanya lagi bete, suaranya bisa mirip sama om-om." Kemudian hendak pergi, namun lagi-lagi jalannya dihalangi.

"Santai banget ngatain suara gue kayak om-om," ketus Reno. Chandra terkekeh hambar, lengannya menyingkirkan tubuh Reno agar memberinya jalan.

"Sorry, gue ada telepon penting, tolong handle adek-adek lo dulu, ya? Jay gak ada soalnya," ucap Chandra yang kemudian melengos pergi, meninggalkan Reno yang mendengus kesal bersama Rey.

"Ren? Sorry, bisa tolongin gue?" Reno berdeham pelan, berusaha mengkondisikan suaranya, kemudian mengulurkan tangannya pada Rey. Walaupun helaan nafas kerap keluar dari bibirnya, mendengar keadaan di ruang tengah yang sepertinya tak baik-baik saja.

Di sisi lain, Chandra hanya bisa membatu ditempatnya, tak sanggup membalas kata-kata dari sang lawan bicara setelah beberapa menit ia habiskan untuk mengobrol melalui telepon, "Chandra? Kamu denger mama kan? Mama gak main-main, kalau kejadian ini terus keulang, mama gak bisa pertahanin Reno, apalagi kalau Reno sendiri yang mau pergi."

Mendengar kalimat terakhir yang diucapkan orang tuanya membuat Chandra jelas tak terima, ia tak ingin hal itu terjadi, "Tolong kasih Chandra satu kesempatan lagi!" seru si sulung. Kemudian terdengar helaan nafas di seberang teleponnya.

"Oke, lagipula keputusan ada di tangan Reno. Mama masih ada urusan nih, jaga diri baik-baik, mama tutup teleponnya ya."

"Iya ma, baik-baik juga disana."

Setelah sambungan telepon tersebut terputus, amarah Chandra langsung memuncak. Dengan segera pria itu berjalan menuju ruang tengah, dimana sebagian besar adik-adiknya berada disana.

Tepat di anak tangga terakhir, Chandra tak mampu menahan suaranya lagi dan kelepasan berteriak, "Siapa yang jadi pengadu disini?!" Adik-adiknya jelas terkejut mendengar hal itu, pasalnya Chandra tak pernah sekalipun berteriak bahkan menyentak saudaranya.

"Maaf kak, ngadu soal apa?"

"Jawab selagi gue masih bisa nahan diri, siapa yang udah ngasih tau Mama Papa tentang ulah Abi waktu itu?" tanya si sulung pelan, namun penuh ketegasan. Jelas bahwa Chandra menahan diri untuk tidak marah.

"K-kita gak tau kak, kalaupun ada yang ngadu, salah satu dari kita pasti ada yang tau dan langsung disebarin dari mulut ke mulut, tapi ini nggak ada sama sekali info kayak gitu," sahut Dafa dengan nada gugup.

"Terus gimana bisa mereka tau? Kalian pikir orang tua kita cenayang? Pikirlah pake otak. Lo semua jangan egois bisa gak? Reno juga keluarga kita," omel Chandra. Dan kebetulan sekali, sang empu nama datang tepat ketika namanya disebut.

"Kok nama gua dibawa lagi sih, ada apaan? Berantem mulu perasaan." Ekspresi Chandra langsung melunak saat itu juga, namun rasa khawatir tetap meliputi hatinya.

"Ren, lo gak mungkin ngaduin diri lo sendiri yang abis marah-marah waktu itu, kan?" Wajah Reno yang terlihat santai itu mengangkat bahunya. Walau begitu, Reno tetap khawatir, mengapa Chandra sepanik ini.

"Gak ada yang ngadu, mata-mata mereka emang dimana-mana termasuk rumah. Jangan lupa kalau lo juga duplikat dari mereka, persis banget." Chandra menghela nafas pelan, berusaha menenangkan dirinya.

"Stres banget keliatannya, kak."

"Gimana lo masih bisa keliatan santai? Gue udah berusaha semampu gue supaya bikin lo nyaman tapi gagal. Setiap kali gue di rumah muka lo pasti bete, atau nggak, adu mulut sama adek lo." Suara tawa yang jarang di dengar itu akhirnya keluar dari mulut Reno.

Baby Reno [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang