Teror Mimpi

431 68 6
                                    

Lelah! Itulah yang kurasakan setelah terbangun dari mimpi buruk malam ini.

Untuk kesekian kalinya, aku duduk berkutat di meja belajar, mengabadikan setiap kejadian di dalam mimpi dengan tulisan.

Pertemuan dengan seorang lelaki bertopeng  di tengah badai hujan di dataran gunung berbatu itu bak film yang diputar ulang.

Semua kuingat jelas. Bagaimana aku bertarung dengannya, mengayunkan pedang belati melayani dan menangkis segala serangan laki-laki bertopeng itu.  Meski aku sendiri pun tak tahu alasan apa yang mendasari pertarungan itu terjadi.

"A-akh!"

Aku berhenti menulis dan menoleh ke belakang. Tampak Al sudah duduk terbangun di atas kasur dengan ekspresi terkejut ketika menemukan luka cakaran di lengan sebelah kirinya.

Jika kalian berpikir luka yang Al dapatkan itu karena aku, kalian benar!

Iya, aku kembali mendapatkan luka nyata dari mimpi itu. Setelah aku berhasil menangkis serangannya hingga pedang ditangannya terlepas, laki-laki bertopeng itu menyerangku habis-habisan dengan tangan kosong, meski aku masih bisa mengimbangi namun serangan mendadak darinya menuai luka cakar di depanjang lengan sebelah kiriku.

"Kau bangun rupanya," aku menghampiri.

Al mendongak padaku dengan tatapan penuh tanya.

"Yakk! Apa yang sudah kau lakukan? Kau berkelahi dengan siapa?!" Tanya Al saat melihat luka yang sama di tanganku.

"Dengan seorang laki-laki," aku duduk di ujung kasur menghadap padanya.

"Apa tadi ada maling atau penyusup ke rumah ini?"

Aku menggeleng. "Laki-laki itu lagi,"

"Ah?" Kening Al mengerut samar.

"Maksudmu, kau bermimpi buruk lagi?"

Aku mengangguk. "Di mimpi tadi aku kembali bertarung dengannya dan aku tak bisa menghindari serangannya sampai tercakar sepeti ini," aku menatap luka yang perlahan mengeluarkan cairan merah itu.

Al menghela napas.

Dia tampak sudah terbiasa dengan cerita mimpi buruk yang saudara kembarnya alami hampir setiap malam.

"Kau bisa melihat wajahnya?"

Aku menggeleng. "Masih sama, dia tetap memakai topeng. Tapi satu yang kuingat,"

"Apa?"

"Dia-"

Al mematapku serius, menunggu jawaban.

"Dia laki-laki,"

DAG!

"AKH!" Telak tendangan Al membuatku tersungkur mencium lantai.

Ya, wajar Al kesal. Lagi pula siapa juga yang mau diajak bercanda jam tiga pagi begini?

***

Aku hanya menghela napas pasrah ketika Ishan mengobati luka sayat di lengan kananku. Kalau saja Al tidak menggulung kemeja lengan panjangnya mungkin saja luka ini tidak akan ketahuan Ishan, Kak Altan juga Ravendra.

"Jujur saja kalau kalian berdua bertengkar, kami tidak akan marah," kata Ishan.

"Aku tidak bertengkar, tapi El yang berkelahi,"

Penuturan Al buat ketiga Kakak kami itu menatap ku.

Aiss... anak itu! Terserahlah apa pun alasan dia memberi tahu Ravendra, Ishan dan Altan tetap saja saat ini salah di mataku. Suasana hatiku sedang tidak baik! Aku tidak bisa memakluminya kali ini!

MYSTERY OF THE ACAPALATI [PANGERAN KELIMA 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang