Si Takut Petir

414 61 7
                                    

Pangeran-pangeran Bunda yang tampan, maaf jika ketika pulang kalian tidak menemukan Bunda. Tiba-tiba saja Bunda rindu pada Ayah kalian jadi-

“Jadi Bunda memutuskan untuk pulang sementara waktu ke kerajaan,” begitulah kalimat terakhir yang Ravendra bacakan dari securik kertas yang tertempel di badan lemari es.

Bukan sesuatu yang asing bagi kami mendengar kabar mendadak kepergian Bunda seperti ini. Pihak kerajaan yang masih membutuhkan peran mantan rajanya di sana, memaksa Ayah kembali ke istana untuk mendampingi Sang Raja Arsakha-Aryo. Meski demikian, Ayah tetap melarang ketujuh putranya untuk kembali ke sana. Menurutnya, kehidupan di dunia manusia adalah jalan terbaik bagi kehidupan kami.

“Kebiasaan,” ucap kami berenam kompak terkecuali Ravendra yang masih menatap sederet tulisan dari Bunda dan tiba-tiba saja secarik kertas itu terbakar di tangannya hingga tak tersisa.

Keenam adiknya ini dibuat terkejut ketika dia melanggar aturan yang dia setujui sendiri.

“Yakk, apa yang kau lakukan?!” tanya Ishan.

“Tidak ada yang boleh menggunakan kekuatannya di rumah ini, Kak,” kata Al yang berdiri di belakang Ishan.

Ravendra menatap satu per satu adik-adiknya. “Tidak ada ayah juga bunda, kan?”

Trik!

Ravendra memetik jarinya dan semua lampu di rumah ini seketika menyala.

“Ah... sepertinya memang tidak ada yang bisa bertahan seratus persen tanpa kekuatannya,” Kak Altan melenggang pergi, juga semua saudaraku yang lainnya mulai membubarkan diri.

Ravendra dan Ishan, mereka pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam, di bantu oleh Arun, sementara Al, dia memilih duduk di sofa ruang keluarga bersama Zalwa sambil menonton teve. Dan aku beranjak naik ke kamar mengekori Kak Altan.

"Astaga!" Seketika langkahku tertahan dalam jarak tiga meter dibelakangnya.

Mataku membulat, mematung menyaksikan apa yang baru saja kulihat.

Aku sedang tidak bermimpi kan?

Plak!

Kutampar sebelah pipiku keras.

Sakit!

Iya, itu artinya aku tidak salah lihat!

Kak Altan.

Dia menghilang!

***

Pintu kamar terbuka dari luar. Al masuk dan langsung menarik kerah bajuku tanpa kompromi, memaksa saudara kembarnya yang sedang telungkup ini bangun dari kasur. Tapi jujur saja aku yang masih dalam keadaan syok mengingat kejadian tadi bak kehilangan minat untuk melawan.

“Kau ini, sudah tahu jam makan malam, kenapa tidak turun, kau tahu aku paling malas kalau sudah mendengar Ishan ngomel!” katanya sambil berjalan dengan tangan yang masih mencengkeram kuat kerah belakang bajuku.

“Aku sedang malas makan,” jawabku lesu.

“Katakan itu pada Ishan nanti,”

Kedatanganku ke meja makan di sambut oleh lengkingan tawa Arun yang melihatku seperti seekor kucing yang pasrah ditarik tengkuknya oleh sang majikan keluar kandang.

“Duduk!” suruh Al.

Aku hanya menurut dan menghela napas pelan. Setiap menu makanan di atas meja pun tak membuatku berselera, kejadian menghilangnya Kak Altan tadi sungguh membuat seluruh pikiranku tersita, bahkan denyut sakit di kepalaku akibat terkena lemparan kaleng minuman di kampus tadi pagi kembali terasa.

MYSTERY OF THE ACAPALATI [PANGERAN KELIMA 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang