Ariel melirik padaku, seolah-olah mempertanyakan keberadaan Al di panti asuhan ini.
Tumben sekali, biasanya rute hidup seorang Aleo hanya rumah dan kampus tapi sekarang aku bertemu dengan anak ini di tempat yang tidak disangka-sangka.
"Sedang apa kau di sini?"
"Menemani anak-anak belajar,"
Aku menelisik seisi ruang tengah, memang ada beberapa anak-anak yang sedang mengerjakan PR sekolahnya di sana, termasuk Seika dan Seren.
Aku menghela napas dan menggeleng pelan. Terlebih lagi ketika aku melihat sebuket bunga mawar merah berukuran sedang di samping Seren.
"Kau benar-benar menyukainya, ya?"
Yang ditanya hanya tersenyum hingga kedua matanya hilang.
"Kak Al, aku sudah selesai,"
Al menoleh lantas menghampiri gadis berponi itu. Dia duduk di samping Seren.
Sementara Seren menatap Al yang fokus membaca dan memeriksa semua jawaban dari banyaknya soal pertanyaan di buku. Tanpa sadar Seren tersenyum tipis memandangi wajah tampan laki-laki bersurai merah itu.
"Bukan kah itu hal yang dilarang Tuan muda?"
Sekali lagi aku dibuat menghela napas. Jujur saja, dari sekian banyak perempuan yang memgagumi saudara kembarku di kampus, ini adalah kali pertama aku melihat Al jatuh cinta. Aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi jika sudah begini.
"Sudahlah biarkan saja. Jangan banyak komentar jika kau tidak ingin diterkam serigala liar yang kelaparan!"
Aku berjalan masuk ke dapur menemui Madre (Ibu) sambil membawan dua kantung besar berisi bahan makanan.
"Oh, El, kau datang rupanya,"
Aku tersenyum.
"Tadi aku mampir ke super market dan membeli bahan makanan, semoga ini cukup untuk satu minggu ke depan,"
"Ah... terima kasih, Nak. Ini jauh lebih dari cukup,"
Aku mengangguk. Ditengah-tengah kesibukan Al dan Ariel yang ikut membantu mengerjakan PR anak-anak, aku memilih mengambil alih pisau di meja, membantu Madre memotong sayuran yang sempat tertunda. Telingaku berisik mendengar suara hati Madre. Aku tahu ada banyak hal yang ingin Madre katakan padaku. Jadilah aku memilih berlama-lama menemaninya di sini, menunggunya mengutarakan semua isi hatinya.
Madre melangkah pelan mendekatiku.
"Terima kasih ya, sudah mau memperhatikan anak-anak, El."
Aku mengangguk.
"Maaf sudah merepotkanmu, El. Aku tahu tidak seharusnya kau berada di tengah-tengah kami,"
Kegiatanku memotong sayuran berhenti, aku menoleh. "Apa maksud Madre?"
"Kau adalah orang yang memiliki sikap tanggung jawab yang besar, El. Tapi ada satu yang tidak pernah kau sadari, jiwa kesatria di dalam dirimu membuat kau lupa jika tanganmu tidak akan pernah bisa memeluk semesta sepenuhnya,"
Aku menatap Madre penuh.
"Tempatmu bukan di sini. Kau seharusnya sudah kembali ke kerajaan, Arsakha membutuhkanmu. Ada janji yang harus kau tepati di sana, El,"
Aku masih diam. Mengigit bibir.
"Kau hanya menyia-nyiakan waktumu bila terus di sini,"
"Siapa bilang aku menyia-nyiakan waktuku? Kau salah Madre!"
Aku menoleh kebelakang. Menatap salah satu dari orang-orang yang berkumpul di ruang tengah. Tidak! Aku tidak bisa mengatakannya pada Madre, bahkan pada siapa pun! Jika aku sudah melewati batas itu!
KAMU SEDANG MEMBACA
MYSTERY OF THE ACAPALATI [PANGERAN KELIMA 2]
FantasyKehidupannya tak lagi menyandang gelar sebagai Pangeran Kelima. Ellio kembali berbaur dengan hirup pikuk Ibu Kota. Meski tak ada lagi tuntutan sebagai seorang Pangeran, Ellio tak menampik jika dia tak bisa lari dari perannya sebagai kesatria Acapala...