Titah

341 53 15
                                    

Air matanya pecah di hadapanku. Kepalanya tertunduk bak tak memiliki nyali untuk menatap keponakannya yang satu ini.

Peperangan yang terjadi di kawasan Barat kerajaan bak mimpi buruk bagi rakyatnya bahkan bagi rajanya sendiri.

Paman sendiri pun tak menyangka jika perjalanannya ke kawasan Barat disambut oleh kerusuhan di sana.

Rakyatnya berlarian meninggalkan rumahnya, dan tidak sedikit ibu dan anak menjadi korban dari penyerangan sekelompok pasukan berbaju perang biru.

DUAARR!

"Energi petir," begitulah yang Paman yakini saat dia melihat seorang pria berpakaian perang berwarna biru menghancurkan sebuah rumah hanya dengan satu serangan energi bak petir menyambar dari kedua tangannya.

Sigap, Paman turun dari kudanya, dia keluarkan kekuatan energinya untuk mencegah pria tersebut kembali menghancurkan rumah penduduk.

"Pergilah, selagi aku masih memberi kalian kesempatan pulang dengan selamat," katanya.

"Siapa kau?"

Paman Aryo tersenyum.

Ya, jelas saja pria yang dia perkirakan adalah seorang panglima perang itu tidak mengenalinya sebagai raja Arsakha. Paman memang memiliki kebiasaan tidak pernah mengenakan pakaian dan mahkota rajanya jika keluar berpatroli bersama beberapa pengawalnya. Dia lebih lanyaman memakai pakaian layaknya panglima.

"Siapa aku itu tidak penting, yang terpenting apa maumu? Dan cepat tinggalkan kawasan ini!"

"Kami tidak akan meninggalkan kawasan ini, sebelum rajamu memberitahu keberadan cenayang tanah jingga itu,"

"Bukankah sudah jelas, kami tidak bisa membantu kalian. Bahkan rajamu paham dengan segala alasan penolakan kami,"

"Baiklah, jika itu memang keputusan rajamu. Biar kami sendiri yang membuat cenayang itu keluar dari tempat persembunyiannya!"

Beberapa saat Aryo hanya diam berdiri memperhatikan pria itu mengjancurkan segala fasilitas yang terjamah oleh matanya. Hingga rasa sabarnya habis ketika dia hendak menyerang Ariel, panglima kepercayaannya yang sedang bertarung melawan beberapa orang prajurit musuh.

Tak tanggung-tanggung Paman menyerangnya dengan energi kekuatan penuh hingga pria itu terpelanting ke belakang.

Namun rupanya, pria berbaju biru itu tak menyerah begitu saja, meski cairan kental sempat keluar dari mulutnya, dengan tenaga yang tersisa dia menyerang Paman dengan membabi buta.

Dua pria kuat dari dua kerajaan itu bertarung habis-habisan. Mereka menyerang satu sama lain, melukai satu sama lain. Ternodai sudah kerukunan dari dua kerajaan serumpun itu. Tak ada lagi rukun, yang tampak kini hanya musuh di mata.

"Rasakan ini!"

"AKH!"

Teriakan Paman mengalihkan seluruh perhatian si panglima yang sedang bertarung dengan musuh. Dengan serangan cepat Ariel menebas dada lawan dan berlari menuju rajanya yang sudah tergeletak di tanah.

Rupanya, serangan energi petir yang menyerang seluruh tubuh Paman buatnya tumbang tak berdaya. Ariel menatap sang Raja nanar, bahkan dadanya terasa sesak ketika dia melihat sang raja mengeluarkan cairan kental merah dari mulutnya.

"Baginda, bertahanlah. Aku akan membawamu ke istana, aku mohon bertahanlah,"

Pamah hanya mengangguk, pelan.

Dengan pengawalan ketat, Ariel membawa baginda Raja ke istana. Dia memacu kudanya begitu cepat, namun meski begitu dia tak akan pernah lupa bagaimana tawa jahat pria itu saat melihat rajanya tumbang, berhasil menumbuhkan dendam dalam dirinya.

MYSTERY OF THE ACAPALATI [PANGERAN KELIMA 2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang