Eps. 1

2.2K 126 2
                                    

Harusnya hari ini merupakan hari terbaik dalam hidup Freya. Hari dimana ia merayakan kerja kerasnya selama 4 tahun menimba ilmu telah usai. Penantiannya sejak lama telah tercapai. Namun, hanya sekedar harusnya...

Freya berdiri ditengah-tengah keramaian gedung aula tempat perayaan ini berlangsung. Menatap ramai sekitarnya; wajah-wajah bahagia penuh lega. Beralih menatap kosong Ijazah digenggamannya. Senyum kecut tercipta diwajahnya.

Sendiri lagi ya?

Ia memutuskan untuk keluar dari gedung aula ini. Menuju ke wastafel didepan aula untuk menghapus make up tipis yang menghiasi wajah cantiknya. Sejenak menatap pantulan wajahnya digenangan air, menghela napas.

Tak ingin berlama-lama, Freya memutuskan untuk langsung pulang kembali kerumahnya. Meninggalkan puluhan tangis orang bahagia dibelakangnya.

Tersenyum getir mendengar ucapan-ucapan apresisasi disekelilingnya, Freya tersenyum miris. Ia juga ingin merasakannya, menerima bucket berisi bunga dengan sebuah coklate didalamnya, menerima pelukan bangga akan kerja kerasnya, Freya menginginkan itu semua.

Tapi keadaan memaksanya untuk tak berharap lebih.

Freya hanya seorang piatu. Ibunya telah meninggalkannya sejak masih SMP. Ia hanya hidup sendirian dengan sebuah toko kecil peninggalan ibunya.

Ayahnya entah pergi kemana, Freya tidak tahu. Ayahnya telah lama meninggalkannya. Sendirian. Freya hidup hanya berbekalkan kasih sayang para tetangga yang masih mau membantunya. Freya sungguh benci garis kehidupannya ini.

"Freyana!"

Freya menoleh kesumber suara-lamunannya buyar seketika. Itu suara Fiony. Teman sekaligus sahabat satu-satunya.

Fiony berhenti didepannya. Napasnya tersengal-sengal. Freya dengan senang hati memberikan sebuah botol berisi air mineral dari dalam tasnya.

Fiony meneguk habis tak tersisa sebelum mulai bersuara.

"Kamu aku cariin, weh. Diaula nggak ada, dikantin nggak ada, bahkan diperpustakaan pun kamu nggak ada, aku nyariin kamu dari tadi." Omelnya mengepalkan tangan, pipi tembemnya menggelembung lucu.

Freya hanya tersenyum tipis. Mengambil kembali botol miliknya yang telah kosong, lalu memasukannya kembali kedalam tas miliknya.

"Aku mau pulang, Fiony. Sudah waktunya toko buka." Ujarnya lembut.

Freya melangkahkan kakinya kembali. Meninggalkan gedung fakultas psikologi tempatnya ia menimba ilmu selama 4 tahun lamanya. Ia ingin segera meninggalkan tempat ini. Hanya itu.

Fiony kembali mengejarnya. Mencoba menyamai langkah sahabatnya yang super duper dingin itu.

"Tapi, Frey, ini hari kelulusan kamu. Kamu nggak mau ngerayain gitu?" tanya Fiony sembari terus menyamai langkah sahabatnya.

Freya menggeleng lemah.

"Nggak Fiony, aku nggak ada waktu." Ujarnya terus melangkah.

"Tapi Frey-'

"Fiony." Belum selesai Fiony berucap, sahabatnya itu telah memotongnya terlebih dahulu. Ia menatap Fiony dengan pandangan lemah-seperti biasa.

Fiony menghelas nafasnya.

"Yaudah kalau begitu, aku nggak maksa. Tapi kamu aku anterin pulang, nggak ada penolakan, ya." Ucap Fiony penuh tekanan.

Freya hanya mengangguk pasrah. Sahabatnya satu ini memang tak bisa ditolak.

Fiony tersenyum, "kamu tunggu sini, aku mau ambil mobil sebentar," ujarnya meninggalkan Freya.

Freya menatap kepergian sahabatnya itu dengan senyum simpul terukir diwajahnya. Setidaknya masih ada Fiony.

FreyanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang