Eps. 7

672 92 9
                                    

Jabieb sedang menikmati roti sandwich makan siangnya dengan tenang. Menikmati dengan pemandangan taman belakang kantor yang memang sengaja disediakan oleh Marsha, untuk para pekerja dan karyawan. Tidak lupa dengan susu pisang, minuman favorit Jabieb.

"Nah, gini kan enak, nggak ada yang nyuruh-nyuruh."

Yah, mungkin Jabieb sedang menikmati waktu istirahatnya dengan tenang.

Namun, semua itu tidak berlangsung lama. Ponselnya berdering, mengganggu ketenangan Jabieb. Ia berdecak ketika melihat siapa yang menghubunginya. Bos mudanya ini memang begitu menyebalkan.

"Jabieb, kamu dimana? Cepat datang ke ruangan saya, ada yang saya bicarakan. Jangan lupa, saya titip kopi, seperti biasanya."

Tut!

See, lihatkan, Jabieb tidak berbohong. Marsha, Bos mudanya itu memang menyebalkan. Dia bahkan berbicara dengan satu tarikan napas.

Jabieb menghela napas.

Dengan malas, Jabieb beranjak dari duduknya. Melahap roti sandwich dengan sekali lahap, lalu berlalu meninggalkan taman favoritnya.

Jabieb melintas melewati kantin kantor, beberapa karyawan menyapa, memanggil mengajak bergabung. Jabieb menggeleng. 'Dipanggil Bos, penting katanya, ucapnya tak bersuara yang diangguki paham oleh mereka.

Dengan langkah yang tenang, Jabieb bersiul dengan kedua tangan dimasukan kesaku celananya. Menikmati lagu diearphone merah mudanya, heavy rotation Jkt48 menjadi lagu pilihannya kali ini.

Jabieb menyambar kopi dari karyawan yang baru saja di seduh. Menatap Jabieb bingung, yang dibalas hanya mengangkat bahu acuh, 'Untuk Bos, buat yang baru lagi sana, yang langsung diangguki oleh karyawan itu.

Tok... Tok... Tok...

"Masuk."

Jabieb langsung bergegas masuk kedalam ruangan kantor  Marsha. Mata Jabieb menatap jeri tumpukan berkas di meja Bos mudanya itu.

"Banyak kerjaan, ya, Bos?" ujarnya meletakan kopi pesanan Marsha ke meja.

Marsha hanya menggumam menjawabnya. Lantas kembali fokus kepada pekerjaannya kembali.

Jabieb mengangguk, masih berdiri didepan meja kerja Marsha. Hanya diam. Memang peraturan tak tertulis dalam kantornya, Jika Bos mereka masih diam, maka semua harus menunggu hingga Bosnya bersuara. Semua orang paham itu.

Setengah jam berlalu... Jabieb masih diam tak bergerak. Matanya masih menatap Bos mudanya yang sedang bekerja.

"Bagaimana pekerjaan kamu, Jabieb?" Marsha akhirnya berkenan bersuara, meletakan kacamatanya di meja. Tangannya menyambar kopi, lantas meminumnya.

"Baik, Bos. Aman terkendali," jawabnya tersenyum.

"Kamu masih ada pekerjaan lagi? Atau sudah selesai?"

Jabieb menggeleng. "Sudah selesai, Bos, tinggal ngecek dokumen sama berkas yang dikirim sama Bos tadi pagi. Selebihnya sudah selesai."

Marsha mengangguk. Meletakan kopinya.

"Bagus. Kalau begitu saya minta bantuan kamu." Marsha memperbaiki posisi duduknya. Jabieb langsung mengeluarkan buku kecil dan sebilah pena dari sakunya— siap menyatat apa yang disuruh Bosnya.

"Cari tahu sejarah Apartemen di Jln. Idol no 48. Cari tahu semuanya, Apa bangunan sebelum Apartemen itu, siapa pemiliknya, siapa saja penghuninya, preman, gangster, mafia, atau siapapun yang pernah hinggap disana, cari tahu. Saya membutuhkan data itu lengkap. Semuanya. Saya tidak mau secuil informasi pun terlewatkan. Saya tunggu secepatnya."

FreyanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang