Eps. 15

513 77 13
                                    

Fiony baru terbangun dari tidurnya, mendapati sisi kasur yang kosong. Freya tidak ada. Cahaya dari jendela dengan gorden yang telah tersibak, menubruk kedua matanya. Sudah siang, ternyata, pikirnya merasakan silau cahaya mentari.

"Kamu udah bangun?" Freya di depan pintu melangkah masuk, "Tadi aku mau bangunin kamu, tapi ngga enak. Kamu tidurnya pules banget sih, shubuh 'kan kita tidurnya tadi."

"Kamu udah bangun dari tadi?" Fiony bertanya serak, khas orang bangun tidur. "Sekarang jam berapa?" tanyanya lagi, pelan. Memperhatikan Freya dengan seksama. Ada yang ... aneh.

"Jam sepuluh, udah mau siang," sahut Freya membuka laci di nakas.

"Lama banget aku tidurnya," gumam Fiony, Freya tersenyum tipis sembari mengangkat dompet dari dalam sana.

"Kamu mandi dulu, gih, aku mau beli bahan masak buat sarapan," tutur Freya berjalan keluar, lalu kepalanya muncul di balik pintu beberapa saat kemudian. "Kalau mau pake handuk, ambil di lemari aja. Yang udah aku cuci, sama sikat gigi barunya sekalian. Sebelum aku balik, kamu udah harus rapi, Fiony. Aku pergi dulu, ya."

Fiony mengangguk samar. Ia kembali berbaring lagi kala pendengarannya menangkap suara pintu tertutup. Ia membenamkan wajahnya di bantal. Wajahnya memerah seketika.

Apa yang ia lihat tadi itu, nyata? Di leher jenjang Freya, terdapat bercak merah aneh—yang ia yakini adalah ulahnya. Tidak mungkin itu adalah bekas gigitan nyamuk. Walau apartemen Freya termasuk dalam apartemen kumuh, tapi Freya sangat menjaga kebersihan. Unitnya termasuk dalam kategori rapi.

Gadis itu menepuk-nepuk kedua pipinya dalam selimut, berharap semua ini adalah mimpi. Apa yang telah ia lakukan kepada gadis polos itu? bekas kemerah-merahan di leher Freya tidak sedikit, dan tidak mungkin juga seekor nyamuk akan mengunci tempat makan mereka di satu tempat secara bersamaan. Tidak salah lagi.

Seingat Fiony, saat tadi pagi setelah bermain drama dan berakhir sebelum shubuh, gadis itu—jujur saja—sempat mencuri-curi ciuman di leher Freya yang sudah tertidur pulas di atasnya. Beruntung gadis dengan senyum karamel itu kalau sudah tertidur dengan keadaan lelah bakal susah di bangunkan, kecupan-kecupan di leher tidak jadi penghalang Fiony untuk membuat gadis itu terbangun.

Namun, tetap saja, seingatnya dia tidak melakukan ciuman sebanyak itu. Hanya kecup- kecup saja, tidak lebih. Kenapa bisa menjadi sebangak itu?

Sialan. Apa ia lepas kendali? semoga hanya sebatas leher saja, yang lain tidak usah ikutan.

Tapi untung saja gadis itu tidak sadar dengan hal itu, bahkan tadi saja dia mengenakan pakaian kaos dengan kerah lebar—entah model kaos apa yang ia kenakan. Semakin jelas leher jenjang putih dengan bercak merah-merah itu.

Fiony memutuskan mandi. Pikirannya terlalu kotor jika tidak segera di kondisikan.

***

"Eh kamu," kaget Freya menyadari yang memeluk pinggangnya adalah sang sahabat. Aroma sabun favoritnya tercium harum.

"Kamu masak apa?" tanya Fiony. "Kok kayaknya cepet banget kamu beli bahannya. Perasaan aku mandinya ngga terlalu lama. Tiba-tiba aja kamu udah ada di dapur, masak lagi."

Freya terkekeh, "Tadi ada orang yang bantu aku buat beli bahan-bahannya. Kayaknya satpam baru, deh, mereka banyak banget. Cepet dan gesit lagi. Cuma butuh sepuluh menit mereka belinya."

"Satpam baru?"

"Iya satpam baru," Freya mengangguk, bergeser mengambil mangkok. Otomatis Fiony mengangkat dagunya dan melepaskan pelukan. "Mereka ada ... berapa ya, tadi? pokoknya banyak, mereka tahu namaku lagi. Kamu tahu mereka manggil aku apa?" tanyanya dengan mata berbinar.

FreyanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang