Ada Tupai! [ Ella story ]

544 55 2
                                    

Ella sedang menatap bingkisan bunga Mawar digenggamannya. Detak jantung selalu kencang tak beraturan ketika melihat bunga berwarna merah ini, seperti akan copot meloncat begitu saja dari tubuhnya.

Ella menghembuskan napas gugup—kedua puluh lima—lagi.

"Ayolah, Ella, cuma ngasi bunga doang kenapa harus  gemeteran, sih? Ngasi doang habis itu selesai, Udah. Ck! ini jantung juga kenapa sih? Heboh mulu dari tadi, heran. Berhenti ngapa... Nggak jadi deng, nanti Ella bisa ditanem, 'kan gak lucu." Lagi—Ke empat puluh tujuh—Ella menggumam sendiri.

Ella melirik jam di ponselnya, pukul 14.16. Termakan sudah sekitar setengah jam Ella menunggu. Namun, yang ditunggu belum dateng juga.

Ella mengeluh dalam hati.

"Harusnya Ella sekolah aja, nggak usah pake bolos-bolosan segala. 'Kan jadi nunggu lama."

Ella memilih duduk dibangku sampingnya yang entah darimana, tiba-tiba saja muncul begitu saja.

"Daripada capek berdiri, mending duduk santai gini aja. Lebih rileks, hehehe." Lagi—ke empat puluh delapan—Ella menggumam sendiri.

Ella menatap para pengunjung taman yang melintas didepannya sambil komat-kamit tanpa suara seperti membaca mantra.

"Yang itu botak, pasti kebanyakan pikiran..."

"Kalo yang itu pasti kebanyakan duit. Gandeng 4 cewek gitu..."

"Dih, kenapa hidungnya pesek amat, kebanyakan cium lantai kah...?"

"Astaga, bau banget badannya. Kaga mandi apa itu aki-aki? bau banget lagi..."

"Buset, gila, the real menyala abangku itu. Badannya silver semua... "

"Kocak, rambutnya botak sebelah. Orang gila mana itu... "

"Masya Allah, cantik bener itu ukthi-ukhti. Jadi pengen nikahin... "

"Kalo yang itu mah Ampun, udah keriput semua badannya. Amit-amit deh... "

Lagi—kelima puluh enam—Ella menggumam, tapi bedanya, yang baru-baru ini sedikit sarkas, ya.

Oke, Ella sudah bosan. Terhitung juga ia sudah menguap sebanyak 25 kali. Mulutnya sudah pegal, serasa mau copot ahay.

"Harusnya Ella sekolah!"

Lagi—Ke lima puluh tujuh—Ella menggumam, yang ini sedikit berteriak.

Ella menggeram seperti singa, matanya melotot tajam. Anak kecil yang berusia sekitar 2 tahun dengan rambut mangkok menatapnya bingung.

Ella terbesit ide jahil, ia tersenyum dalam hati. Daripada gabut mati kutu, mending jahilin ini bocah. Rambutnya lucu banget lagi.

Ella diam seperti patung—mulai melancarkan aksinya—dengan posisi mata terpejam. Bocah mangkok mendekat, memperhatikan Ella yang terpejam dengan lidah menjulur keluar.

Mungkin, 'Ini spesies hewan apa? kok nggak pernah liat, Mama juga nggak pernah nunjukin, batin bocah berambut mangkok.

Bocah mulai mendekat, sudah berhenti didepan tepat badan Ella. Ia mendongak menatap wajah unik Ella. Mulutnya ternganga, air liur menetes dari sudut bibirnya. Cengo banget ini bocah.

Sedangkan Ella, ia mengintip perlahan, ia mati-matian berusaha menahan tawa melihat wajah cengo bocah mangkok ini.

Hei, Ella, kamu juga harus lihat wajah unik kamu. Lihatlah lidahmu itu, menjulur keluar seperti Zombie gila.

Serasa waktu sudah tepat, dan bocah mulai bengong menatapnya, Ella langsung membuka matanya dan membuka mulutnya lebar-lebar. Sedikit melompat saat berubah ekspresi aneh itu.

"BAA!"

Bocah terperanjak kaget, badannya seperti memental kebelakang saking terkejutnya. Ella tertawa melihat perubahan drastis wajah bocah mangkok.

"Kocak banget mukanya, sumpah, Ella nggak tahan." Lagi—kelima puluh sembilan—Ella menggumam sendiri, yang ini rada jahil.

Bocah yang amat terkejut, diam sebentar, seperti ponsel yang tak mendapat sinyal. Lantas menangis keras.

Ella yang tertawa langsung terhenti, berubah menjadi panik.

"Aduh, dek, kenapa nangis? Ella cuma bercanda doang. Jangan nangis dong."

Hayoloh, kena getahnya kan. Makanya jadi orang jangan usil gitu.

Seorang wanita paruh baya datang menghampiri Ella yang sedang menenangkan bocah mangkok. Tasnya terjuntai lepas ditangannya.

Ella masih tak menyadarinya, ia masih sibuk menenangkan bocah mangkok. Hingga...

Bugh!

Aduhh, Ella mengaduh kesakitan merasakan punggungnya yang nyilu. Ia melirik kebelakang, wanita paruh baya tadi menatapnya galak.

"Ooo, jadi kamu yang suka bikin anak saya nangis?! dasar kurang aja kamu, nggak kasihan apa sama anak kecil?!"

Ella menatap tak mengerti, Apa-apaan dia? siapa yang suka bikin dia nangis? baru pertama kali ini juga.

"Dia nangis sendiri, Bu. Tadi saya cuma manggil, tiba-tiba nangis gitu aja." Yah, Ella sedikit berbohong.

"Nggak usah banyak alasan kamu! sini jangan lari, saya pukul lagi kamu pake tas saya. Biar tau rasa kamu."

Ella menyadari bahaya, langsung menggunakan jurus rahasia Raccel—karakter Film Up—untuk mengecoh.

"Ada Tupai!"

Wanita paruh baya langsung reflek memandang arah tuju menunjuk jari Ella. Hamparan pohon rindang. Wanita paruh baya itu mengernyit, mana tupainya?

Ketika berbalik, ia tidak menemukan Ella lagi. Menghilang bak ditelan bumi.

Merasa ditipu, Wanita tua itu berteriak marah. Sengaja keras agar Ella mendengarnya.

"TUPAI NDASMU! DASAR JELANGKONG BANGSAT!"

Dikejauhan, seorang remaja wanita sedang berlari menjauh dari sumber suara. Tawanya mengelegar bak petir disiang bolong. Ditangannya ada bunga Mawar yang sudah rusak akibat tingkahnya yang rusuh.

"Orang Jawa ternyata." Batinnya tersenyum dalam hati sesaat mendengar teriakan wanita paruh baya itu.

Aduh, Ella..., Ella..., saja-saja ada.

###


Secuil kisah humor Ella, si Anak random.

FreyanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang