Bab. 16

740 90 24
                                    

"Sebenarnya saya juga nggak paham sama yang begituan sih, bos." Greesell menggosok tengkuknya canggung. "Belum pernah pacaran soalnya," akunya menyengir.

Marsha menghela napas. Harapan terakhir yang bisa membantunya pupus seketika. Jujur saja, seumur-umur Marsha hidup selama 25 tahun belum pernah merasakan hidup manisnya percintaan. Alih-alih memiliki kekasih, jatuh cinta saja tidak pernah.

"Tapi ... dari yang saya lihat, kamu ... kaya kebanyakan orang muda di luar sana, Greesella. Masa sih, saya nggak percaya kamu belum pernah jatuh cinta."

"Jatuh cinta sih, sering, bos. Tapi untuk yang tanda kutip itu, urusan deketin cewek atau apalah itu yang belum pernah," aku Greesell.

Gadis berumur satu tahun dibawah Marsha itu duduk di kursi depan meja kerja Marsha, urung akan niat awalnya yang akan keluar ruangan.

Greesell menatap bosnya samar-samar, "jadi?" tanyanya menggantung.

"Jadi ... apa?" Alis Marsha tersambung sempurna.

"Jadi ..." Greesell tersenyum jahil, jarang-jarang ia dapat berbicara santai bersama bosnya yang terkenal pendiam dan tegas ini. "Jadi siapa yang bisa ngeluluhin hati beku bos Marsha ini?"

"Kepo."

Singkat, padat dan jelas. Yang membuat tubuh Greesell perlahan mundur, antusiasnya runtuh seketika. Tidak ada gunanya berharap kepada Marsha.

Tak peduli dengan wajah tertekuk karyawannya, Marsha menggeleng pelan seraya memasang kacamatanya lagi. Pekerjaan masih menumpuk.

Hening.

Keduanya saling diam. Dan entah kenapa pula karyawan Marsha yang satu ini masih mempertahankan diri dikursi empuk itu.

"Bos?" panggil Greesell yang dibalas dengan deheman saja. Greesell mengangguk sembari memelankan suara, "Saya ... jadi kepo betulan loh ini. Bos nggak ada niatan kasih tahu saya gitu, siapa orang yang bos suka? clue aja juga boleh, bos. Biar saya nggak mati penasaran."

"Jangan dipikir," sahut Marsha cuek, sesekali kali Marsha membolak- balikan dokomennya.

"Ya nggak bisa begitu dong, bos," Greesell menyanggah tidak setuju. "Bos Marsha kan yang buat saya jadi kaya begini. Bos harus tanggung jawab sih, sebagai bos yang baik dan bertanggung jawab."

Greesell tambah merengut lagi ketika Marsha tidak memberi respon apapun. Karyawan Marsha termuda itu mendumel pelan.

"Bos, saya pikir ..."

"Pekerjaan kamu sudah selesai, Greesella?" Marsha menyela terlebih dahulu. Tanpa mengalihkan pandangan dari pekerjaannya. "Kalau memang sudah selesai, kamu boleh pulang duluan. Masih banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan saat ini juga. Saya tidak mau diganggu."

Titah Marsha di kantor ini adalah hal yang harus dilakukan. Tanpa bantahan, tanpa paksaan. Maka itu Greesella mengangguk patuh, walau dalam hati menggerutu, kerana dibuat penasaran tanpa tahu apa penyebabnya.

"Saya permisi, bos." Greesell bangkit dari duduknya, sedikit membungkukan tubuh hormat. "Bos jangan sampai kecapean. Jangan lupa makan sama istirahat. Kesehatan lebih penting dari ..."

"Kesehatan lebih penting dari segalannya," potong Marsha cepat. Ia mendongak dengan wajah datar, "saya paham semua itu, Greesella. Tidak perlu mengkhawatirkan saya. Kamu boleh keluar."

Membungkuk sekali lagi dan mengucapkan pamit Greesell lakukan setelah itu juga. Mau sedekat apapun mereka -umurnya yang tak berbeda jauh dari Marsha, cukup mudah bagi Greesell untuk dekat pada Marsha, walau antara karyawan dan bos- tetap saja dia tidak akan bisa tahan dengan tatapan datar nan horor itu. Lebih baik melihat setan langsung.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 11 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FreyanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang