Eps. 9

750 78 19
                                    

Freya menatap dirinya dipantulan kaca jendeka toko—jendela sebelah kasir—bunganya; wajah bental, hidung memerah serta suara ingus yang masih serut-serutan. Sangat berantakan.

Cih, nyebelin, jika kalau bukan karena sahabat, mungkin kemarin Freya lebih memilih meninggalkan Fiony sendirian ditaman Ibukota disaat hujan sedang deras-derasnya.

Tapi mana mungkin Freya yang cantik dan baik hati ini, membiarkan sahabatnya itu terkena air hujan, hati kecil Freya tidak tega. Ia tidak bisa membiarkan sahabatnya itu seperti anak terlantar—salah satu penyebabnya Freya tidak meninggalkan Fiony, ia tidak mau mempunyai sahabat seperti orang hilang—begitu saja.

Freya menghela napas, walau napasnya masih mati-matian mencoba keluar—hidungnya mbampet oi!

Tumpukan tisu kotor menggunung tinggi di tempat sampah pinggir Freya. Menandakan begitu banyaknya siksaan yang Freya rasakan karena hujan kemarin.

'Kan, udah dibilangin kalau tubuh kamu itu ringkih, masih aja hujan-hujanan. Gak kasian apa sama tubuh kamu ini? Mungkin kalau tubuh Freya bisa berbicara, pasti akan mengeluh seperti itu.

Hadeh, Freya jadi pengen nangis...

Freya melangkahkan kakinya—walau sedikit kesusahan—menuju etalase dibalik kaca besar toko. Memeriksa beberapa bunga yang perlu diganti, sudah banyak yang layu. Harus diganti yang baru.

Hei! tapi kalian jangan salah paham dulu, yang layu cuma bunga hiasan toko saja. Yang lain masih segar-segar kok, wangi juga.

Andai kalian tahu ya, toko bunga milik wanita semanis caramel ini, setidaknya setiap hari hampir menampung sekitar seribu pelanggan—rata-rata anak muda. Penuh sesak saking ramainya. Itu juga salah satu penyebab lelahnya tubuh Freya, seperti mesin yang bekerja tanpa henti.

Jangan salah paham! Freya nanti marah.

Freya dengan tertatih-tatih menuju etalase itu, berjalan sembari dengan bantuan sapu sebagai penyangga tubuhnya, yang masih ia paksakan bergerak. Aduh, Freya, kamu itu sudah Flu, harusnya istirahat. Bukan malah maksain buka toko gini, tubuh kamu bisa remuk Freya!

Freya mengumpat dalam hati. Kepala kembali merasa pusing, terasa berat bagai terglendoti oleh hantu yang naksir ke manusia. Pandangannya mulai buram, kedua telinganya juga ikut-ikutan, berdengung hebat bak sound suara yang terkena sinyal. Iiiinggg! gitu.

Badan Freya limbung, sudah tak tahan. Sapu yang digunakan sebagai penyangga, jatuh begitu saja. Freya terjatuh seperti adegan lambat film, smoot lembut.

Disaat-saat terakhir Freya masih sadar, ia melihat seseorang tengah berlari kearahnya. Wajahnya samar, mulutnya terbuka seperti mengatakan sesuatu. Tapi Freya tak bisa menangkap apa yang sedang diucapkannya itu, otaknya memilih untuk tidak bekerja. Sudah terlalu lelah.

Setelahnya gelap, Freya tidak ingat apa-apa. Hanya gelap seperti waktu magrib. Gelap gulita.

Aduhh, Freya, Freya, harusnya kamu itu istirahat, bukan malah kaya gini. Pingsan 'kan jadinya, kalau udah kaya gini siapa yang repot...??

*

Freya mengerjab berkali-kali, menatap plafon berwarna putih diatasnya. Pikirannya terkunci, tidak jelas. Terakhir kali ia sadar, ia masih berada di toko bunga miliknya. Terus kenapa ia bisa berakhir didalam dikamarnya?

Ia perlahan bangkit, yang langsung mendapatkan pusing yang amat terasa sakit dikepalanya. Tidak jadi, ia kembali berbaring, menyentuh dahi... Eh? seperti ada yang menempel, dingin sekali.

Sebuah kompres handuk kecil.

Freya kembali mengerjab. Apa ada orang yang membawanya kemari dari toko ke Apartemennya dan berbaik hati merawat dirinya yang sedang sakit?

FreyanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang