1. Perkara Barang Panas

206 65 141
                                    

Hiduplah seakan-akan kamu akan mati besok. Belajarlah seakan-akan kamu akan hidup untuk selamanya.

-Number of Time-

Ibarat cinta yang akan pupus di persimpangan jalan, masa kelas 12 SMA adalah masa yang cukup melelahkan. Di mana para murid memikul banyak beban pikiran. Mereka harus fokus belajar, meskipun jiwa ketekunan merosot perlahan-lahan. Kesibukan mereka bukan lagi tentang waktu bermain, melainkan lebih berpikir kritis untuk merencanakan ke depannya. Karena banyak orang berkata, kehidupan yang sebenarnya baru akan dimulai setelah lulus sekolah.

Sama halnya Aiko Masayu. Cewek yang kerap disapa Aiko itu terkenal fanatik terhadap matematika. Siswi jenius dengan nilai di atas rata-rata berhasil memikat hati banyak orang. Selain kualitas kecerdasan yang dimiliki, paras cantik dan sifat yang ramah menjadikan dirinya sebagai idola sekolah. Tak heran, jika setiap harinya ia mendapatkan hadiah dari penggemar. Entah itu diberi secara terang-terangan atau diam-diam. Tetapi, hal tersebut tak menggoyahkan tujuan utama Aiko. Ia akan tetap fokus untuk mengejar masa depannya.

Tidak ada yang dibawa keluar dari kelas selain buku dan pulpen. Jam kosong cukup membuat Aiko muak. Daripada menyaksikan keributan kelas, ia lebih memilih untuk pergi ke tempat favoritnya—rooftop.

Aiko melangkah tanpa keraguan. Sepanjang koridor, semua pasang mata tertuju padanya. Ia tak menghiraukan, meskipun samar-samar mendengar semua orang berbisik tentangnya.

Namun, cewek berambut cokelat itu mendadak menghentikan langkah saat mendapati para siswa yang berlari ke sana ke mari. Ditemani rasa penasaran, Aiko berusaha mengikuti mereka yang mengarah ke pusat keramaian. Ia sedikit melirik, seraya menguping percakapan dari orang-orang.

"Ada apa?"

"Itu katanya dari kelas 12 MIPA 1 ada yang bawa barang panas. Dia nggak mau buka tas waktu digeledah. Sekarang anaknya lagi di lapangan basket, tasnya mau dibuka di sana."

Aiko membulatkan mata saat mendengar kelas yang disebutkan. Kelas 12 MIPA 1—kelasnya. Ia tak pernah menduga, ada yang memiliki keberanian untuk melakukan sebuah kesalahan. Dilihat dari sudut pandang Aiko, kelas yang ia singgahi dihuni oleh orang-orang berprestasi. Karena pada saat kenaikan kelas, semua murid diacak—dikumpulkan ke kategori masing-masing. Murid yang menduduki peringkat satu sampai sepuluh besar berada di kelas 12 MIPA 1. Sisanya, Aiko tidak tahu akan hal itu.

Ia menuruni tangga dan berhati-hati memijakkan kaki pada undakan yang tepat. Setelah sampai di tepi lapangan basket, ia terdiam beberapa saat. Dari kejauhan, Aiko sibuk memperhatikan seseorang yang berdiri di tengah lapangan. Matanya menyipit, disertai bibir yang menganga. Rupanya, yang berdiri di sana adalah salah satu teman kelasnya. Seseorang yang belum pernah berinteraksi dengan Aiko, meskipun sudah tiga hari berada di kelas yang sama.

Aiko mendengar pergerakan di belakangnya. Gerombolan siswa terlihat keluar dari kelas dan ikut menyaksikan apa yang sedang ramai diperbincangkan.

Setiap pagi, tradisi SMA Radiant rutin menggeledah isi ransel siswa yang akan memasuki gerbang. Hal itu bertujuan agar tidak ada yang membawa barang-barang terlarang. Jika ada yang melanggar, maka dari pihak kepala sekolah akan membukanya secara blak-blakkan di lapangan.

Seperti Pak Yuji. Kepala SMA Radiant itu telah berdiri di antara banyaknya guru dan siswa yang menjadi saksi. Pria paruh baya itu terlihat mendekatkan mikrofon ke mulutnya.

"Selamat pagi, Bapak Ibu guru yang saya hormati dan anak-anak yang saya cintai. Kali ini, ada siswa yang terlambat dan tidak mau membuka tas ketika diperiksa. Untuk itu, saya selaku kepala sekolah akan membukanya secara langsung di depan kita semua," seru Pak Yuji dengan suara yang cukup lantang.

Number of TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang