5. Pertemuan Singkat

73 18 130
                                    

Membangun kepercayaan setelah dikecewakan itu nggak semudah membalikkan tangan.

-Number of Time-

Alarm bel istirahat berbunyi ke segala penjuru, menjadikan suasana berubah menjadi riuh. Para siswa yang duduk di berbagai sudut kelas segera bangkit dengan antusias. Mereka memenuhi lorong sekolah berbekal semangat yang membara, merayakan momen kebebasan sejenak dari pelajaran dan tugas-tugas.

Begitu juga dengan Aiko Masayu. Cewek berparas cantik itu melangkah keluar dari kelas bersama teman sebangkunya-Evelyn. Keduanya bergegas menuju ke kantin sekolah, dipandu oleh rasa lapar yang keroncongan yang membuat Aiko patuh pada saran Evelyn.

Setelah menyusuri koridor, Aiko dan Evelyn akhirnya tiba di kantin sekolah. Mereka disambut oleh pemandangan yang sering terjadi setiap harinya-lautan siswa yang berdesakan mengantre untuk memesan makanan. Suara tawa dan obrolan riang memenuhi ruangan, menciptakan atmosfer yang hangat dan hidup. Dengan semangat yang sama, Evelyn pergi untuk memesankan makanan. Sedangkan Aiko memilih tempat duduk untuk mereka berdua. Tanpa berkata pun, Evelyn sudah paham apa yang Aiko inginkan, karena mereka sudah berteman cukup lama.

Namun, Aiko menghela napas panjang saat duduk di salah satu kursi. Ia menatap kosong ke arah meja makan yang ramai. Hatinya terasa gelisah, karena proses menunggu yang panjang adalah salah satu hal yang paling tidak ia sukai dari kunjungan ke kantin.

Evelyn yang baru selesai memesan langsung duduk di samping Aiko. Ia mengernyitkan kening. "Kenapa jadi murung gitu?" tanyanya.

Aiko berdecak pelan. "Aku nggak suka menunggu terlalu lama, El. Lebih baik aku belajar di rooftop sekolah daripada duduk di sini." Ia menangkup dagu. "Kenapa orang-orang bisa sabar menunggu," gerutunya.

Evelyn tersenyum sambil menggeleng. "Kamu perlu istirahat juga, Ai. Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri," sahut cewek berambut pirang itu.

Memiliki teman yang mendukung dalam segala hal adalah salah satu anugerah terindah yang diberikan oleh Tuhan. Seperti yang dirasakan oleh Aiko. Tapi terkadang, saran yang diberikan oleh Evelyn tidak selalu ia ikuti. Meskipun demikian, kehadiran Evelyn tetap menjadi pijakan yang penting dalam perjalanan hidup Aiko.

Di sela menunggu pesanan, suasana di kantin terputus oleh kedatangan seseorang yang segera menjadi pusat perhatian. Gelombang kekaguman dan kegirangan meletup dari para penggemar yang langsung mengenalinya, memancing Aiko dan Evelyn untuk menoleh juga. Tidak ada yang heran, karena kedatangan Rizky—sang idola sekolah—selalu memicu reaksi berlebihan di kalangan kaum hawa.

Evelyn menyenggol siku teman sebangkunya. "Pangeranmu datang, tuh," godanya sambil menyunggingkan senyum.

Aiko memutar bola matanya malas. "Apa sih, El?"

"Kenapa kamu kayak ogah banget sama si Rizky? Padahal dia cocok sama kamu, loh! Kamu cantik, dia ganteng, sama-sama idola sekolah lagi," ujar Evelyn penuh keyakinan.

"Sama-sama idola bukan berarti cocok buat jadi pasangan," Aiko menangkup dagunya di atas meja. "Lagipula, membangun kepercayaan setelah dikecewakan itu nggak semudah membalikkan tangan," sambung cewek itu.

Evelyn mengembuskan napas berat. "Kamu masih belum sembuh dari itu ya, Ai? Bukannya dia lagi berusaha untuk memperbaiki semua itu?"

Aiko tersenyum tipis. "Entahlah, El. Bagiku, hubungan itu butuh lebih dari sekadar ketenaran atau penampilan. Aku ingin memastikan bahwa kita benar-benar cocok satu sama lain, bukan hanya karena kedua kita sama-sama disukai oleh orang lain."

Number of TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang