18. Mengungkit Masa Kelam

20 4 0
                                    

Menerima seseorang dua kali hanya akan membawa luka yang sama lagi.

-Number of Time-

Dalam keheningan yang mencekam, Jin akhirnya membuka percakapan. "Ada apa, Zefa? Mengapa kamu di sini?" Ia melihat cewek itu sedikit tertunduk di hadapannya.

Keadaan jalanan yang cukup ramai kendaraan yang berlalu-lalang tak membuat niat Zefa terhapuskan. Sorot matanya seakan-akan terisi oleh banyaknya harapan.

"Ah, aku ... aku mencarimu, Jin," jawab Zefa dengan terbata-bata.

Jin menatapnya datar, lalu mengalihkan pandangannya. "Dan apa tujuanmu mencariku?" Kemudian, ia melangkah maju, meninggalkan Zefa di belakangnya. "Lebih baik kamu pulang," kata Jin secara tegas.

Zefa memutar tubuhnya, mencoba mengejar Jin. "Jin, tolong dengarkan penjelasanku," pintanya.

"Dengarkan apa lagi? Setelah kamu pergi tanpa memberi penjelasan, sekarang ingin menjelaskan hal yang udah berlalu?" Jin menghela napas. "Kamu egois, Zefa."

Sang lawan bicara meraih tangan Jin dengan cepat. "Aku tahu, aku melakukan kesalahan besar. Tapi, itu semua ada alasannya," ucapnya sambil merintih.

"Itu pasti karena kamu udah nggak mencintaiku lagi, kan?"

Zefa menggeleng mantap. "Nggak, itu nggak benar. Kalau aku nggak mencintaimu, mengapa aku mencarimu sampai sekarang?"

Cewek itu menghela napas panjang. "Jin, percayalah padaku. Aku masih sangat mencintaimu, aku ingin kita seperti dulu."

Jin melepaskan tangan Zefa dari genggaman. "Lebih baik kamu pergi sebelum aku benar-benar pergi dari hidupmu," katanya sedikit menohok.

Mata Zefa mulai berkaca-kaca. "Nggak, aku nggak akan pergi sebelum kamu menerimaku lagi." Ia memasang wajah memelas. "Apa jangan-jangan, kamu udah punya penggantiku?"

Jin terdiam sejenak, sebelum akhirnya berkata, "Apakah aku memiliki pengganti atau enggak, itu urusanku, bukan urusanmu lagi." Jin melempar tatapan tajam. "Kita udah berakhir, kita nggak memiliki kewajiban untuk saling membahagiakan lagi. Lebih baik hidup seolah kita nggak pernah saling mengenal," ucapnya dengan suara berat.

Langkah Jin hampir saja menghilang, saat tiba-tiba sebuah seruan memecah kesunyian. Mereka berdua memutar tubuh, dan Jin terbelalak saat melihat Aiko tersungkur di belakangnya sambil memegang jaketnya.

"Aiko!"

Dengan langkah cepat, Jin berlari mendekati Aiko, membantunya berdiri, dan memeriksa luka di lututnya dengan khawatir.

"Aiko, apa yang terjadi? Kenapa kamu di sini? Astaga, kamu terluka," ujarnya penuh rasa cemas.

Meskipun masih merasakan rasa sakit, Aiko menggeleng. "Aku hanya ingin mengembalikan jaket ini, tadi kamu lupa membawanya," jawabnya sambil menyerahkan jaket Jin.

Jin menghela napas. "Itu bisa kamu kembalikan besok. Sekarang, aku akan mengantarmu pulang. Lututmu terluka," kata Jin dengan penuh perhatian.

Namun, Aiko menolak. "Nggak perlu, Jin. Kamu selesaikan aja urusanmu sama cewek itu. Aku akan pulang sendiri," katanya sambil bersiap untuk pergi.

Namun, rasa sakit membuat Aiko kehilangan keseimbangan. Jin refleks menangkapnya dari belakang, membuat mereka saling beradu tatapan. Aiko merasakan napas Jin yang hangat menyapu area pipinya, sementara Jin tidak bisa melepaskan pandangannya dari wajah Aiko.

Sementara itu, Zefa yang menyaksikan mereka dari kejauhan, merasa hatinya hancur. Perasaan campur aduk menghantam dadanya, menciptakan badai emosi di dalam dirinya.

Number of TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang