15. Singgah Sementara

19 11 25
                                    

Terkadang pertemuan bersama seseorang membawa sebuah kebahagiaan dan kekecewaan.

-Number of Time-

Setelah hujan reda, Aiko dan Jin melanjutkan perjalanan, menyusuri jalanan malam yang sunyi dan sejuk. Langkah mereka terdengar gemuruh di antara heningnya malam, diikuti oleh desiran daun basah yang tersisa dari guyuran hujan. Awan-awan yang tadinya menggumpal kini mulai membuka diri, memperlihatkan sedikit cahaya bintang yang bersinar samar di langit gelap.

Di antara keheningan itu, muncul kegelisahan di wajah Aiko yang terpantul redup oleh cahaya lampu jalan. Jin, dengan tatapan seriusnya, terus melangkah tanpa sepatah kata pun, membuat suasana semakin canggung.

Aiko berusaha mencairkan ketegangan dengan menengadahkan wajahnya ke langit yang kini mulai terang. "Apa yang terjadi? Kenapa kamu masih pakai seragam?" tanya Aiko.

Jin menggeleng, wajahnya tampak lesu. "Aku belum pulang," jawabnya singkat.

"Darimana aja?" tanya Aiko, menatap cowok di sampingnya penuh penasaran.

Jin terdiam sejenak sebelum menjawab, "Hanya ke sebuah tempat."

Aiko merasa ada yang tak beres, ia mengerutkan keningnya. "Kenapa kamu terlihat cemas?"

Jin menggeleng pelan. "Bukan urusanmu, Aiko," katanya dengan nada dingin, lalu Jin menundukkan pandangannya.

Aiko menggigit bibirnya sejenak, merasa tak enak. "Maaf, aku nggak bermaksud untuk mencampuri urusanmu," ucapnya pelan, suaranya hampir terhenti oleh ketidaknyamanan yang terasa di udara.

Jin tidak merespon apapun. Tatapannya kosong, dan tiba-tiba tubuhnya terasa terhuyung. Aiko buru-buru memegang erat lengan Jin.

"Jin, ada apa denganmu?" tanyanya khawatir.

Sang lawan bicara tampak tersenyum tipis. "Nggak pa-pa. Mungkin hanya sedikit kelelahan," sahut Jin dengan suara terputus-putus.

Dengan keberanian yang besar, Aiko mendekat dan menempelkan punggung tangannya ke dahi Jin. Ia mendesis pelan saat merasakan panas yang merambat.

"Jin, kamu demam. Bagaimana kalau kita pergi ke rumahku dulu?" tawar Aiko.

Jin menggeleng lemah. "Nggak perlu, Aiko. Aku bisa pulang sendiri," elaknya sedikit tergagap.

Aiko menghela napas. "Jangan keras kepala, bisa? Suhu tubuhmu semakin tinggi. Lagipula, rumahmu masih jauh dari sini, bukan?"

"Masih agak jauh," jawab Jin singkat.

"Maka dari itu ...." Aiko menarik pelan lengan Jin untuk membantunya berjalan. "Lebih baik kamu ikut ke rumahku dulu. Aku nggak mau kamu sakit parah di tengah jalan."

Akhirnya, Jin mengikuti instruksi. Saat mereka tiba di depan rumah Aiko, dengan cepat Aiko membuka pintu dan membantu Jin untuk duduk di sofa. Melepas sweater yang dikenakan kepada Jin, lalu meletakkan payungnya.

"Tunggu sebentar di sini," kata Aiko sambil melangkah ke dapur.

Jin yang merasa tubuhnya melemas, hanya bisa bersandar pada sofa. Pandangannya kabur dan napasnya terengah-engah, membuatnya sulit menjawab perkataan Aiko.

Tak lama kemudian, Aiko kembali sambil membawa secangkir teh hangat. Ia menyodorkan cangkir itu ke arah mulut Jin.

"Minumlah, agar suhu tubuhmu turun," kata Aiko.

Number of TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang