Sengaja?

131 28 120
                                    

Hari senin pagi, di rumah keluarga Adrian, semua berkumpul di meja makan menikmati sarapan. Hanya, ada satu anggota keluarga yang kurang, yakni anak laki-laki mereka, Adam.

Biasanya, Adam sudah terlihat di meja makan seraya membaca koran atau buku ketika sarapan. Kali ini, Adam belum keluar dari kamar.

“Azka, kemarin kamu pergi kemana sama Adam?” tanya Sofia. Pasalnya, di hari minggu, tumben sekali mau diajak keluar malam hari. Biasanya, Adam paling malas keluar, apalagi kalau tujuannya bukan ke toko buku, museum, atau sekedar melihat pantai di wilayah Jakarta pada malam hari.

“Nanti juga keluar. Kalian semua jangan kaget dengan penampilan Adam.” Azka dengan santainya, memakan sepotong roti gandum tanpa selai. Naira juga dibuat heran dengan sikap Azka. Memangnya penampilan apa yang dilakukan oleh pamannya terhadap Adam.

Namun, di dalam kamar, tepatnya di depan sebuah cermin. Adam, terus memperhatikan penampilannya. Sebenarnya, penampilannya bukan mengarah ke seragam. Melainkan, Azka membawa Adam ke salon khusus laki-laki, untuk mengubah gaya rambut Adam. Mengubah gaya potongan rambut Adam, agar semua wanita di sekolah Adam semakin jatuh hati pada keponakannya.

Adam menghela napasnya. Mengambil tas ransel, lalu keluar dari kamar tidurnya. Menuruni beberapa anak tangga menuju meja makan.

Begitu Adam sudah terlihat oleh keluarganya. Baik Sofia, Adrian, Naira, hingga ketiga pekerja di rumahnya, takjub dengan penampilan Adam. Benar-benar berbeda, rambut yang semula berbentuk mangkuk, telah berubah layaknya pemain drama yang sering ditonton oleh Sofia.

Adam yang biasa saja, memilih duduk dan menikmati sarapan. Sarapan dengan sereal dan segelas jus jambu. Naira, yang masih terheran, menyentuh dan sedikit menarik rambut Adam. Memastikan, bahwa itu bukanlah rambut palsu.

“Sakit, Nai,” rintih Adam.

“Abang makin ganteng. Rania tambah jatuh cinta padamu, fyuh!” goda Naira sambil memberikan simbol hati dengan kedua jarinya.

“I don't care about Rania.” Adam kembali cuek dan melanjutkan sarapannya.

Sementara itu, Rania sendiri sudah rapi dan bersiap menuju sekolah. Senin yang diawali dengan upacara bendera, membuat sebagian siswa dan siswi mengeluh, termasuk dirinya. Masalahnya, kenapa setiap upacara, pidato yang diberikan terasa lebih dari dua jam? Bagi Rania, itu sama saja menghabiskan dua episode drama Korea kesukaannya.

Apalagi, dirinya dalam enam bulan berada di kelas A. Kelas menyeramkan melebihi rumah hantu dan pelatihan militer.

Namun, karena ada Adam, semangat Rania kembali membara. Ia yakin, Tuhan akan mempersatukan keduanya, seperti Tuhan mempersatukan kedua orang tuanya.

Rania dan Adam, sudah berangkat dengan kendaraan masing-masing. Rania, yang diantar oleh ayahnya menggunakan mobil. Sedangkan, Adam diantar oleh Azka. Pal Warno, jarang sekali mengantar Adam, karena kesibukan Sofia yang luar biasa padat. Mulai dari mengantar alat-alat kesehatan, hingga membantu Sofia menyiapkan peralatan dan perlengkapan jika dinas keluar.

***

Meski penampilannya telah berubah. Tetap saja, kebiasaan Adam tidak berubah, masih suka membaca buku. Naira, yang berada di kursi belakang mobil, tidak habis pikir. Padahal, kalau Adam sekali saja dalam hidupnya, tanpa membaca atau belajar, tentu tidak akan mempengaruhi nilainya. Toh! Kakaknya sudah cerdas dari kecil.

Ya, setidaknya Naira bangga akan pencapaiannya. Meski tidak berhasil masuk ke dalam tiga besar peraih nilai tertinggi, setidaknya, Naira berhasil meraih juara pertama di kelas B dengan nilai terbaik, kedua orang tua Naira sangat bangga. Buktinya, Adrian membelikan Naira sepatu baru dan Sofia membelikan peralatan masak.

School Diary [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang