20.SEDIKIT LAGI.

300 15 1
                                    


"Sampai kapanpun dendam seorang perempuan tetaplah dendam walau harus berpura-pura baik."

🪐🪐🪐




.....

"Nggak, nggak mungkin Alay-"


"Nggak mungkin Alaya masih hidup dengan kondisi seperti ini? Itu kan yang pengen kalian tangkal?" Anaya tertawa.

Dari raut wajah yang tertawa kini beralih menatap tajam kearah tiga pria bajingan di hadapannya, lalu tanpa pikir panjang ia meluncurkan tiga peluru kearah tiga pria itu dengan masing-masing satu peluru.

"ARGHH!" Jeritan ketiga pria itu terdengar begitu keras di ruangan ini.

"ANAYA!" Brimo langsung berlari menuju Anaya.

Saat sampai di hadapan Anaya, dirinya langsung memegang kedua pundaknya. "Nak, jangan kayak gini. Jangan balas dendam kamu dengan cara gini," tutur Brimo.

Anaya menatap datar wajah Brimo," lalu harus seperti apa yang anda mau?" Anaya memiringkan kepalanya.

"Polisi. Kita masih punya polisi Anaya."

"Psstt, polisi? HAHA." Anaya tertawa begitu mendengar polisi. "Lucu sekali lelucon anda tuan Brimo," Anaya menyeka sudut matanya, lalu menatap kembali wajah Brimo.

"Asal anda tau dua orang sana adalah polisi. Polisi yang telah memperkosa raga ini, mereka semua memperkosa raga ini bergantian di dalam hutan. Anda pikir itu hal yang mudah di maafkan?"

"Anda tidak tau seperti apa kondisi Alaya di hutan saat itu, anda tidak tau bagaimana psikopat gila itu menyiksa Alaya di hutan hingga di keluarkan mata Alaya hingga sekarang matanya tinggal satu."

"Dan anda dengan gampangnya berbicara bahwa polisi berhak mengatasi kasus ini? POLISI SEPERTI MEREKA ITU BUKAN PENEGAK HUKUM, TAPI PENGHANCUR HUKUM!" Bentak Anaya yang sudah di suluti oleh emosi.

"Lebih baik anda diam jika ingin nyawa selamat juga." Tegas Anaya.

Dengan terpaksa Brimo berjalan menjauh dari jangkauan Anaya. Stella? Dia hanya memandang dari belakang dengan mimik wajah yang tak tau harus berbuat apa.

Anaya berjalan kearah pria-pria yang sudah bersimpuh kesakitan, memandang mereka semua satu persatu begitupun Hugo yang masih tergelantung di atas dengan kaki yang darahnya merembes tanpa henti.

"Ck ck, malang ya nasib kalian." Anaya menggeleng, "tapi..."

Anaya menjeda ucapannya, lalu menjambak rambut samudra dan Ricky. "Lebih malang nasib Alaya yang telah kalian semua perkosa." Lanjutnya.

Ia melepaskan jambakan di rambut kedua polisi itu, lalu berjalan mengelilingi mereka bertiga yang masih bersimpuh.

"Kalian para lelaki brengsek yang telah merusak mahkota sahabat saya berhak mendapatkan balasan yang setimpal, tapi saya ingin lebih dari itu."

"Memangnya kamu siapa hah?!" Tanya Bryan.

Anaya terkekeh kecil mendengar pertanyaan Bryan yang berstatus om Alaya.

DARAH TERAKHIR.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang