04. KECEWA.

490 21 1
                                    


🍁🍁🍁




...

"ARGHH!"

Bugh.

"ARGHH!!"

Bughh.

"Arghh..." Pukulan demi pukulan ia terima, bahkan kini kaki Alaya retak di penuhi darah.

Suara yang parau karna berteriak kesakitan, siapa yang tidak menjerit saat kakinya di pukul menggunakan palu besar.

Setelah merasa puas Stella pergi meninggalkan Alaya di dalam hutang yang gelap ini, sedangkan Alaya sudah menangis tersedu-sedu.

Kakinya yang benar-benar hancur dan berdarah membuatnya tak berdaya lagi, sungguh tega ibunya membuat dirinya seperti ini.

"TUHAN, INI SAKIT BANGET!"

"KENAPA TUHAN?! KENAPA SEMUANYA MENGHANCURKAN AKU,"

"APA SALAH AKU PADAMU?!"

Tangisan dan suara jangkrik pada malam hari ikut menemani Alaya yang penuh ketakutan dan kesakitan itu.

"Ayah, Alaya udah gak sanggup. Pengen nyusul ayah..." Alaya menatap langit malam dengan air mata yang terus berderai.

Menatap bintang yang paling terang di antara yang lain.

"AYAHH!" Jerit Alaya dengan kuat seakan nama yang ia panggil bisa mendengarnya.

"JEMPUT AKU AYAH!"

"Mau saya jemput?"

Alaya langsung membalikkan tubuhnya melihat siapa orang yang menjawab ucapannya, lalu saat itu matanya melotot.

Ya tuhan, ini apalagi.

Dengan susah payah Alaya berusaha kabur dengan kaki yang amat buruk. Sesekali ia melihat kebelakang apakah Hugo ayah tiri Alaya mengejarnya.

Berlari kedalam hutan yang begitu menakutkan dan gelap. Walau harus tertatih-tatih ia harus lari untuk menghindari ayah tirinya, jangan sampai kejadian waktu itu terulang kembali.

Brukk.

"Aw." Alaya meringis kesakitan saat dirinya jatuh tersandung oleh ranting.

"Ketemu," Hugo tersenyum penuh kemenangan, apalagi saat melihat wajah ketakutan milik Alaya.

Perempuan itu mundur apalagi saat melihat om nya berada di belakang Hugo ayah tirinya.

"Ayah, Alaya takut... Tolongin Alaya ayah..." Batin Alaya.

"Sepertinya kita akan bersenang-senang malam ini Hugo." Ujar om Alaya, Bryan.

"Kamu benar Bry, kamu dulu atau aku dulu nih?" Tanya Hugo saat dirinya sudah berjongkok di hadapan Alaya, mencekram rahang Alaya.

"Kalo bisa berdua kenapa harus satu." Lalu mereka berdua tertawa yang membuat Alaya ketakutan.

DARAH TERAKHIR.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang