15. Bakar

7K 629 15
                                    

“Sayang! ”

Zayn menjatuhkan tongkat baseballnya begitu saja lalu menghampiri sang pujaan hati dengan wajah khawatir. Saat berada di hadapan Lio, tangannya terulur hendak menyentuh pipi berisi Lio.

Stop! ”

Sontak, tangan Zayn yang terulur menggantung begitu saja di udara. Wajah Zayn yang terdapat cipratan darah; menunjukkan ekspresi kecewa dan sedih. Ya mirip seperti anak anjing, dalam arti positif.

Lio yang melihat ekspresi menyedihkan Zayn menghela napas, “Tangan lo- eh kamu ada darahnya, a-ku jijik. ” tutur Lio dengan bulu kuduk yang berdiri. Lio juga memperlihatkan kedua tangannya yang terdapat darah.

Zayn yang menyadarinya dengan cepat menarik kembali tangannya dan mundur dua langkah. Tapi ekspresinya menjadi lebih ceria, “Ada kamar mandi di sini, cuci tangan di sana, oke? ” Lio mengangguk sebagai tanggapan.

Mereka berdua beranjak keluar dari ruangan itu, sepenuhnya melupakan orang yang terkapar di sana. Saat di luar kamar, keadaan tak jauh berbeda banyak tubuh-tubuh yang sudah terkapar. Entah masih hidup atau sudah mati. Aroma yang tercium juga tidak mengenakkan, seperti tercampur aduk.

Hingga di sebuah ruangan, mereka melihat Andrean yang sedang menusuk-nusuk tubuh tak bernyawa menggunakan pisau hingga tak berbentuk. Lio yang melihatnya meringis pelan, cara Andrean menusuk tubuh hancur itu membuat dirinya akan boneka santet.

“Rean. ” Andrean sontak menoleh. Ia mendapati sang pujaan hati tengah berdiri di belakangnya, ia dengan asal melempar pisau entah kemana. Ia memilih menghampiri Lio.

“Lio! Lio, Lio gapapa? ” tanya Andrean dengan khawatir.

Lio lagi-lagi hanya mengangguk sebagai tanggapan. Zayn dan Lio kembali melanjutkan langkahnya ke arah kamar mandi, diikuti Andrean.

Di kamar mandi, mereka melakukan apa yang harus mereka lakukan. Setelah selesai, mereka lalu keluar dari markas preman sekolah itu.

Di luar, Lio memandang bangunan yang dicap sebagai markas preman sekolah itu dengan tatapan rumit, “Terus, masa itu ditinggal gitu aja? ” tanya Lio sambil menatap Zayn yang tengah memainkan pemantik api yang entah darimana ia dapat.

“Bakar. ”

Zrash!

Blaar

Kejadian itu terjadi dengan cepat, api dengan cepat merambat setelah Zayn melemparkan pemantik api yang hidup. Seperti mereka sudah mempersiapkan hal ini sedari awal, karena bangunan itu terbakar karena minyak bumi sudah melumurinya.

Lio berpikir, pantas saja baunya campur aduk. Antara anyir darah, dan aroma minyak bumi.

Mereka cukup beruntung, karena markas orang-orang itu berada agak jauh dari pemukiman dan jalan yang ada jarang dilalui oleh kendaraan. Untuk saat ini, hanya mereka yang tahu kejadian ini.

Untuk saat ini.

Mereka menatap bangunan yang terbakar di hadapan mereka seolah-olah itu adalah pertunjukan yang menarik untuk ditonton. Andai kata kejadian ini terjadi di malam hari, pasti api yang membara itu menyala dengan indah di gelapnya malam.

Kok jadi puitis? Maap, abis baca yang historical tadi.

“Ayo pulang. ”

“Ya. ”

***

Seorang pemuda manis mendudukkan dirinya di atas ranjangnya sendiri. Pemuda dengan gelar bungsu Dirgantara itu menghela napas pelan.

“Belom ada seminggu dah bolos dua kali, njirlah. ”

[Master, anda harus segera menyelesaikan tanggungan misi anda. Jika tidak, penalti akan terjadi]

Lio tersentak kaget, tangannya dengan reflek memegang dadanya yang rata.

“Kampret! Ngagetin aje. Hah, gini ya tem. Mau ngerjain gimana? Lokasi targetnya ae kaga tau. Lu juga ga mau ngasih tau. ”

[Besok, besok target akan muncul. Di tempat yang paling anda ketahui]

“Iya, iya. Besok 'kan? Kalo gitu gue turu dulu, capek. ”

Tak berniat menunggu balasan dari sang sistem, Lio membaringkan tubuhnya dan terlelap dalam hitungan detik. Sang sistem pula tak berniat membalas perkataan sang Master.

Lio terlelap hingga dini hari, iya, dini hari. Lio terbangun pukul satu pagi, ia merasa ada yang tidak beres. Saat membuka mata, gelap yang ia lihat. Tapi tidak sampai membutakan. Samar-samar ia dapat melihat sesosok yang sedang... Memasang kamera? Di dinding kamarnya.

Saat akan mendudukkan diri, ia kembali menyadari hal yang tidak beres lainnya. Ada dua tangan yang sedang melingkari perutnya dengan apik. Lio mengusap wajahnya dengan kasar. Tentu ia mengenali tiga makhluk asing yang sedang berada di kamarnya.

“Oh, sayang. Ternyata kau sudah bangun. ” sosok yang tadinya sedang berkutat dengan kamera, kini sedang menatap Lio. Dari bagaimana sosok itu memanggil Lio, kalian pasti sudah menebak orangnya. Ya, Zayn.

“Lio... ”

Cup

Salah satu sosok yang tadinya memeluk dirinya ketika tertidur membuka mata. Bahkan, mencuri sebuah kecupan di pipinya.

“Dek? Eumh, masih pagi... Tidur lagi. ” sekarang, sosok lainnya juga membuka mata meskipun samar dan dengan tidak niat.

Klik

Lampu menyala, menerangi setiap sudut kamar itu. Zayn; sebagai pelaku hidupnya lampu itu hanya tersenyum yang menurut Lio menyebalkan. Lio sebelumnya masih memikirkan mengenai misinya, menjadi semakin pusing saat melihat perban yang membungkus beberapa tempat di tubuh ketiga orang di kamarnya.

“Kak Dego, Rean, Zayn... Maksudnya ini gimana? ” pertanyaan Lio berhasil membuat ketiga orang yang ia sebut menjadi saling pandang.

Andrean hanya tersenyum simpul, “Lio paling tau 'kan apa yang terjadi. ”

Lio mendengus kasar, ia menampilkan raut wajah kesal yang kentara dengan bibir mengerucut lucu. Ia memilih untuk melanjutkan tidurnya yang tertunda tidak memperdulikan ketiga orang lainnya.

Zayn mematikan lampu kamar lalu ikut masuk ke dalam selimut. Ia memilih tidur di atas Lio— menindihnya. Meletakkan kepalanya di atas perut Lio.

Sekali lagi, Lio mencoba menghiraukan tiga pemuda yang menempel padanya. Hingga pada akhirnya ia terlelap kembali.

Waktu terus berjalan hingga matahari menunjukkan wujudnya. Kedua kelopak mata Lio terbuka perlahan. Ia menatap langit-langit kamarnya, Ia melamun; mencoba mengingat-ingat apa yang berubah. Oh, ya. Ketiga pemuda tadi sudah tidak ada di kamarnya.

Lio beranjak bangun dan berjalan ke kamar mandi dengan gontai. Sebenarnya merasa malas untuk mandi, tapi karena masih sekolah jadi ia harus dan mau tak mau.

***

Seperti biasa, Lio berada di kelas pagi-pagi sekali. Pagi ini ia dijemput dan diantar oleh Hendery.

“Oke, moga aja. ” monolog Lio.

...

“Lah kok makin nambah anjeng?! ”

Harem For MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang