7. Kamera

12.7K 1K 3
                                    

Pagi yang cerah, berbeda dengan perasaan seorang Lio yang sejak bangun tidur sudah mendung. Semalam, ia memimpikan keluarganya. Keluarga aslinya, keluarga Arelio.

Ia sedari tadi terpikirkan keluarganya. Semakin lama berpikir semakin bercabang pikirannya. Setelah dipikir-pikir, untuk apa ia bertransmigrasi? Membalaskan dendam? Elio tidak memiliki musuh sama sekali. Mencari kebahagiaan? Elio sudah bahagia dengan keluarga kecilnya dan sahabat-sahabatnya.
Menghindari kematian? Mana mungkin, tapi jika sudah waktunya ia pasti akan mati.

Lalu untuk apa? Saat bertanya ke sistem, sistem menjawab jika ini 'hadiah' dari bosnya. Hadiah untuk apa? Hidupnya sebelumnya saja tidak semenyedihkan itu. Ia tidak sengsara.

Kemudian, sistemnya kembali menjawab. Ia berkata, agar Lio dapat merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya. Bentuk dari 'kebahagiaan yang sesungguhnya' ini bagaimana? Kebahagiaan dalam hal kesuksesan atau hal percintaan?

Hmm... Sepertinya opsi kedua yang paling tepat. Sistemnya juga mengatakan jika 'kebahagiaan yang sesungguhnya' itu sudah ia capai, ia dapat memilih untuk kembali atau melanjutkan.

Dan pilihan itu adalah pilihan terakhirnya, setelah ia memilih sistem pun sudah tidak akan kembali beroperasi.

Tok

Tok

Suara ketukan pintu membuyarkan pikiran Lio. Ia beranjak dari balkon, ya, sedari tadi ia melamun di balkon.
Saat membuka pintu, seorang wanita paruh baya terpampang di indra penglihatannya.

"Oh, Mama. Kenapa mah? " mendengar panggilan dari sang anak membuat Winanta mengerutkan alisnya bingung.

"Kamu gak sekolah? Terus, sejak kapan kamu manggil Mommy jadi Mama? "

"Eh, anu... Lagi pengen aja sih. "

"Oh yaudah, kamu beneran gak sekolah? " Lio menaikkan alisnya.

"Hah? Sekolah? Oh iya, sekolah kok Mah. " jawab Lio sambil cengengesan.

Setelahnya Winanta menyuruh sang anak bungsunya segera bersiap lalu sarapan. Lio pun hanya mengangguk kemudian pergi ke kamar mandi.

***

"GUD MORNING EVRIWAN! "

"Lio jangan teriak! "

Keluarga Aldrige memulai pagi mereka dengan kegaduhan yang mengasikkan.

Lio dengan cepat menyambar nasi goreng yang sudah terpampang di meja. Setelah habis dalam waktu kurang lebih 3 menit, Lio langsung beranjak untuk berpamitan.

Lio berlari pergi keluar rumah. Di luar, terdapat seonggok mobil mewah terparkir di depan rumahnya. Seingatnya, mobil yang keluarganya miliki bermerk Avanza.

Rumah Lio yang tidak memiliki gerbang memudahkan mobil itu terparkir di sana.

Saat Lio berjalan mendekati mobil itu, kaca jendelanya diturunkan menampakkan seorang pria yang tidak asing di matanya. Pria itu melihat ke arahnya dengan senyum menawan.

"Good morning, baby. " tentu saja itu Hendery. Lio sudah tidak heran jika Hendery tau alamat rumahnya. Bahkan ia yakin, Hendery tau celana dalam yang ia pakai saat ini.

"Morning, Daddy. " ahh... Mendengar panggilan 'Daddy' dari Lio padanya, membuatnya merasa agak terangsang.

Hendery keluar dari mobilnya. Ia berjalan mendekati Lio lalu dengan cepat mencuri sebuah ciuman di bibirnya. Lio yang memang agak slow respon, nge-blank. Tapi di otaknya terdapat sebuah kesimpulan.

'Wah, beneran pedo nih orang. Siapapun, telpon 911! '

Wajah Lio yang semulanya terlihat seperti orang dongo, sekarang berubah menjadi kesal. Ia merasa tidak terima first kiss nya diambil sama om-om. Dia itu om-om 'kan? Umurnya 37 tahun kok.

Harem For MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang