Chapter 6

426 38 0
                                    

Saat ini Zein sudah sampai didepan pintu mansion, sedangkan Vion sedang sibuk dengan mobilnya dijalan.
Tadi mobilnya mogok BTW jadi Zein jalan kaki, toh juga sudah hampir sampek kok.

Tapi kasian juga sih kalo ngeliatnya, jalan kak jaraki 1 km hmm.
1 km itu deket? Deket juga 1 cm, ga nyampek sejengkal.

"Huh, capek~" keluhnya lalu menggapai pintu didepannya dengan tangan kanannya, namun tak lama kemudian pintu yang ia pegang bergetar dan terbuka menampilkan sosok yang ia benci.

Yaa semua penghuni yang ada dimansion ini Zein benci sih, bukan berarti pada para pelayannya ya.. karna mereka itu sangat khawatir sekali pada kondisi Noee. Tak terkecuali seorang bodyguardnya tak lain juga Deni a.k.a Vion.

"Baru tau pulang? Kemana saja kau?!" bentak seorang yang sedang didepannya—Edward, sambil menyilangkan tangannya didepan dada.

Dadanya wae roto,

Bukannya menjawab pertanyaan kakak dari raga yang ia tempati ini, Zein malah nyelonong masuk aja karena dah capek.

Sungguh sangat tydack sopan, jadi jangan dicontoh yaa pemirsah.

"Zeinoee, kakak sedang bertanya!!" bentaknya sambil menyekal lengan bocah disampingnya itu, biar ga ngilang.

"Kakak? Haha sejak kapan gw jadi adek lo?" jawab Zein santai setelah menepis tangan kekar berotot Edward.

deg!

Entah apa yang dipikirkan Edward, tapi hatinya seakan tertimpa megatron mendengar perkataan bocah yang ada didepannya.

"Cih! Urus saja cewek jalang itu, bukannya dia adek lo? Gw bukan siapa-siapa lo, iyakan?" ucapnya santai sembari tersenyum miris, dan jangan lupa bibirnya yang bergetar sembari tersenyum itu, owh iya matanya yang merah dan sedikit berkaca-kaca yang menandakan Zein sedang menahan tangisnya.

Seakan dunia Edward terhenti sejenak mendengar ucapan bocah yang seharusnya adalah adiknya yang penurut itu, namun apa ini?

Edward memandang Zein dengan sendu, apakah dirinya ini memang sungguh keterlaluan? Padahal tadi dirinya akan berniat untuk segera menarik tangan 'adiknya' itu lalu menghukumnya...namun, entahlah hatinya sakit saat mendengar kata-kata Zein.

Cielah, gitu doang baper masak!

Zein dengan sigap mengusap kasar air mata yang akan jatuh dari sarangnya, lalu menetralkan rasa sesak yang menjalar ditubuhnya ini.
Lalu melanjutkan kalimatnya,

"Owh ya, bukannya dari dulu kalian ga nganggep gw keluarga? Sekarang anggep aja gw udah tiada." sambung Zein sambil menekankan kata 'tiada' karena yaa memang seperti itu, Zeinoee sekarang sudah tiada.

Setelah menyelesaikan ucapan itu, dirinya langsung saja berlari menuju kamarnya pergi meninggalkan Edward yang mematung mendengar ucapannya barusan.

Tanpa mereka berdua sadari, interaksi mereka berdua sudah disaksikan sang kepala keluarga–Max dan Vion?

Entah kesambet apa ni tua bangka, Max yang mendengarkan ucapan Zein tadi menatap mereka sendu, dirinya saat ini sedang berada disamping kolam yang tak jauh dari pintu masuk.

Dah sadar mungkin?
Eitss, tydack semudah itu ferguso...

Perasaannya sedang campur aduk, kata Zein kini benar dirinya dulu memang tidak menganggap Zeinoee anaknya, namun tingkahnya yang berubah akhir-akhir ini menyadarkan Max atas perilakunya dulu.

Iyalah kan itu jiwa sang Zein, bukan Noee anakmu.

Disisi lain, Vion kini sedang memasuki gerbang dengan perasaan lelah dan juga karena mobilnya yang tiba-tiba mogok itu.

Tapi saat dirinya melihat apa yang terjadi di pintu, di depan matanya kini melihat Zein yang menatap Edward dengan senyum mirisnya yang membuat hati Vion sendu mengingat apa yang mungkin akan terjadi.

Karena dulu saja tuan kecilnya saat pulang malam, dirinya setelah itu disiksa diruang bawah tanah.

Apakah nanti tuan kecilnya akan disiksa lagi? Yaa walaupun tuan kecilnya itu seorang assassin anggota dari Dark Blood (padahal mah bukan), tetap saja dirinya merasa miris.

Pernah, bahkan hampir setiap hari dirinya berfikir kalau tuan besarnya itu harus disini dan menetap disini selamanya. Atau bahkan mungkin tuan besarnya saja yang mengurus anak itu, pasti sangat senang bukan?

Dirinya berpikir, apakah hanya tuan besarnya lah yang bakalan jadi tameng pelindung cucunya itu.

Hmm...mungkin tydack Vion...kan masih ada—

Zein : “Hei! Jan spoiler, thor!!”

Iya Zein, iyaa.

Vion pun menghela nafas kasar membayangkan itu semua, lalu tiba-tiba...

puk,

Pundaknya ditepuk oleh sebuah tangan besar nan kekar berotot yang tak lain adalah Max..

Gila, besar nan kekar berotot ga tuh?

"Darimana saja dia?" tanya Max yang penuh penekanan, setelah menjauhkan tangannya di bahu Vion.

"Tuan muda Zeinoee tadi sedang...pergi...ke mall tuan, iyaa pergi ke mall tuan." jawab Vion dengan sedikit bumbu kebohongan sambil menundukkan kepalanya, yaa karna gugup.

Yakali kan Vion bilang habis ketemu sama beberapa anggota inti, terus dia membongkar identitasnya dengan mereka. Kan gawat!

Dan Max hanya mengangguk, dirinya percaya sajalah lagian mana mungkin Deni a.k.a Vion berbohong.
Eumm, iyakan?

...

Brukh!

"Hah! Gila!" monolog Zein dengan tubuh yang sudah terkapar dikasur, karena ia banting.

Tenang guys...
Noee yang satu ini udah tahan banting, jadi aman kok!!
( • ̀ω•́  b

"Zeinoee..." panggil Zein lirih, tanpa sadar air matanya sudah jatuh tepat dipipi putih lmulusnya.

'Gw gak tau ternyata kehidupanmu gini banget yaa Noee? Gw ga nyangka, kalo aja kakek cangkul itu disini...'  batinnya sendu mengingat apa saja yang dia tau tentang Zeinoee—cucu partnernya yang kini bernama Hendrick itu.

Namun setelah itu,...

"Hah! Tapi gw heran deh, kalo transmigrasi di nopel-nopel itu kan dikasih ingatan? Lah ini? Gw yang disuruh ngingat-ngingat sendiri. Babi emang!!" gerutu Zein dengan lesu karena mengantuk, setelah itu dia menuju ke alam mimpi bawah sadarnya.

Yee baru aja semenit yang lalu meratapi nasip, eh sekarang malah merutuki nasip.
Dahlah...

Capek dia gess, aseli!
Taapiiii gw lebih capek slur!!



TBC
...ʕ•ε•ʔ...

The Mysterious ZeinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang