Pagi ini sudah terjadi kegaduhan karena Liel yang terlambat bangun dan berakhir tergesa-gesa hingga akhirnya terjatuh dari tangga. Hal itu sontak membuat Sera dan Gama terkejut hingga langsung menghampiri Liel. Gama segera memapah sang adik untuk duduk di sofa.
"Mana yang sakit?" tanya Gama.
"Lebay deh!"
"Liel, kakaknya nanya serius loh itu. Kakinya sakit, kan? Diurut aja ya? Atau mau ke rumah sakit?"
Liel melotot mendengar ucapan mama yang baginya sangat mengerikan. Liel itu trauma dengan tukang urut! Dia pernah diurut saat kecil karena kakinya terkilir dan saat diurut ia menangis sangat keras hingga sejak itu ia tidak ingin lagi bertemu dengan tukang urut.
"Kaki Liel baik-baik aja ma, nggak perlu ke dokter apalagi ke tukang urut!"
"Awas, Liel mau sekolah!"
Liel menyingkirkan tangan Gama dari kakinya agar ia bisa berdiri. "Liat kan?" ketusnya setelah berdiri dengan sempurna. Ia memang jatuh namun kakinya berhasil diamankan sehingga tidak terjadi pergeseran urat-urat di kakinya.
Sera menghela nafas lega.
"Yaudah, tapi berangkatnya bareng kakak ya. Nggak usah bawa motor dulu, takut kakinya sakit nanti."
"Terus Liel naik apa?!" protesnya cepat. Dia tidak ingin dibonceng oleh kakaknya, bisa diejek habis-habisan oleh temannya nanti.
"Naik mobil mama, kakak yang bawa. Hari ini mama nggak ada kerjaan," ujar Sera.
Liel tidak bisa protes lagi. Dia tidak bisa mengendarai mobil seperti kakaknya, jadi mau tidak mau hari ini ia harus patuh jika ingin sekolah. Jika ia membantah lagi pasti mama tidak akan mengijinkannya sekolah.
...
Selama di perjalanan tidak ada yang membuka pembicaraan hingga tiba di sekolah, sebelum turun dari mobil Liel bicara pada kakaknya.
"Nanti ajarin bawa mobil, ya?"
Gama menatap datar Liel, "Nggak." Tolaknya. Saat diajari naik motor saja Liel seringkali jatuh dan saat sudah lancar malah ugal-ugalan. Jika diajari naik mobil? Gama sudah sangat memikirkan kemungkinan yang akan terjadi.
"Kenapa?!" Tanya Liel kesal.
"Nanti kecelakaan," jawab Gama seadanya.
"Ya makanya diajarin!"
"Nggak."
Gama membuka pintu mobil, saat hendak keluar lagi-lagi Liel berucap asal.
"Yaudah nanti belajar sendiri aja!"
"Coba aja," sahut Gama kemudian keluar dari mobil. Adiknya itu akan belajar sendiri? Tidak mungkin. Liel itu cukup penakut dan juga setahu Gama teman-teman Liel tidak ada juga yang bisa mengendarai mobil dan yang pasti mama tidak akan meminjamkan mobilnya pada adiknya ini.
Liel mengumpat kecil sebelum ikut keluar dari mobil.
...
"Buset! Tumben amat pergi bareng abang lo?"
Liel menatap sinis temannya yang seolah-olah tidak tahu apa-apa. Tio, adalah sahabat Liel dan satu-satunya teman yang dipercaya oleh mama dan kakaknya. Selebihnya teman-temannya hanya dianggap sebagai teman kenal saja walau nyatanya Liel selalu bermain dengan semua temannya, bedanya hanya karena Tio adalah teman sejak Liel masuk paud dan Tio lah yang selalu menjadi tameng saat Liel meminta ijin untuk main keluar.
"Bacot!"
Tio tertawa karena tanggapan dari sahabatnya. Ia hanya mengucapkan kalimat sarkasme karena sebenarnya ia sangat tahu bagaimana sikap keluarga Liel. Walau begitu, Tio tetap saja terus meledek Liel karena menurutnya saat Liel diperlakukan seperti anak kecil, itu sangat lucu. Tio tahu mama dan kakak Liel sangat protektif.
![](https://img.wattpad.com/cover/365761037-288-k541964.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Life of Liel [On Going]
Teen Fiction----- Liel si anak bungsu yang keras kepala dan sulit diatur memiliki Gama, seorang kakak yang sangat protektif dan keras dalam mendidik. Liel sangat tidak suka dengan sikap sang kakak ditambah lagi kedatangan seorang ayah tiri yang membuatnya semak...