°Chapter3

2.4K 149 6
                                    

Liel mendiamkan kakak serta mamanya pagi ini. Ia sedang tidak ingin bicara dengan kedua orang yang tidak memberitahu apa-apa padanya padahal itu mengenai hal yang sangat penting! Hanya Liel yang tidak mengetahui tentang rencana pernikahan mama nya. Bukankah itu keterlaluan? Liel berhak marah pada mereka!

Juga, tentang semalam Liel tidak tahu bagaimana caranya ia sudah berada di tempat tidur pagi ini. Hal yang paling bisa ia pikirkan hanyalah Gama yang menggendongnya.

Sera menghampiri putra bungsunya yang sejak tadi hanya diam. Ia mengelus rambut hitam legam milik Liel hingga atensi Liel teralihkan padanya.

"Masih marah sama mama?" Tanya Sera langsung.

"Kalau Liel tidak suka dengan om Herry, mama akan coba bicarakan dengannya nanti," lanjut Sera.

Liel mengalihkan pandangannya dari Sera. Walau wajah mama nya tidak menunjukkan kesedihan sekarang namun Liel tahu mama nya itu pasti akan sedih jika ia menolak pernikahan mereka. Dia bukan tidak ingin mama nya bahagia, dia hanya takut kalau Herry akan sama seperti papa nya. Bukan hanya soal itu, namun sejak pertemuan kemarin Liel benar-benar tidak nyaman dengan Herry. Pria itu seolah mengintimidasinya. Tapi, bukankah keterlaluan jika ia menolak pernikahan mereka hanya karena alasan yang tidak pasti itu?

"Liel nggak marah sama mama. Nggak perlu batalin juga karena kalau mama bahagia, Liel pasti terima."

"Makasih, sayang"

Sera mengecup sayang pelipis anak bungsunya. Perasaannya menjadi tenang mendengar ucapan hangat dari Liel. Sera sudah memastikan segalanya, ia sudah mengenal Herry bahkan jauh sebelum perceraiannya. Mereka berteman, namun dulu hanya sekedar rekan kerja antara bos dan anak buahnya. Sekarang sudah tahun keempat perceraian dan mereka memutuskan untuk langsung menikah. Ngomong-ngomong, Herry juga pernah menikah namun pria itu bercerai tanpa ada anak dalam pernikahannya. Sera tak pernah menanyakan alasannya.

...

"Kusut amat tuh muka," cibir Tio pada Liel yang sejak masuk kelas hingga kini sudah jamnya istirahat pun masih tetap sama, lesu.

"Sakit lagi?" Tanyanya berakhir khawatir. Tio sudah berpengalaman melihat Liel yang lemas kemudian berakhir pingsan. Tanda-tandanya ya seperti sekarang ini. Malas bicara, lemas, dan pucat.

"Eh, muka lo pucet banget anjir!" Serunya begitu sadar dengan perubahan kulit wajah Liel.

"Berisik."

"Lo kalo sakit bilang dong! Nanti pingsan mendadak gimana?!"

Tio langsung mengutak-atik ponselnya. Ia seperti mengetik sesuatu di sana.

"Gue udah wa kak Gama. Katanya lo suruh ke uks, istirahat sampai jam pulang."

Liel tampak tak menanggapi ucapan sahabatnya itu yang membuat Tio merasa kesal.

"Ayok buruan!"

"Di kelas aja, mager."

"Lah??"

"Gue mau bubur, beliin dong.." ujar Liel lagi.

Tio hampir saja memaki sahabatnya itu namun berhasil ia tahan mengingat Liel anak manja itu sedang tidak enak badan. Tanpa berlama-lama Tio langsung pergi ke kantin untuk membelikan apa yang Liel pinta.

Sepeninggalan Tio, Liel kembali melanjutkan tidurnya berharap sakit kepalanya bisa hilang, namun baru beberapa menit ia terlelap seseorang sudah mendekatinya. Ia pikir Tio sudah kembali, walau begitu Liel tetap tidak mengangkat kepalanya. Elusan di kepala ia rasakan. Sejak kapan Tio bisa bersikap selembut ini padanya?

"Ayo pulang,"

Suara rendah ini bukan milik Tio. Liel kenal dengan suara ini, suaranya mirip dengan milik kakaknya.

Hah?

Liel langsung bangun, mengangkat kepalanya untuk melihat orang yang mengelus kepalanya tadi. Dan ya, benar saja itu ulah kakaknya.

"Panas?" Tanya Gama seraya punggung tangannya berada di kening Liel. "Lumayan," ujarnya lagi yang kemudian tangannya ditepis oleh Liel.

"Ngapain ke sini?" Tanya Liel ketus.

"Jemput adek gue, kata temennya dia lagi sakit."

Liel menendang tulang kering kakaknya yang bicara melantur. Beruntung di kelas nya saat ini tidak ada siapapun sehingga dia tidak perlu menanggung malu.

"Pulang," titah Gama lagi.

"Nggak mau."

"Ya udah ke uks, istirahat di sana sambil nunggu pulang."

"Nggak perlu. Gue masih kuat," ucap Liel bersikeras.

Gama belum juga beranjak pergi. Bahkan anak-anak kelas Liel sudah berdatangan memasuki kelas karena sebentar lagi bell akan berbunyi. Tio pun datang dengan tangannya menenteng bubur untuk Liel.

"Eh, kak Gama mau jemput Liel pulang?" Tanya Tio.

"Anaknya nggak mau. Itu beli apa?" Tanya Gama begitu melihat sterofoam di plastik yang Tio genggam.

"Bubur ayam, Liel tadi yang minta."

"Nggak pake kacang, kan?" Tanya Gama memastikan. Liel itu alergi kacang.

"Aman kak," Tio memang selalu mengingat alergi Liel.

"Buruan sana pergi," usir Liel yang tidak ingin Gama berlama-lama di kelasnya.

Gama itu terkenal sekali di sekolah ini. Selain karena wajah tampannya, juga karena perhatian yang diberikannya pada Liel membuat dirinya semakin disanjung oleh gadis-gadis kelas 10 hingga kelas 12. Bahkan gadis di kelas Liel pun tertarik pada kakaknya! Sayang sekali, Gama belum tertarik dengan hubungan percintaan. Lagi pula, tidak ada gadis di sana yang cocok dengan tipenya.

Gama mengangguk mengerti. "Titip dulu sampai pulang. Nanti gue jemput ke sini," ujarnya. Sebelum pergi, ia mengelus rambut Liel lembut dan tak lupa juga mengingatkan agar Liel menghabiskan buburnya.

Tio memberikan plastik di tangannya pada Liel. Karena sudah kelaparan, Liel tentu langsung mengeksekusi bubur tersebut. Di tengah-tengah acara makannya, Tio tiba-tiba saja bergumam.

"Gila ya,"

"Kenapa?" Liel penasaran.

"Gimana caranya kak Gama bisa seperhatian itu sama lo? Dari lo kecil sampai sekarang nggak berubah anjay!"

Liel berdecak kesal. Lagi-lagi pertanyaan itu yang bahkan dia tidak tahu jawabannya.

"Tanya langsung ke orangnya bego."

"Eits, mulut lo ya. Mau gue laporin ke mama lo, hm?"

"Sialan."

Cara paling ampuh membuat Liel bungkam adalah dengan ancaman mengadukan pada mamanya.

_____________
Tbc>>

Yo guyss, chapter 3 selesai. Pada suka kan ya sama cerita seputar kehidupan Liel ini??

Jangan bosan ya, nanti Liel nggak ada yang nemenin sampai ending wkwk.

Jadwal up 'Aren' hari senin ya kalau 'Liel' hari rabu. Jangan lupa baca 'Nakala' juga ya, nanti bagi yang kepo sama kehidupan Nakala bisa buy pdf nya di wa, ada di bio. Untuk pdf Ardan juga masih bisa di order kok.

Nggak lupa buat selalu minta dukungan kalian di setiap cerita, makasih yang selalu dukung aku, yang selalu nemenin aku dari cerita pertama sampai sekarang ini masih merintis karya juga hehe.

See you next part 👋







Life of Liel [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang