Karena tidak mendapatkan permintaan maaf ataupun bujukan dari papa tirinya. Liel memutuskan untuk tetap marah pada suami mamanya itu. Sejauh ini, belum ada yang mengabaikannya jika dia sedang marah namun dengan mudahnya papa tiri yang menyebalkan itu mengabaikannya dan tidak merasa bersalah sama sekali.
Hei, seorang Gama yang merupakan orang yang paling ditakutinya saja tetap membujuknya saat dia marah. Sedangkan Herry hanyalah pria tua yang baru masuk ke kehidupannya sebagai papa tirinya. Harusnya pria itu memperlakukan nya dengan sangat baik. Ya, walaupun Liel sendiri belum berperilaku baik padanya. Tapi, kan, yang tua yang harus memulai lebih dulu karena mereka adalah contoh. Betul, kan?
Seperti biasanya, kini Liel tengah berangkat ke sekolah bersama dengan kakaknya. Liel merasa tidak ada yang berubah dari kakaknya. Awalnya ia berpikir dua kemungkinan. Satu, Gama yang berubah menjadi tidak protektif padanya dan dua, Gama yang semakin protektif padanya. Ternyata di antara dua kemungkinan itu, tidak ada yang benar. Gama, ya, Gama. Sikapnya akan selalu sama. Dan Liel bersyukur karenanya. Setidaknya kakaknya tidak berada di pihak papa tirinya.
"Kenapa?" tanya Gama, karena sejak tadi Liel yang terus diam namun keningnya berkerut samar. Seperti banyak pikiran saja. Hebatnya lagi, Liel tidak menyahutinya.
"Liel," panggilnya.
"Hah?"
Gama menatap datar sang adik yang seperti orang linglung. Ia kembali fokus menyetir namun mulutnya tetap bicara.
"Mikirin apaan?"
"Nggak ada."
Mendengar jawaban Liel, bukannya marah Gama malah mengabaikannya. Jika jawaban Liel sudah seperti ini, itu artinya anak itu memikirkan hal yang tidak penting bagi Gama. Jadi, Gama tidak perlu bertanya lebih lanjut.
Mereka tiba di sekolah tepat waktu. Liel langsung keluar dari mobil dan meninggalkan parkiran tanpa berpamitan pada kakaknya.
Gama yang melihat kelakuan sang adik hanya bisa menghela nafas panjang. Jika Liel seperti ini, itu berarti mood-nya sedang tidak baik. Jika Gama tidak salah, ini pasti karena papa tiri mereka. Gama tidak bisa mewakili Herry untuk membujuknya, karena itu tidak akan mempan. Jadi, Gama hanya bisa membiarkan tingkah lakunya saat ini selagi Liel tidak melanggar aturan.
...
Liel menghampiri Tio yang sedang bermain game di kursinya. Karena sedang fokus pada game di ponselnya, Tio tidak menyadari Liel yang sudah duduk dengan ekspresi wajah yang masam.
Setelah menyelesaikan permainan, Tio akhirnya sadar dengan kehadiran Liel.
"Lah? Kapan nyampe?"
"Barusan."
Tio mendengus malas melihat ekspresi Liel. Liel tanpa drama keluarga di pagi hari sepertinya mustahil.
"Kak Gama lagi?" tanya Tio.
"Bukan. Si Herry," ujar Liel setengah hati.
"Kenapa tuh?" tiba-tiba Tio menjadi bersemangat. Dia cukup penasaran dengan papa baru Liel. Menurutnya, sikap Herry dan Gama tidak jauh berbeda, sehingga kemungkinan besar kebebasan Liel akan semakin sulit.
"Masa dia nggak mau minta maaf ke gue. Mana mukanya nggak ada rasa bersalah sama sekali!"
"Hah?"
"Padahal gue nungguin tu orang minta maaf, soalnya udah buat gue kesel," lanjut Liel dengan raut wajah yang semakin buruk.
Sebentar, sebentar. Jadi, yang membuat mood Liel buruk pagi ini hanya karena papa tirinya yang tidak ingin minta maaf? Wtf! Tio pikir setidaknya Liel habis dikurung atau dirantai.
"Begitu doang masalahnya?" tanyanya tak habis pikir dan Liel mengangguk polos.
"Nyesel gue dengernya, anjir!"
"Kenapa??"
Mendengar pertanyaan Liel membuat Tio semakin frustasi. Bertanya-tanya mengapa Liel bisa menjadi manusia lemot seperti ini. Tio memegang kedua bahu Liel agar anak itu bisa menatapnya serius.
"Denger nih ya. Pertama, lo bukan anak kecil. Kedua, lo itu anak laki. Ketiga, bokap lo kayaknya nggak salah. Keempat, kemungkinan besar lo yang salah."
"..."
"Nggak asik lo! Kenapa jadi gue yang salah?!"
"Ya, lo nya drama banget anjir!"
"Mana ada! Lo kira gue main sinetron!"
"Tuh tau! Nggak ada ya, lakik ngambekan kayak lo!"
"Sok tau!"
Liel tidak terima ya dengan ucapan Tio. Menurutnya, pasti ada banyak anak laki-laki yang sepertinya juga di luaran sana. Tio saja yang kurang update. Liel menatap sinis Tio sebelum berdiri kemudian berjalan keluar kelas. Sontak Tio melotot melihat kelakuannya.
"Eh, mau ke mana lo?!"
"Bolos!"
"Kakak lo gimana woy?!"
Liel sudah menghilang dari balik pintu. Tio ingin ikut, tapi jam pertama adalah guru matematika. Jika dia bolos, habis sudah absensinya. Belum lagi tugas yang diberikan akan penuh dengan rumus angka. Nanti saja dia menyusul Liel. Semoga saja tidak keduluan oleh Gama.
___________
Tbc>>Haloo semuaa..
Lama banget gak sihh nunggunya?? Aku minta maaf yaa karena suka php in kalian. Ini di luar dari kehendak aku soalnya. Selain karena kena writer block, hp aku juga bermasalah. Do'ain semoga kebeli hp baru yaa, wkwk.
Kemarin aku janjiin up bulan depan, tapi ternyata hp nya udah bisa lagi sekarang jadi aku bisa nulis lagi. Semoga nggak rusak lagi ya, aamiin.
Makasih yang selalu stay di akun ku. Yang selalu support semua karya ku, terkhusus Liel dan Kavan yang on going. Luv yang banyak buat kalian^^
See you next part 👋
KAMU SEDANG MEMBACA
Life of Liel [On Going]
Novela Juvenil----- Liel si anak bungsu yang keras kepala dan sulit diatur memiliki Gama, seorang kakak yang sangat protektif dan keras dalam mendidik. Liel sangat tidak suka dengan sikap sang kakak ditambah lagi kedatangan seorang ayah tiri yang membuatnya semak...