°Chapter7

2.9K 177 5
                                    

Setelah kepulangan Herry, Liel baru bisa bernafas lega. Walau pria itu membawa mama nya untuk kerjaan setidaknya pria itu hilang dari pandangannya sekarang walau pada akhirnya nanti mereka akan tinggal serumah. Liel akan mencari cara agar tidak serumah dengan pria angkuh yang sialnya adalah calon ayahnya. Iya, baginya Herry itu terlihat angkuh, egois, dan sangat mengintimidasi. Ia sudah berkali-kali diintimidasi olehnya. Malam ini Liel berencana untuk membicarakan perihal Herry pada kakaknya sehingga karena itulah dia berada di kamar Gama sekarang.

"Buruan tidur," titah Gama. Sejak tadi adiknya ini tidak mau menutup mata. Dia tidak ingin anak nakal itu sakit lagi karena begadang.

"Baru jam 10," elaknya.

"..."

"Mama bisa cari orang lain aja nggak ya? Asal jangan sama si Herry itu," ujarnya tiba-tiba.

Gama sudah bisa menebak alasan mengapa adiknya berkata seperti itu. Dia tahu Liel tidak suka dengan kehadiran Herry, calon ayah mereka. Gama juga tahu Liel merasa diintimidasi oleh calon ayah mereka namun Gama tidak mempermasalahkan itu. Kenapa? Tentu karena dia suka melihat adiknya terintimidasi. Bukan untuk merendahkan namun dia hanya ingin Liel menjadi bisa diatur dan ditekan tanpa berontak.

Selama ini dia masih membebaskan Liel karena tidak ingin adiknya itu menjadi pembangkang karena Liel itu semakin dikeraskan semakin memberontak. Gama hanya membatasi gerak-geriknya dan mengawasi dari jauh. Selagi Liel tidak berbuat sesuatu yang berlebihan, dia tidak akan menyeretnya. Namun belakangan ini Liel menjadi lebih penasaran dengan suatu hal dan anak itu mulai suka berbohong hanya untuk pergi main dengan temannya yang tak jelas asal usulnya. Sejauh ini Liel hanya memiliki Tio sebagai teman paling dekatnya dan teman sekolah sebagai kenalannya. Namun yang di luar sekolah, Gama tidak mengetahui siapa mereka. Mereka memang hanya nongkrong seperti remaja biasanya, namun terlalu mencurigakan jika adiknya berani berbohong untuk itu.

Dengan adanya Herry, Gama jadi memiliki seseorang yang bisa mengerti tujuannya. Dan sepertinya mereka memiliki kesamaan dan itu menguntungkan baginya.

"Kenapa?" Tanya Gama menanggapi agar Liel tidak rewel.

"Orangnya angkuh, egois, terus arogan. Nggak cocok sama mama. Mending cari yang lain, ya kan?"

"Nggak."

"Kenapa?!" Kesalnya.

"Mereka cocok."

Sepertinya Liel salah orang dijadikan tempat cerita. Dia lupa kalau mereka tidak pernah sama dalam berpikir. Jika Liel berkata 'ya' maka Gama 'tidak'.

"Mau ke mana?" Tanya Gama begitu Liel beranjak dari tempat tidurnya.

"Ke kamar, di sini nggak asik!" Jawab Liel yang sudah berjalan ke arah pintu dan hendak membuka kusen namun pintunya terkunci. Liel berbalik menatap kakaknya.

"Kunci?"

Gama memang sengaja mengunci pintu dan menyimpan kuncinya karena dia sudah menebak hal ini akan terjadi. Liel selalu menghampiri kamarnya untuk tidur namun anak itu akan tiba-tiba saja berubah pikiran dan ingin keluar sehingga ia sering sekali menguncinya.

"Nggak ada."

"..."

Liel berdecak kesal kemudian kembali ke tempat tidur dengan raut wajah yang tidak bersahabat. Ia menarik selimut tebal untuk menutupi seluruh tubuhnya sehingga kakaknya hanya kebagian sedikit.

Gama tersenyum tipis. Gemas melihat kelakuan adiknya. Ia menunggu beberapa menit hingga saat dirasa Liel sudah terlelap ia memperbaiki selimut tebalnya agar Liel tidak sesak napas. Tak lupa juga Gama mengatur ac ke suhu yang lumayan tinggi sehingga kamar menjadi lebih hangat mengingat suhu di luar rumah lumayan dingin karena malam ini angin lumayan kencang. Sepertinya malam nanti akan hujan, jadi Gama sudah antisipasi lebih awal.

Setelah mengatur semuanya dengan baik, terakhir Gama mematikan lampu tidur yang berada di nakas di sisinya. Baru setelah itu Gama bisa menutup matanya.

...

Gama terbangun di tengah malam saat merasakan seseorang di sisinya gelisah. Sesuai dugaan sekarang turun hujan yang cukup deras dan ia sudah mengatur semuanya dengan baik. Suhu kamar tetap hangat namun ia tidak tahu alasan Liel gelisah sekarang ini.

Gama meletakkan tangannya di kening Liel untuk mengecek suhunya namun hasilnya normal. Ia kembali menyalakan lampu di nakas.

"Hei, Liel.." panggilnya lembut.

"Mama~"

Liel mengigau. Mungkin anak itu belakangan ini selalu memikirkan mamanya. Sera juga sedang lembur bersama Herry dan baru bisa kembali besok pagi.

"Ssttt, Lielo.. tenang," bisik Gama.

Perlahan Liel mulai tenang. Keringat sebiji jagung sudah menghiasi pelipisnya. Gama dengan sigap mengusapnya dengan tissue.

"Pa-pa"

Tangannya terhenti begitu mendengar kata yang diucapkan adiknya sebelum anak itu benar-benar terlelap kembali. Liel bukan memanggil Herry, dia memanggil ayahnya, ayah kandung mereka.



_______________
Tbc>>

Haloo, Liel up lagi nih!

Tenang, ini sama sekali belum masuk konflik ya, masih jauh itu mah. Btw, menurut kalian gimana Gama sejauh ini??

Nggak pernah lupa, Makasih untuk semua dukungan kalian. Tanpa vote dan komennya kalian, cerita ini nggak ada apa-apa nya. Dukung aku terus yaa, maksa dikit hehe.

See you next part 👋






Life of Liel [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang