10. Petaka?

20 4 0
                                    

"Heol! Iya juga sih." Jeje menanggapi dengan gaya oppa Korea tapi jamet-nya.

"Makanya pusing gue. Gue juga kayaknya nggak cocok jadi suami, apalagi jadi bapak. Nggak bakalan pernah bisa."

"Lo kan belum nyoba."

"Gue tahu siapa diri gue, Je. Dengan orangtua macam Jerry sama Regina, apa sih yang lo harapkan?"

"Wah, lo jangan ngomong gitu. Gimanapun juga orangtua lo itu mereka."

"Lo yang ortunya harmonis ga akan relate."

"Lho, ortu lo kan juga harmonis?"

"Halah kayak nggak tau aja akting mereka. Gue tuh heran ya buat apa mereka sama-sama kalau sebenarnya nggak saling cinta?"

"Kenapa lo heran? Mereka masih sama-sama ya karena mereka mendapatkan keuntungan dari kebersamaan mereka. Ayah lo, dapat dukungan dana dan bisa melaju dalam dunia politik, sementara nyokap lo, bisa terus mendapatkan pandangan sebagai keluarga yang baik, dan hal itu cukup penting dalam keberlangsungan bisnis kan?"

"Iya juga sih, dan ironisnya, gue akan melakukan hal yang sama. Gue bahkan nggak percaya bisa nikah sama Hannah dan hidup bersama dia dalam jangka waktu lama sampai gue atau dia mati duluan. Dan well ya...." Chandra menghela napas. "I don't have any idea, about child. Gimana kalau gue punya anak, apa yang bakalan gue lakukan untuk mereka. Gimana mendidik mereka dan membuat mereka jadi manusia yang nggak cuma menuh-menuhin dunia. Gue nggak ngerasa orang yang baik, tapi gue nggak mau membawa satu manusia lagi ke dunia dan gagal membuat satu manusia itu jadi seseorang yang lebih baik dari gue. Bukan cuma masalah gimana gue membentuk kepribadian dia, tapi gue khawatir, gue nggak bisa bikin anak gue nanti bahagia, atau merasa senang karena dia adalah anak gue. Gue takut pada akhirnya, anak gue akan merasakan hal yang sama dengan gue."

"Ya kalau gitu, lo harus bersikap baik sama Hannah. Kalau lo baik sama ibu tuh anak, gue rasa everything will be oke."

"Oh, jelas nggak semudah itu, Je. Lo tahu bagaimana brengseknya gue dan Hannah adalah tipical wanita independen yang suka mengatur. Gue akan semakin brutal saat Hannah berusaha mengatur gue dan membuat gue serasa hamba sahaya bagi dia dan dia act like queen. Gue nggak bilang sifat Hannah itu buruk, tapi jelas dia dan gue sama sekali nggak klop."

"Emang, lo pengen istri yang kayak apa?"

"Nggak tahu. Nggak pengen punya istri sih sebenarnya. Hidup kaya sekarang aja cukup."

"Tapi kalau lo nggak punya istri, nanti kalau lo tua dan mati, harta benda lo mau dikasihin ke siapa?"

"Ngh...."

"Bingung kan lo?" Jeje mengambil lighter dan menyalakan rokok. "Ya udah makanya nikah aja lah, ga usah mikir gimana-gimana. Soal anak, soal istri, ya nanti pasti bisa mengikuti."

"Gimana kalau ternyata tetep nggak bisa? Gue jadi bapak? Kayanya bener-bener hal yang aneh."

"Chan, yang perlu lo lakuin sekarang adalah ngikutin aja mau Nenek lo, hal lainnya nggak usah lo pikirin."

"Nggak tahu lah!" Chandra mengedik, merasa sangat lelah seolah ada beban baru saja diletakkan di pundaknya.

"Ah, gue punya ide, gimana kalau lo nyoba tinggal bareng cewek, ya terserah lo deh, koleksi cewek lo banyak. Ambil aja satu yang paling lo demen, tinggal bareng sama dia, terus ya lo bisa sekalian belajar gimana hidup bersama wanita yang sama dalam jangka waktu panjang."

"Ogah ah! Ribet! Mereka pasti koar-koar ke medsos lah, terus nanti gue putusin baper kemana-mana, gue lagi ntar kena omelan Nenek gue."

"Ya pilih yang nggak ribet dong! Jelasin dari awal kalau lo cuma butuh latihan tinggal bareng aja."

Deep in to Sugar Venom Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang