5. Praduga

26 7 0
                                    

"Bos? Gwenchana?" Suara Ben membuat Chandra kembali ke realita.

"Ya udah deh, atur-atur aja, nanti gue tinggal datang."

"Jadi, Bos mau dijodohin akhirnya?"

"...." Chandra terdiam. Menikah bukan pilihan baginya, tidak ada opsi menolak, dia hanya bisa mengikuti kehedak Connie neneknya, atau, hidup sebagai gelandangan dengan aset yang diserahkan seluruhnya pada Dante. Membayangkan Dante menguasi seluruh warisan membuat Chandra bergidik. No way! Sampai matipun dia tidak akan pernah membiarkan Dante menguasai perusahaan dan warisan. Jadi, keputusan menikah harus dia ambil, meski dia merasa pernikahan adalah hal buruk di dunia.

"Lihat nanti aja. Udah, gue mau tidur lagi, mata gue masih sepet!"

"Oke deh Bos. Tapi ngomong-ngomong, ini Nyonya Connie mau ke Jepang katanya nanti sore, terus ngajakin Bos juga."

"Bilang aja gue nggak ikut. Lagi encok."

"Hah encok? Jinjja?" Ben terdengar kaget dengan apa yang Chandra katakan. "Emang abis ngapain Bos? Semalam kayaknya baik-baik saja, kenapa tiba-tiba encok, makanya Bos, jangan kebanyakan ngo...."

"Heh! Jaga ya lambe lo yah! Atau gue potong gaji lo! Mau?!" Chandra menyahuti Ben dengan galak, sebelum sekretarisnya itu meneruskan ucapannya.

"Wah, ampun Bos! Maksud aku tuh ngopi, Bos!" Ben berkilah saat Chandra menegurnya karena hendak mengatakan sebuah kata yang mengandung genre 21 ke atas yang tidak patut.

Chandra mendecih dan menutup telpon begitu saja karena terlalu malas menanggapi apapun yang Ben katakan. Usai bicara dengan Ben, Chandra baru menyadari dirinya masih dalam kondisi nirbusana. Kepalanya mendadak berdenyut pening, sisa mabuk semalam dan membuatnya ingin kembali berbaring, tapi, dia lalu menyadari bahwa tidak ada siapapun di sebelahnya. Chandra menyibak selimut, berharap gadis yang semalam bersamanya ada di sana, meski jelas, tidak ada siapa-siapa di ranjang yang dihuninya.

Gadis itu sudah pergi meninggalkannya, hanya bercak merah di seprei yang tersisa, tanda bahwa Chandra adalah orang pertama yang merenggut kesuciannya. Kening Chandra mengerut. Ini adalah kali pertama dia ditinggalkan, biasanya wanita yang menghabiskan malam bersamanya, masih berada di ranjang yang sama dengannya, dan bahkan berharap mengulang kembali gelora renjana dengannya tapi Chandra selalu menjadi orang yang lebih dulu meninggalkan, tapi hari ini, dia ditinggalkan.

Perasaan sepi dan senyap melingkupinya dan Chandra membenci hal ini. Dia beranjak dari ranjang, mengambil pants yang tertinggal di lantai. Dingin terasa mengecup kakinya saat dia melangkah, ke kamar mandi, tidak ada siapapun di sana, gadis yang bersamanya semalam benar-benar meninggalkannya tanpa pesan dan untuk kali pertama Chandra merasa harga dirinya terusik. Berani-beraninya gadis itu meninggalkannya begitu saja. Chandra mengusak wajahnya dengan geram, lalu dia baru tersadar bahwa kamar yang dihuninya ini terlampau sempit untuk kamar berlabel Presiden Suit. Dia menyadari bahwa dia masuk ke kamar yang salah dan itu berarti, gadis itu sama sekali tidak menyelinap ke kamarnya dan hendak menggodanya. Dia yang masuk ke kamar gadis itu dan melakukan pelecehan seksual.

"Sialan!" Chandra berkata pada dirinya sendiri. Semua ini akan menjadi rumit jika gadis itu bicara pada khalayak ramai. Dia mengambil ponselnya dan menelpon Ben, gadis itu harus dibungkam secepatnya.

"Ya, Bos?"

"Lo tahu cewek yang nerima tamu semalam? Yang mukanya kayak anak SMA?"

"Waduh, yang mana Bos?"

"Goblok banget sih! Masa gitu aja nggak tahu!"

"Yah, gimana dong, tugasku kan nggak cuma melototin cewek-cewek penerima tamu!"

Deep in to Sugar Venom Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang