♬//Dia sepi di sini, tak seperti yang lain. Walau sudah takdirnya, namun dia tetap tersenyum. Bahagialah bila, kau masih punya mimpi. Hidup hanya sekali, berikanlah yang terbaik. Merindukan purnama.// ♬
Bintang tertegun mendengar suara lelaki asing di hadapannya saat ini. Padahal Bintang hanya ingin mendengar sedikit, tetapi tampaknya sosok yang bernama Gabriel ini teramat menghayati lagu berjudul Cinta Satukan Kita milik Judika yang sedang ia bawakan.
Radit sibuk mengunyah jeruk keprok di balik meja bar sembari menyimak nyanyian Gabriel diiringi musik instrumen yang berasal dari audio.
"Ngunyah teross," sindir Ayu setengah berbisik sembari mengambil sebuah jeruk keprok dari pelastik hitam di depan Radit.
"Mun rek menta, mah, ngomong weh (kalau mau minta, tuh, ngomong aja)," gerutu Radit sembari mendelik. Setengah kilo jeruk keprok yang dibelinya barusan dari tukang buah keliling kini berkurang satu. Ia ikhlas, tenang saja.
"Kalau kata Dimas, mah, oke Pak Bos. Diganti aja, lah, yang biasanya manggung, paling tinggal cari orang yang bisa main alat musik."
Mendengar komentar karyawan-karyawannya barusan membuat Bintang mengangguk kecil. Gabriel memang memiliki ciri khas pada suaranya. Secara penampilan juga ia cukup mendukung untuk Petrichore yang memiliki konsep fresh dan anak muda banget. Seusai bernyanyi, Gabriel diminta untuk menghadap Bintang di ruangan pribadinya tepatnya di back office.
"Jadi, kamu bisa isi panggungnya Petrichore malem ini?" tanya Bintang serius setelah mempersilakan Gabriel duduk.
Sosok Gabriel mengangguk dengan antusias. "Bisa. Justru saya sangat berharap bisa diterima, karena saat ini saya juga sedang membutuhkan tambahan pendapatan."
Bintang tersenyum tipis. "Kalau seterusnya manggung, bisa?"
Kedua mata Gabriel memancarkan pengharapan, ekspresi wajahnya teramat bahagia. "Bisa banget, Kak, eh Pak," jawabnya teramat antusias hingga terbata-bata.
"Oke, El. Ah, by the way saya yang punya Petrichore, panggil aja Bintang. Nggak perlu formal-formal amat juga nggak masalah. Di sini kita komit buat saling menghargai dan profesional aja, di luar itu bebas. Saya ke karyawan yang lain juga gitu, kok. Belum bapak-bapak juga. Kita juga nggak jauh kayanya," oceh Bintang seolah tak terima bahwa usianya sudah melewati kepala dua yang mendekati kepala tiga.
"Ah, kalau Bang Bintang, boleh?" tanya Gabriel yang kemudian diberi anggukan setuju oleh Bintang.
"Kamu nggak ada temen buat manggung nanti? Soalnya yang isi band hari ini dari temen Nana, btw dia adekku. Nanti dia bakal ke sini bawa temen-temennya itu."
Gabriel merenung sejenak, beberapa detik kemudian ia kembali menatap Bintang. "Coba saya pikirkan dulu ya, entah mau atau tidak."
Bintang mengangguk, setelah mendiskusikan fee yang diberikan, ia memberi instruksi pada Gabriel agar bersiap-siap di depan sembari menunggu Nana tiba di Petrichore.
Sementara tak lama dari itu, sosoknya sendiri berpindah dari gedung Petrichore ke sebuah bangunan lain hasil karyanya yang berdiri berdampingan. Jelas, kontras terdapat perbedaan konsep dan fungsi. Sebuah toko bunga yang teramat estetik milik Juna Nam, seorang kenalannya yang sempat meminta renovasi terhadap bangunan tersebut untuk kepentingan bisnis.
"Loh, tumben ke sini?" tanya seorang wanita cantik menyambut Bintang di balik pintu masuk.
"Nggak apa-apa, lagi bosen aja. Perlu udara yang beda," jawab Bintang. "Juna nggak ada?"
Wanita cantik itu menggeleng kecil dari kursi rodanya. Namanya Arunika, bekerja di toko bunga Concordia milik Juna, sesekali juga Aruni datang ke Petrichore untuk membantu Bintang mengurusi bunga di café jika Juna tak sempat. "Nggak ada, lagi ke luar. Kenapa? Ada tanaman yang layu di Petrichore? Apa lagi butuh buket baru?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Magic Shop | Part of Purple Universe Project
RomancePurple Universe Project | BTS Jhope Part . Bintang, seorang Sarjana Arsitektur yang bekerja di sebuah perusahaan properti milik keluarga. Kesukaannya pada hidangan penutup yang manis-setelah berguru pada pengalaman hobi berkuliner dan rajin mengikut...