𝐇𝐚𝐫𝐢 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐀𝐧𝐞𝐡

27 3 11
                                    

Bintang tersenyum tipis di ambang depan pintu kaca setelah mengantar dua orang klien meninggalkan ruang kerjanya di lantai dua kantor sang kakek yang masih terbaring di rumah sakit. Yakin tamunya pergi, ia kembali ke meja. Berdiri di salah satu sisi sembari membereskan berkas-berkas seusai konsultasi gambar. 

Proyek terbarunya kini berada di daerah Kabupaten Bandung Barat, tepatnya sebelum Kota Baru Parahyangan. 

Satu wilayah dengan hamparan tanah berizin sudah selesai dilakukan sertifikasi, setelah ia dan tim lapangan melakukan pengukuran dan diprosesnya pembuatan site plan perumahan dengan jumlah kavling berskala kecil ditambah empat ruko di bagian depan. 

Kliennya menginginkan Bintang sebagai penanggung jawab utama proyek ini, salah satu alasannya yaitu karena sang investor permodalan dalam perusahaan tersebut katanya cukup pemilih. Perusahaan sang kakek yang cukup ternama di wilayahnyalah yang dipilih.

Kini Bintang tampaknya tidak bisa selalu berdiam diri di Petrichore. Buktinya setelah ini ia melanjutkan meeting-nya dengan tim internal. Ia bahkan memilih sendiri orang-orang di bawahnya demi kenyamanan koordinasi dalam proyek panjang ini. Karena nyatanya, meski kini hanya beberapa kavling perumahan yang akan digarap, menurut informasi dari sang klien ternyata proyek ini akan terjadi pelebaran mengingat pertanahan di sana masihlah sangat berpotensi untuk pembangunan.

Ia pergi ke ruang rapat, di mana satu-persatu dari timnya mulai bekerja bergantian. Mulai dari pembuatan Rencana Anggaran Biaya atau biasa mereka singkat RAB, kemudian dari penunjukkan tim konstruksi dan pengawas lapangan, lalu bagian pemesanan material dan banyak lagi.

Setelah yakin, Bintang memberi instruksi pada pelaksana agar semua bisa dibuat berkas-berkas rencana kerja agar bisa segera terlaksana di kemudian hari. 

Detik jam menunjukkan pukul setengah sepuluh malam dan mereka membubarkan diri setelah kalimat penutup dari Bintang. 

Melihat notifikasi Nana membuat ia membalas singkat bahwa ia akan ke rumah sakit membawa beberapa barang pesanan Mama sekitaran pukul 10 setelah kesepakatan, karena bagaimanapun ia harus ke Petrichore meski sebentar.

Ia melepas kacamatanya, mengemasi barang-barang termasuk perangkat kerjanya untuk dibawa. Setelah mengenakan jaket, ia bergegas turun ke halaman di mana mobilnya terparkir. 

Setelah mesin mobilnya menyala, ia mengingat sekilas tentang bagaimana Jeje hari ini. Tampaknya ia sedikit terganggu soal Gabriel.

"Sudahlah, tidak penting juga. Mungkin mereka memang suka berbincang perihal mille crepes. Jeje suka makanan manis buatan El itu, kan?" gumam Bintang. Ia terus melaju tanpa hambatan. Bandung hari ini tidak macet.

Di persimpangan lampu merah ia menyempatkan diri untuk mengirimi Jeje beberapa pesan singkat. Ia meninggalkan wanita itu setelah menerimanya untuk bekerja freelance di cafe. Alasannya karena Bintang bergegas pamit pergi ke kantor kakek untuk bertemu kliennya yang menelepon secara mendadak.

Jeje : [nggak usah kak, serius aku bisa pulang sendiri, lagian kontrakan ku juga sekitaran sini, jadi gampang tinggal pesan ojol aja] 

Begitulah kiranya pesan terakhir dari Jeje saat Bintang memberikan tawaran untuk mengantarnya pulang. Meski begitu, Bintang tetap akan mengantar Jeje pulang. Itulah alasan kenapa Hyundai Cretanya tetap melaju ke arah tujuan awal sebelum ke rumah kemudian ke rumah sakit.

Sayang, waktu tak bisa diputar kembali. Tampaknya ia kesiangan meski langit menunjukkan gelapnya malam. Apakah sinar seorang Bintang meredup malam ini?

Sepasang netranya mendapati Jeje dan Gabriel pergi dengan motornya. 

"Ah, jadi Gabriel ojolnya." Bintang tertawa kecil. Ia sempat bertanya-tanya ke mana kiranya mereka akan pergi? Namun mengingat ia kenal bagaimana El, maka ia percayakan Jeje akan selamat sampai di tempatnya.

The Magic Shop | Part of Purple Universe ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang