𝐒𝐮𝐦𝐛𝐞𝐫 𝐁𝐚𝐡𝐚𝐠𝐢𝐚

20 4 16
                                    

Ribuan bintang di semesta tak begitu saja membuatnya memilih dengan mudah

Baginya, satu-satunya yang paling terang hanyalah  satu sosok bintang yang selalu berotasi di sekitar dirinya setiap detik tanpa lelah  dan dialah seharusnya rumah baginya

Bintang sibuk.

Lebih tepatnya menyibukkan dirinya sendiri setelah kejadian kemarin. 

Lebih tepatnya lagi menjadi sibuk setelah acara Mas Samudera--seorang investor di Petrichore dan juga kenalannya beberapa bulan belakangan. Mas Samudera merupakan seorang kakak dari Ranu, gitaris akustik yang kini menjadi partner kerja Gabriel saat jadwal manggung. 

Ranu memang memiliki kekurangan dalam berbicara, namun melihat keterampilannya membuat Bintang merasa bahwa ia pantas untuk mengisi panggung Petrichore. Pun, kehadiran Gabriel dan Ranu tampaknya membuat Petrichore ramai. 

Bintang bisa melihat itu. 

Antara lain sosok yang rutin berkunjung ke kafenya termasuk seorang penyanyi yang cukup dikenal bernama Rhea. 

Kembali ke topik masalah, ya, ia sibuk.

Kemarin setelah acara pernikahan Mas Samudera, Jeje meminta Bintang untuk membawanya pergi dari sana. Bintang bisa melihat bahwa Jeje sempat menangis, entah kenapa. Mungkin terlalu lancang jika bertanya. Ia berharap Jeje mau bercerita dengan sendirinya.

Mereka pergi ke Lembang, tepatnya ke Hutan Menyala Mycelia atas pemikiran spontan Bintang. Alasan lainnya pun karena sudah malam, entah tempat seperti apa yang bisa membuat Jeje tenang dan kembali tersenyum tanpa perlu berkunjung ke tempat ramai seperti mall atau cafe.

Satu hal pasti, kejadian kemarin rasanya bagaikan berada di negeri dongeng pun didukung dengan suasana tempatnya yang begitu magis. Apa mantra sihir yang bisa membuat Bintang merasakan bahwa ada seorang peri di sana?

"Aku  pasti sudah gila," gerutu Bintang sembari terus membuat desain gambar kerja bangunan di laptopnya.

Bahkan saking magisnya tempat itu, harapan Bintang jadi kenyataan. Jeje menceritakan semua kegundahan padanya tanpa ragu. 

Bagaimana ia membenci orang tuanya.

Ia ingat soal kebenciannya pada sang ayah.

Pun ia yang katanya dijodohkan.

Ia ingat bagaimana gigihnya Nana mencarikan jodoh untuknya.

Bintang sejenak menghentikan gerak mouse di tangan dengan kening yang mengkerut. "Sial, kebetulan macam apa ini?"

Kembali mengingat soal kata-kata bijak kemarin yang dilontarkan pada Jeje membuat ia bergidik sendiri. "Sok iye banget deh, Bintang," gumamnya kemudian menyesap secangkir latte panas yang baru saja diantar Ayu."

"Di bawah lagi rame serving, jadi saya yang antar, nih, Pak. Double job ya, bonus," sindir Ayu.

Bintang mendongak dari kursinya. "Bonus apa?"

"Ya bonus fee double job?? Apa lagi?"

"Boleh, tapi kamu double jobnya setiap hari. Mau?"

Ayu merengut kesal pada sang atasan yang sebenarnya dirinya tahu bahwa Bintang sedang banyak pikiran. Kursi di pojok atas dekat jendela adalah jawabannya. "Boleh duduk, Pak?"

"Kenapa?" Bintang mengernyit namun belum pula dipersilakan Ayu sudah duduk di hadapannya.

"Muka Bapak kaya baju yang belom disetrika, deh. Kusut."

The Magic Shop | Part of Purple Universe ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang