021. Is it over now?

376 36 5
                                    

Esokkan harinya setelah melewati UTS hari pertama, Naya dari awal memang berniat untuk menghampiri Jendral untuk mengajaknya berbicara. Namun setelah mengitari gedung fakultas seni beberapa kali, ia tidak melihat batang hidung Jendral sama sekali. Naya menggeretakkan giginya. Kemana lagi ia harus mencari laki-laki itu? Hingga sebuah ide muncul dalam benak Naya.

"Gue cari di lapangan basket."

Naya memasuki area lapangan basket sambil berlari kecil. Butuh beberapa detik untuknya mencari keberadaan Jendral di ruangan besar itu meskipun disana sedang sepi.

"Jendral!" Naya memanggil laki-laki itu. Namun seolah-olah telinganya ditutup oleh setan, Jendral tidak menyahut panggilan dari Naya. Ia hanya melanjutkan dribbling dan melempar bola basket itu berkali-kali masuk ke dalam ring.

"Gue mau ngomong sebentar sama lo," ucap Naya masih tak mau menyerah. Masih tak ada sahutan apapun dari Jendral, makanya Naya mendecak pelan dan menghampiri Jendral yang sedang fokus bermain basket.

"Jen–" Tangan Naya ditepis oleh Jendral ketika Naya berusaha untuk meraih lengan laki-laki itu.

"S-sorry, gue ganggu." Naya menunduk, merasa bersalah.

"Kalau lo udah tahu, ngapain masih disini?" tanya Jendral tidak menatap Naya, ia masih sibuk dengan bola basket nya.

"Gue mau ngomong sebentar sama lo, Jen. Mau, ya?" tanya Naya berusaha membujuk laki-laki itu. Namun lagi-lagi, Jendral tidak menyahuti Naya. Belum menyerah, Naya berusaha untuk membujuk Jendral lagi.

"Jen, sebentar doang–"

"Gua gak mau. Lo gak ngerti apa maksud gua?" tegas Jendral. Kali ini Naya sungguh dibuat kaget oleh perubahan sifat Jendral yang sangat cepat. Merasa muak disana, akhirnya Jendral berjalan ke tepi lapangan, menghampiri tas dan handuk nya berada. Lalu ia bersigap meninggalkan Naya disana begitu saja.

"Wait, Jendral!" Naya menahan lengan Jendral. Membuat langkah laki-laki itu terhenti, ia masih tak mengerti kenapa Jendral jadi begini sekarang.

"Lo kenapa sih?? Kalau emang lo marah sama gue, tujuan gue disini untuk minta maaf. Tapi ngeliat sifat lo yang terlalu berubah gini jadi mengurungkan niat gue untuk minta maaf ke lo, Jen."

"Iya, gua berubah banyak karena lo, Nay." Jendral menoleh kepada Naya. Ia menatap Naya yang tingginya hanya sebatas dadanya dengan tatapan tajam.

Naya terdiam. Bahunya bergetar dengan hebat. Pandangannya buram karena bendungan air mata.

"LO YANG SALAH, JENDRAL!" pekik Naya. Sekuat apapun ia menahan air mata itu untuk tidak turun, pasti akan mengalir dengan sendirinya.

"Gue udah melakukan semuanya agar lo mau maafin gue! Lo tahu, gue harus menolak dia karena gue lebih mau bersama lo! Tapi lo terlalu egois untuk gue," jelas Naya dengan suara yang bergema diseluruh lapangan itu.

"Gak ada yang menyuruh lo untuk menolak dia, kan, Nay," jeda Jendral, ia mengalihkan pandangannya karena tidak sanggup menatap Naya yang sedang menangis. "Gua gak pernah memaksakan perasaan lo. Kalau emang lo lebih mau sama dia, ya udah, silakan. Tapi kalau lo mau kembali ke gua, mending lo renungi dulu apa yang kemarin lo katakan kepada gua."

Angrybao || ENGAGEMENT RINGS {End}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang