HAIII
KALIAN ASALL MANA NII?
KALAU AKU MEDAN, ada yg sama??
Sebelum membaca, lebih baik
follow akun aku dulu.Jangan jadi pembaca gelap, pencet bintangnya dan jangan lupa ramein dengan komen-komenn.
selamat membaca pren
02. Kehilangan lagi.
Senyuman manis itu masih terlihat di wajah Ardan, ia sudah dekat dengan gang rumahnya, Ardan tak sabar ingin memberi tahu neneknya, jadi ia berlari agar lebih cepat sampai rumah.
Ardan menghentikan langkahnya kala melihat bendera merah yang ada didepannya. Ia mengerut kan keningnya, "Siapa yang meninggal?," batinnya
Tiba- tiba saja perasaannya menjadi tak enak, ia kembali berlari kearah rumahnya. Pikirannya semakin dibuat kacau, saat melihat orang ramai yang berada disekitarnya. Ia berjalan kearah bapak-bapak yang sedang berkumpul dengan menggunakan peci.
"S-siapa yang meninggal, pak?" tanya Ardan berusaha menyingkirkan pikiran yang ada dikepalanya.
"Yang kuat ya, nak," ucapan itu membuat Ardan langsung lari kedalam rumah, Ardan menjatuhkan raport, piagam serta pialanya di ambang pintu.
"Nenekkkk," Tangis Ardan pecah saat melihat sang nenek yang sudah terbaring tanpa nyawa didepannya.
Ardan tak kuasa menahan air matanya, kini jiwa rapuh itu, kembali merasa kehilangan. Luka rindu karena ditinggal kedua orang tuanya belum mengering, dan kini ia harus kehilang lagi, satu-satunya orang yang dirinya punya saat ini.
"Nenek kenapa tinggalin Ardan jugaa?, sekarang Ardan harus sama siapa nek," purau Ardan, sambil memeluk jasad sang nenek.
Semua orang yang ada disana dibuat menangis, karena melihat Ardan yang begitu memilukan. Mereka semua dapat merasakan kehilangan yang Ardan rasakan saat ini.
Saat umurnya tiga tahun, ia harus kehilangan sang ayah, karena kecelakaan kerja yang dialami. Dan saat umurnya lima tahun, ibunya juga ikut meninggalkannya. Ia menjadi seorang yatim piatu diusia yang masih kecil, dan kini ia harus merasakan kehilangan itu lagi.
Ardan benar-benar hidup sebatang kara saat ini.
Kini jiwa lemah dan rapuh itu, ikut menggotong keranda sang nenek, untuk dibawa ketempat peristirahatan terakhirnya. Mata indah miliknya terus mengeluarkan air, ia benar-benar sendiri saat ini.
Dirinya harus melihat lagi seorang yang ia sayang, berada dalam liang lahat itu. Pusara sang nenek berada disamping pusara sang ibu.
Ardan mengelus papan yang bernama kan neneknya itu. Entah sudah sebanyak apa air mata yang ia keluarkan hari ini. Dadanya benar-benar sesak, rasanya ia juga ingin ikut menyusul ayah, ibu dan juga neneknya.
Mereka jahat, mereka meninggalkan Ardan di dunia yang kejam ini, sendirian.
"Jangan berlarut-larut dalam kesedihan, ikhlasin nenekmu Dan," Ardan mengannguk mendengar ucapan pak RT, sebisa mungkin ia mencoba ikhlas.
Pak RT, dan para warga lainnya, bergantian mengucapkan belasungkawa, lalu mereka semua pergi dari pemakaman. Kini tersisah Ardan disana, ia masih ingin menemani sang nenek disini.
"Sekarang Ardan sama siapa nek?, siapa yang harus Ardan bahagiakan, kalau nenek juga ikut pergi," ucap Ardan sambil menatap papan nisan neneknya, Ardan menidurkan kepalanya di atas gundukan tanah kuburan neneknya.
Ia menatap nisan sang ibu, "ibu, jaga nenek ya."
"Kalian kenapa ninggalin Ardan, sejujurnya Ardan ngga siap buk," Ardan terisak dalam tangisnya, setelah ini ia tak tau harus hidup dengan siapa, dan harus bertukar cerita dengan siapa.
"Ardan."
Ardan melihat kearah sumber suara yang memanggil namanya, terlihat sepasang suami istri yang tidak asing lagi baginya.
Ardan bangkit dan menyalimi mereka berdua secara bergantian. "Kami turut berduka cita ya Dan, kamu yang kuat," ucap Raka menenangkan Ardan.
Ardan mengangguk dalam pelukan Raka, bersyukurnya ia masih mempunyai mereka berdua, walau jarang bertemu setidaknya mereka masih menjadi orang yang sangat peduli dengan Ardan.
"Ardan benar-benar sendiri sekarang om," tuturnya.
Raka dan istrinya memahami kesedihan Ardan. Mereka tau betul tentang Ardan yang sedari kecil hanya tinggal dengan nenek Mila, dan sekarang harus kehilangan sosok itu.
"Masih ada kami, kamu ngga sendiri Dan," ucap Rahayu, sambil mengelus rambut Ardan. Rahayu menatap sang suami, kemudian memegang punda Ardan. "Ardan tinggal sama om, tante aja ya".
Ardan menatap Raka dan Rahayu secara bergantian, "Ardan nggak mau ngerepotin," tolak Ardan, ia juga tidak mau meninggalkan rumah sang nenek. Rumah itu adalah tempatnya tumbuh, rumah yang banyak memiliki kenangan dengan, ayah, ibu dan juga neneknya.
"Ardan, kamu nggak akan ngerepotin kami kok."
Ardan juga tak enak ingin menolak permintaan mereka berdua, "Ardan pikirin dulu ya, om," ucapnya yang ditanggapi dengan anggukan oleh Raka.
"kalau gitu kita pulang yuk, udah mau maghrib," lanjut Raka.
Ardan mengangguk, kemudian kembali menatap pusara nenek dan ibunya, "Ardan pamit ya nek, bu," ucapnya, kemudian mereka pergi meninggalkan area pemakaman.
Mereka bertiga sudah berada di dalam mobil yang dikendarai Raka, menuju rumah nenek Mila.
"Tante denger, Ardan ranking satu ya?" Rahayu mencoba membuka topik pembicaraan. "Iya tan," jawabnya.
"Ardan tahun ini lulus smp kan?, udah nentuin mau lanjut mana?" Raka yang sedang menyetir ikut masuk kedalam topik pemicaraan.
Ardan sampai lupa, bahwa ia juga harus menentukan sekolah mana yang harus ia masuki untuk melanjutkan pendidikannya. Ardan menggeleng menanggapi pertanyaan Raka, "belum om," ucapnya.
"Nanti biar om yang cariin sekolah bagus untukmu ya."
"Jangan pernah merasa bahwa dirimu merepotkan kami, dirimu udah tanggung jawab kami Dan."
○°○°○°○°
to be continue.
tinggalkan jejak disini pren....
jangan lupa vote.
bantu follow akun aku jugaa.
sampaii jumpaa.
5 april 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Aydan
Roman pour AdolescentsAyo mampir, buruan tambahin AYDAN di perpus kalian, baca dan jangan lupa votee yaaaaaa man-teman. follow sebelum baca!! Namanya, Mikhayla Anindhita. Putri tunggal dari pasangan Raka Adinata dan Rahayu Fitri. Mikhayla atau biasa dipanggil dengan sebu...