1

6.7K 575 250
                                    

"Kita dokter baru yang harus bertugas di sebuah rumah sakit baru, semoga pasiennya pada selamat deh ya." Seorang gadis berambut pendek tak berhenti mengeluh padahal sudah tiga jam lamanya ia menyetir. Gadis cantik ini bernama Azizi, rambut pendeknya yang sedikit berwarna pirang memberi kesan tomboy pada dirinya, ya memang gadis ini terlahir tomboy. Di sebelahnya ada gadis cantik lain bernama Marsha.

"Yang penting gaji kita besar, gapapa." Marsha mengusap lembut bahu Azizi. Bukan hanya hari ini saja, dua minggu sejak pengumuman itu, Azizi tidak berhenti mengeluh. Pihak RS sudah menawarkan tempat lain, tetapi tentu saja Azizi menolaknya karena di sana tidak ada diri Marsha. Marsha melirik ke arah kaca spion, memastikan dua mobil temannya masih mengikutinya.

"Kamu bawa berapa botol, Chika?" Gadis bernama Ara mengembuskan nafas lelah karena ia tidak berhenti mendengar suara botol saling beradu selama ia menyetir, ia merasa sangat terganggu apalagi kadang jalan yang ia lewati berbatu.

"Tiga dus." Gadis yang dipanggil Chika itu menunjukkan senyuman lebarnya, Chika salah satu dari mereka yang merasa sangat senang ditugaskan ke daerah terpencil karena itu berarti ia bisa terbebas dari aturan kedua orang tuanya yang selalu melarangnya untuk minum.

"Gimana kalo orang desa tau dokter yang akan merawat mereka itu seorang pemabuk?" Ara sudah lelah mengingatkan Chika tentang hal ini, Chika masih tidak bisa mengerti dan tidak bisa diatur. Sekarang Ara pasrah, bagaimana mungkin ia bisa mengatur Chika sementara peraturan orang tuanya saja selalu dilanggar?

"Jangan sampe taulah." Chika mendelik malas, kenapa semua orang selalu mempermasalahkan hal yang sama? Chika meregangkan ototnya yang mulai pegal. "Kenapa deh kita gak dikasih mobil dinas satu orang satu? Kan repot kalo jadwalnya bentrok."

"Ya kan bisa nebeng, dikasih satu mobil buat dua orang aja kamu males nyetir apalagi mobil sendiri." Ara melirik ke arah Chika yang membuka jaketnya dan dilempar begitu saja ke jok belakang. Ara memang sangat menyayangi Chika, tetapi apakah ia sanggup satu rumah dengan gadis manja yang selalu mabuk ini? Ara berharap kesabaran selalu menaunginya.

"Tukeran ah." Gadis bernama Adel menghentikan mobilnya, turun begitu saja dan membuka pintu samping kemudi, menyuruh gadis cantik yang bersamanya turun karena ia sudah tidak sanggup lagi menyetir. "Turun, Ashel."

"Yang lain aja gak gantian, manja banget kamu." Meski kesal, Ashel tetap menuruti keinginan Adel dengan segera duduk di jok kemudi tanpa turun. Sebelum Adel benar-benar menutup pintu mobilnya, Ashel sudah lebih dulu melajukan mobil itu.

"Ish kalo celaka gimanaaaa?" Adel memakai sabuk pengamannya setelah memukul pelan bahu Ashel.

"Gak peduli." Ashel mendelik karena masih kesal, kenapa Adel tidak seromantis Azizi dan Ara? Adel selalu saja merengek seperti anak kecil, selalu saja manja, selalu saja mengeluh. Apa anak orang kaya raya memang menyebalkan seperti itu?

"Ya udah." Adel benar-benar tidak mempedulikan keresahan Ashel, ia sudah pegal dan Ashel memang harus ikut menyetir agar adil.

Ashel memandang ke sekeliling, baru menyadari bahwa ia melewati jalan yang sangat sepi, hanya ada pepohonan dan bukit di sekeliling, apa di ujung jalan sepi ini benar-benar ada sebuah rumah sakit? Bagaimana jika tidak? Karena bahkan di sini ia tidak melihat permukiman warga. Detik berikutnya, Ashel mengerjap, berusaha menghilangkan pikiran anehnya.

"Del," seru Ashel menyadarkan Adel dari lamunannya, Adel hanya berdehem menjawabnya seraya meneguk air mineral. "Denger-denger itu RS baru ya? Aku khawatir deh, biasanya tempat baru selalu butuh tumbal."

Adel langsung tersedak dan segera mengambil beberapa helai tissu untuk membersihkan dagu serta bajunya. Adel menyimpan minuman itu lebih dulu sebelum menatap Ashel, "Jangan ngomong sembarangan kalo di tempat kaya gini, pamali. Lagian aku gak percaya gitu-gituan."

ANDAM KARAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang