4

2.8K 441 201
                                    

"Dia kembali, Indah."

Indah yang sedang memotong wortel jadi menoleh, menatap Oniel yang tengah melamun entah mengkhawatirkan apa. Indah menyimpan pisaunya dan bertanya, "Siapa sekarang?"

"Marsha." Oniel merapikan beberapa mie instan yang ia beli di rak, ternyata ini jawaban atas kartu buruk yang Marsha pegang. Oniel yakin, tidak lama lagi, mereka pasti akan datang meminta bantuannya.

"Kenapa Marsha?" Indah melanjutkan aktivitasnya. Padahal ia sudah memperingati mereka untuk kembali, tetapi mereka malah malanjutkan perjalanannya. Indah sudah tidak heran lagi akan hal itu karena orang kota biasanya sulit diatur.

"Dia orang yang pertama kali membuka pintu rumah kita." Oniel menghidupkan kompor setelah menyimpan wajan di atasnya. "Sebenarnya itu gak akan jadi masalah kalo mereka gak melakukan apapun, tapi Chika bawa buku keramat itu, aku sudah peringati mereka untuk tidak membawa apapun yang mereka temui di jalan."

"Buku itu seperti pisau, bisa bermanfaat jika mereka menggunakannya dengan baik tapi juga bisa jadi malapetaka untuk mereka karna aku yakin, orang-orang seperti mereka tidak akan peduli dan taat pada aturan yang tidak mereka percayai." Indah memberikan mangkok berisi telur yang sudah ia kocok pada Oniel. "Kepala aku pusing, masak sayurnya besok aja." Indah mendorong talenan agar menjauh darinya. Cerita Oniel mengingatkannya pada trauma yang pernah ia alami.

"Ya udah kamu istirahat aja, biar aku yang lanjutin masaknya." Oniel melirik Indah yang sekarang sudah duduk di sebuah kursi. "Buku itu selalu berubah-ubah isinya, kita gak tau apa sekarang buku itu akan membantu pemiliknya atau malah mengantarkan musibah. Kamu ingat kejadian kelam 7 tahun lalu?"

"Iya, aku gak akan pernah lupa tentang hal itu." Indah memijat pelipisnya yang mulai berdenyut, setiap kali ia mengingat hal itu, kepalanya selalu pusing. "Delapan orang pindahan dari kota dan hanya menyisakan dua sekarang."

"Iya itu." Oniel mulai menggoreng telur itu. "Saat itu, dalam bukunya tertulis jika ingin menyelamatkan diri sendiri, dia harus membayarnya dengan nyawa orang lain. Aku ingat bahkan judul buku itu selalu berganti mengikuti siapa pemegangnya."

"Dan untuk selamat dari kutukan itu, salah satu dari mereka membunuh semua sahabatnya." Indah menggeleng tidak mengerti kenapa manusia bisa jadi sejahat itu. "Malam itu aku melihat hujan darah di rumah mereka."

"Iya, mereka terbunuh karna keegoisan sahabatnya, terkadang gerak hati dan tangan manusia bisa lebih menyeramkan dari pada iblis." Oniel mengecilkan sumbu kompornya kemudian menatap Indah. "Apa itu juga akan terjadi pada mereka? Menurut kamu gimana?"

"Akan berbeda, jika perintah yang sama tertulis, gak akan ada satupun dari mereka yang tega membunuh sahabatnya untuk menyelamatkan diri sendiri." Indah membalas tatapan Oniel. "Waktu Marsha buka pintu, yang lainnya datang seakan ingin menyelamatkan dia, kasih sayang mereka akan jadi penguat mereka."

"Dan itu artinya kasih sayang mereka akan menjadi alasan dari kematian mereka, gak akan ada yang tersisa." Oniel mengangguk yakin. "Kita gak tau isi buku itu sekarang, aku berharap mereka menemukan judul yang berbeda."

"Kamu mau bantu mereka?"

"Aku hanya bisa bantu memecahkan kode yang dia buat, sisanya aku gak bisa melakukan apapun, kamu tau sendiri sekuat apa dia." Oniel kembali meneruskan masaknya. "Chika kemarin bilang Marsha bermimpi, mungkin judul buku itu Tabir Mimpi, itu buku berbeda dari 7 tahun lalu."

"Marsha akan mendapatkan bantuan dari kalung dan mimpi. Kasusnya sama kaya kasus tiga tahun lalu." Indah bersandar di kursi, ia memang tidak ada hubungan apapun dengan mereka, tetapi ia selalu ikut mencemaskan karena alasan kemanusiaan.

"Aku memberikan kalung pada orang yang tepat. Kita hanya tinggal menunggu mereka datang, apa yang kamu harapkan sekarang?"

"Ada yang selamat tanpa harus saling membunuh."

ANDAM KARAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang