5

3.2K 447 173
                                    

"Selamat siang, Dok." Ara yang baru saja masuk ruangan langsung menyapa Viny. Viny hanya mengangguk tanpa menjawabnya. Dengan langkah ragu, Ara mendekati meja Viny. Ara sudah janji pada Adel bahwa ia akan membicarakan soal jadwal, baru hari ini ia siap mengumpulkan nyalinya menghadap Viny.

"Ada masalah?" Viny menutup laptopnya untuk menatap Ara, gadis berambut sebahu yang memakai kacamata itu terlihat sedikit gugup, apa ada yang salah dari wajahnya sampai gadis itu ketakutan?

"Ngga, Dok, saya mau meminta pengajuan tukar jadwal, jadi ada sesuatu yang mengharuskan Adel dan Ashel satu jadwal, sementara Marsha dan Azizi." Jantung Ara berdegup kencang sekarang menanti jawaban dari Viny.

"Apa hal yang mengharuskan mereka satu jadwal?" Viny menaikkan sebelah alisnya bingung karena Ara orang ketiga yang meminta jadwal diubah.

"Ada sesuatu buruk yang terjadi di rumah dinas kami." Ara tidak tau harus menggunakan alasan apa, ia tidak bisa berbohong dan ia berharap Viny mau mengerti jika ia mengungkapkan hal yang sejujurnya.

"Lalu hal buruk itu akan berubah baik jika mereka satu jadwal?" Viny menggeleng tidak habis pikir kenapa mereka keras kepala.

"Setidaknya mereka bisa saling melindungi."

"Apa Ashel dan Azizi tidak bisa saling melindungi? Marsha dan Adel tidak bisa saling melindungi?" Pertanyaan dari Viny membuat Ara diam selama beberapa detik. "Apa bedanya? Bukannya kalian bersahabat? Oh apa kalian menjalin hubungan tabu?"

"Ngga sejauh itu." Ara menggeleng, sebenarnya Viny tidak salah, tetapi menurutnya tidak etis jika Viny membicarakan hal itu di meja kerja.

"Jangan berbohong, saya tau, kalian hanya mencari alasan agar kalian bisa satu jadwal dengan pasangan kalian, kalian tidak bisa profesional sama sekali, memalukan." Viny awalnya masih bisa sabar, tetapi ia tidak bisa diam lagi karena ini sudah ketiga kalinya mereka datang untuk mengganti jadwal.

"Tolong ngerti, situasinya ada di luar nalar man-"

"-Kalian yang harusnya mengerti peraturan, kalian sudah bukan anak kecil yang permintaannya harus terus diikuti." Viny tidak pernah menemukan dokter muda yang keras kepala seperti mereka.

"Saya mohon sekali ini saya, setidaknya sampai semuanya aman, saya mohon, Dok. Ubah jadwal, saya hanya minta itu."Ara sampai menempelkan sepasang tangannya di depan dada dan menyandarkan dahi di sana, memohon dengan serius, ia harus bisa memastikan Adel bersama Ashel dan Marsha bersama Azizi.

"Baik." Melihat Ara memohon, Viny jadi tidak tega. Viny tersenyum pada Ara. "Jadwal akan saya ubah ya?"

Ara mengembuskan nafas lega dan baru berani menatap Viny. "Terima kasih, Dok, itu sangat membantu saya."

"Iya akan saya ubah, kamu bersama Azizi, Adel bersama Chika dan Marsha bersama Ashel, keputusan saya bulat. Jangan membuat saya pusing lagi dengan permintaan ini. Silahkan keluar, Dok." Viny mengibaskan tangannya dengan tidak sopan, tidak ingin melihat Ara lagi di ruangannya.

Ara mengepalkan tangannya dengan sangat erat, berusaha menahan emosi, ia ingin sekali mendaratkan kepalan tangannya tepat di wajah Viny, tetapi itu mustahil dilakukan. Ara hanya mengangguk, berjalan keluar dari ruangan tanpa mengatakan apapun lagi.

"Berhasil?" tanya Chika yang sedari tadi menunggu Ara di depan ruangan Viny.

"Ngga." Ara menggeleng lemas karena usahanya gagal. "Dia malah ubah jadwal seluruhnya, aku jadi sama Azizi, kamu sama Adel dan Marsha sama Ashel."

"Emang setan tu orang." Chika menghentakan kakinya, situasi akan lebih buruk jika ia bersama Adel karena ia yakin ia akan lebih sering emosi. "Aku harap dia mati."

ANDAM KARAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang