3

2.6K 421 273
                                    

Chika terbangun dari tidurnya ketika mendengar suara bising di luar. Chika menguap lebar sebelum bangkit, membuka pintu kamar, mendapati Adel sedang berusaha menenangkan Marsha yang menangis, sementara Ara sibuk mencari sesuatu di buku usang itu. Keanehan apalagi ini? Chika tidak ingin bertanya, ia mengambil segelas susu yang sepertinya disiapkan untuknya dan meneguknya sampai habis.

"Kalian serius gak sih?" Adel sebenarnya masih bingung dengan apa yang terjadi pada mereka, Ara menceritakannya dengan ketakutan tadi, Marsha masih menangis, terlalu mustahil jika mereka merekayasa semua cerita itu, tetapi apakah mungkin yang Marsha ceritakan benar?

"Serius." Ara tidak menemukan apapun di buku itu karena tentu saja ia tidak bisa berkonsentrasi dengan baik setelah apa yang ia alami. Ara menutup buku, menyimpannya di meja kemudian bersandar di sofa, memijat kepalanya yang berdenyut hebat sekarang.

Chika masih tidak terlihat peduli karena sekarang ia tengah menikmati nasi goreng dengan duduk bersila di karpet. Bagaimana ia bisa hidup tenang di sini jika sebelum tidur dan setelah mata terbuka ia harus melihat ketakutan Marsha? Tidak bisakah gadis itu tenang sebentar?

"Marsha." Azizi yang baru saja datang langsung memeluk Marsha dengan sangat erat, tadi Marsha menghubunginya dan menceritakan semua yang Marsha alami.

"Lah lo ninggalin RS gitu aja? Kalo ada pasien gimana?" tanya Chika masih mengunyah nasi goreng. "Gak ada mental dokter emang lo anak manja."

"Diem lo!" Azizi membentak Chika karena menurutnya ini bukan waktunya Chika untuk becanda atau sengaja mengundang emosinya.

"Biasa aja dong, anjing." Chika melemparkan sendoknya dengan sangat keras di lantai. "Lo mau cari ribut pagi-pagi gini?!"

"Jaga bahasa kamu, Chika, seenggaknya liat situasi," timpal Adel merasa sangat heran kenapa Chika tetap bersikap seperti itu bahkan ketika di situasi seperti ini.

"Liat situasi apa? Hah? Kenapa?!"

"Marsha mimpiin sesuatu dan semuanya terjadi, mereka nyaris kecelakaan tadi pagi." Adel menjelaskan semuanya dan berhasil membuat Chika diam. "Tolong seenggaknya bisa ngerti kali ini aja, Marsha masih shock."

Chika menyimpan piring itu, percuma saja karena ia tidak bisa melanjutkan makannya, sudah tidak bernafsu. Chika beranjak, duduk di salah satu sofa, memandangi Marsha yang masih menangis dalam pelukan Azizi. Chika ingat, tadi pagi Marsha sempat memberitahunya tentang mimpi itu.

"Kita harus hubungi Oniel dan tanya tentang segalanya." Adel memberikan saran itu karena mungkin Oniel bisa menjawab semua yang terjadi pagi ini.

Chika mengusap dagunya, berusaha menyimpulkan sesuatu dari apa yang terjadi pada Marsha. "Ini kaya film Final Destination tau, Marsha dapet pertanda di mimpi buat ngubah takdir tapi akhirnya tetep sama, kalian akan kecelakaan dengan cara berbeda karna gak ada seorangpun yang bisa ubah takdir."

"Kalo ngomong jangan sembarangan deh." Adel mendelik tajam pada Chika, Adel jadi tidak suka pada gadis itu karena Chika selalu bicara sembarangan.

"Iya kan kalo di film kaya gitu. Jangan pergi ke Oniel, mungkin semuanya kebetulan, udahlah jangan terlalu dipikirin deh. Semua hal buruk akan tetap terjadi selama kalian masih terbelenggu sama ketakutan kalian sendiri." Chika menggenggam erat tangan Ara, mencium punggung tangannya berkali-kali, berusaha untuk menenangkannya.

"Chika bener, semuanya mungkin kebetulan." Azizi melepaskan pelukan Marsha, mengusap sisa air mata di pipinya. "Kamu tenang ya sekarang? Semuanya akan baik-baik aja, kamu istirahat." Azizi menatap semua temannya satu persatu. "Selama dua hari ke depan kita makan seadanya, nanti hari ketiga biar gue yang ke pasar."

ANDAM KARAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang