7

2.5K 434 151
                                    

"Belum ada kabar tentang mereka?" Indah memandangi Oniel yang sedang merapikan kartu tarotnya, Indah benar-benar khawatir pada enam dokter baru itu.

"Belum, Indah." Oniel menyimpan kartunya untuk menatap Indah. "Aku pernah menangani kasus yang sama entah dokter yang mana aku lupa, ada salah satu teka teki atau permainan yang dia mainkan, jadi selama kasih sayang antara mereka kuat, dia tidak akan bisa datang, mungkin itu alasan kenapa mereka bisa bertahan tiga bulan."

"Tapi dia akan datang jika salah satu dari mereka dikuasai emosi." Indah bersandar di kursi sambil menikmati teh hangatnya. "Kenapa mereka belum dateng ke kamu? Apa mereka sekuat itu?"

"Dia akan mencari cara untuk memecah persahabatan mereka, kamu tau selain bisa merasuki secara langsung, dia juga bisa merasuki di luar kesadaran orang yang dia rasuki dan orang yang melihatnya, semacam pengaruh atau hipnotis gitu." Oniel diam, mengingat rentetan masalah yang pernah datang menghampiri karena sosok itu.

"Apa maksudnya?" Indah tidak bisa menangkap jelas apa maksud Oniel.

"Seperti yang pernah kamu katakan, jika yang bisa menguatkan mereka adalah ikatan kasih sayang, yang bisa melepaskan ikatan mereka adalah emosi dan rasa benci. Dia akan merasuki salah satu dari mereka untuk melakukan hal yang nantinya akan memecah persahabatan mereka agar dia bisa menghancurkan mereka." Oniel mengangguk yakin dengan kalimatnya sendiri. "Aku yakin, mereka akan datang karna Viny tidak akan mau membantu mereka meski Viny punya kendali atas itu."

"Masih marah?" Azizi membuka pintu kamar, menatap Marsha yang sedang memakai satu persatu bajunya. Semalam Marsha memang masih mau tidur dengannya, menjawab pertanyaannya, tetapi sejak tadi Marsha bersikap sangat dingin. Azizi menutup pintu kamar Marsha, berjalan mendekatinya. "Aku gak bermaksud menuduh kamu, aku cuma kurang suka sama sentuhan kalian yang kadang sangat intens."

Marsha belum menjawab, ia memakai kemeja putih panjang yang menutupi pahanya, selebihnya ia hanya memakai celana pendek yang tidak lebih panjang dari kemejanya.

"Boleh diganti gak? Itu terlalu seksi." Azizi mengomentari pakaian Marsha, apa Marsha tidak sadar bahwa yang tinggal di rumah ini bukan dirinya? Meski Azizi yakin Marsha tidak akan ke luar rumah, ia tetap tidak suka.

Tidak ingin bertengkar, Marsha membuka kemeja, memakai kaos polos yang memperlihatkan sedikit perutnya, ia juga mengganti celananya dengan cargo. Setelah itu, Marsha menatap Azizi. Marsha sebenarnya masih tidak mengerti apa yang Azizi khawatirkan dari Ara atau Adel, kenapa Azizi selalu cemburu? Marsha menggeleng seraya mulai berjalan menuju pintu.

Azizi menarik kencang tangan Marsha dengan satu gerakan hingga tubuh Marsha terhempas ke arahnya, ia segera merangkul pinggang Marsha, mengunci tubuh itu. "Diamnya kamu selalu menyakiti aku, jangan gini." Satu tangan Azizi bergerak membelai pipi Marsha, ia sudah lama sekali tidak menatap kekasihnya dari jarak sedekat ini. "Im sorry."

Marsha berusaha merobohkan egonya, ia akhirnya mengangguk, melingkarkan sepasang tangannya di leher Azizi sebelum memeluknya erat. Marsha tidak ingat apa yang kemarin ia lakukan pada Azizi karena mereka tak mau menceritakan, tetapi ia tau ia sudah menyakiti kekasihnya.

"Makasih." Tidak butuh waktu lama, kedua sudut bibir Azizi tertarik, membentuk senyuman yang sangat manis. Azizi menghela nafas lega seraya mencium pipi Marsha.

"Azizi kemarin kenapa, Ra?" Ashel baru saja selesai mandi, ia masuk ke kamarnya, diikuti oleh Ara, ia memang memerintahkan Ara untuk menjaganya ke manapun ia melangkah. "Dia cemburu sama kamu?"

"Dia bahkan cemburu sama mentari yang selalu kasih Marsha cahaya, dia cemburu sama tanah yang selalu Marsha pijak, dia cemburu sama bumi yang menjadi tempat Marsha bernaung selama ini." Ara duduk di kasur. "Azizi emang bucin, makanya kemarin aku gak kaget liat Azizi berantem sama Marsha karna aku."

ANDAM KARAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang