Chiko masih setia diam, lebih tepatnya mendiami anaknya. Siapa suruh anaknya ini nakalnya kebangetan, kayanya dia nakal ga banget deh. Apa efek jadi leader kaya gini apa? Tau gitu, Chiko ga bakal setuju Gaviano yang pegang Eagle
"ayah, masih marah?" cicit Gaviano menunduk tidak berani menatap Chiko yang tengah fokus dengan berkasnya
"Nanya?"
"ayah..." rengeknya memegang lengan Chiko
"Jangan ganggu ayah, kamu liat ayah lagi kerja kan?" ujar Chiko tanpa menoleh ke arah Gaviano
Gaviano rasanya ga tenang kalau di diemin sama ayahnya gini. Dia lebih memilih hukum sama Chiko daripada di diemin kaya gini. Beneran ga enak hati Gaviano
"ayah, suruh Zi berdiri satu kaki atau mojok ke tembok aja. Jangan diemin Zi ayah.."
"Gaviano!"
"Kenapa ayah panggil Gaviano?! Ayah biasanya panggil Zi, ayah.. mau minta maaf. Jangan marah lama-lama ayah"
Dengan sedikit kesal Chiko melirik Gaviano yang duduk di sebelahnya, sedari tadi anaknya ini terus saja mengikuti nya. Merengek meminta maaf. Tapi Chiko abaikan, biarkan saja sekali-kali biar Gaviano kapok
"ayah beneran nyesel bolehin kamu ikut kaya gitu"
"ayah!!"
"niat minta maaf ga sih?!"
Memilih diam, Gaviano menyandarkan tubuhnya di sofa, melihat ayahnya yang bekerja. Membujuk ayahnya yang benar-benar marah tidak semudah yang di pikirkan, yang ada malah Gaviano sedikit terpancing emosi membuat mereka semakin berdebat, bukan malah minta maaf
"Ano, ke supermarket beliin bunda barang-barang mau?" Ujar Sera yang tiba-tiba datang di tengah keheningan antara anak dan ayah
Daripada ikut memarahi Gaviano, Sera lebih memilih diam ketika Chiko yang bergerak. Menurutnya, biarlah Chiko yang mendidik anak nya di luar, Sera cukup mendisiplinkan Gaviano di rumah dan memberinya kasih sayang, juga sebagai penengah di antara dua laki-laki itu.
"Boleh bunda, catatannya ada kan?"
"Ada, nih" Secarik kertas dan uang Sera berikan kepada anaknya
Ini terkadang jadi suatu keberuntungan, Gaviano bukan anak yang sulit saat di suruh. Justru malah Gaviano suka saat dirinya di suruh berbelanja, cukup bundanya menuliskan apa yang di butuhkan dan Gaviano siap pergi untuk membeli nya
"Zi langsung berangkat aja ya"
"Hati-hati"
*****
Apa yang di pikirkan ketika datang ke negara asing, sulit sekali beradaptasi jika baru saja datang. Beruntung, Logan beberapa kali ikut ayahnya, sehingga untuk sekedar berbelanja di swalayan bukan hal yang sulit untuknya
Seperti saat ini, anak itu tersenyum menatap banyaknya buah anggur yang tertata rapi. Niat awalnya ke swalayan hanya ingin membeli beberapa alat mandi, tapi urung ketika melihat banyaknya buah favorit nya
Entah sejak kapan, tapi Logan benar-benar menyukai buah bulat bergerombol ini. Seolah ada daya tarik sendiri yang di miliki buah ini
"pilih yang masih mengkilap kulitnya, kalau ada yang lembek jangan di ambil" Ujar seseorang di sebelah nya
Sontak Logan menoleh, dan saat itu juga matanya bertatapan dengan laki-laki yang lebih pendek dari nya.
Nafasnya tercekat, Logan merasa tidak asing dengan tatapan matanya. Tatapannya, sendu seolah kecewa. Saat bertatapan tadi, Logan menangkap pergerakan laki-laki di sebelahnya, dia seolah terkejut, setelahnya tatapan matanya menjadi sendu, dan berikutnya berkaca-kaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
who's he?
RandomLogan terkadang mengalami mimpi yang aneh sejak dirinya berusia 17 tahun. Mimpi yang terus menunjukkan dua anak laki-laki. Itu terjadi tidak setiap hari, namun semuanya berubah kala ayahnya mengajak keluarganya pindah ke Indonesia. Mimpi itu semaki...