MAHKOTA YANG HILANG

600 50 2
                                    

Suara dengkuran terdengar begitu halus membangunkan Nara yang kini kondisinya jauh dari kata baik. Rambutnya begitu acak-acakan, matanya sembab dan memerah karena menangis. Sejenak ia meneliti tubuhnya yang kini hanya terbalut oleh selimut tebal, pakaian yang ia kenakan telah terlepas semuanya.

Ia menoleh menatap laki-laki asing yang sedang tertidur dengan tenang, air mata Nara kembali menetes, ia ingin berteriak apalagi sebuah bercak merah terlihat begitu jelas di atas sprei. Nara dengan sekuat tenaga menahan suara tangisnya, lalu memungut dan memakai pakaian yang masih layak dipakainya.

Dadanya begitu sesak setelah mahkota yang selama ini ia jaga untuk suaminya nyatanya diambil oleh seseorang yang tidak ia kenal, ia merasa dirinya begitu kotor dan hina. Sebelum laki-laki itu terbangun, Nara segera mencari kartu akses untuk dirinya keluar dari kamar tersebut, tanpa membutuhkan waktu lama ia berjalan keluar meski dengan nyeri di seluruh kujur tubuhnya.

***

Sosok laki-laki paruh baya mondar-mandir di teras rumah, gurat-gurat kekhawatiran nampak begitu jelas. Di samping itu, perempuan paruh baya masih berusaha menenangkan laki-laki itu.

"Aku nggak bisa tenang, Rin...sampai pagi ini kenapa dia belum pulang? Tidak seperti biasanya," ucap laki-laki itu dengan wajah yang sangat khawatir.

"Mas, Mas tenang dulu. Bagas berusaha mencarinya, kamu duduk dulu. Tenangkan pikiranmu, aku yakin Nara pasti ketemu."

Akmal-Ayah Nara hanya bisa menghela nafas, ia memijit kepalanya yang sedikit pening. Sejak semalam seluruh penghuni rumah mengkhawatirkan keadaan Nara yang tidak kunjung pulang, ditelfon pun tidak bisa, hanya jawaban dari operator membuat Akmal dan Arin semakin mencemaskan putri bungsunya.

Ting!

Sebuah pesan masuk ke hp Arin, menampilkan pesan dari Bagas jika Nara sudah ketemu.

***

Nara lantas tidak langsung pulang, ia menangis di pinggir jalan yang masih sepi karena waktu masih menunjukkan pukul tiga dini hari. Hingga sebuah panggilan membuatnya mendongakkan kepala.

"Dek, Kakak cari kamu. Kamu ke mana aja?" pekik laki-laki itu, Nara hanya diam, lalu perlahan ia memundurkan tubuhnya.

Bagas-Kakak Nara tersentak. "Dek, kamu kenapa?"

Bagas tersadar jika kondisi Nara tidak karuan, pin nama dari sekolah telah hilang. Ciput hijab yang biasanya Nara pakai, kini tidak nampak. Mata yang begitu sembab dan memerah membuat Bagas tertegun.

"Dek," panggil Bagas dengan lembut. Nara menggeleng, ia menepis tangan Bagas yang ingin menyentuhnya.

"Kamu kenapa?" Nara menggeleng kuat, ia berusaha menyadarkan diri jika laki-laki dihadapannya itu kakak kandungnya, ia tidak mungkin menceritakan kejadian apa yang baru terjadi.

Tanpa berkata lagi, Nara memeluk tubuh Bagas. "Pulang, Kak." Hanya kata itu yang mampu terucap dari mulut Nara, dan Bagas tidak berusaha bertanya lagi.

Bagas membawa Nara pulang ke rumah, sesampainya di sana Akmal dan Arin telah menyambut dengan perasaan begitu lega.

Namun kelegaan itu hanya sesaat, karena melihat Bagas menggendong Nara yang kondisi begitu berantakan.

"Kak, adek kenapa?" tanya Arin.

"Bagas bawa Nara ke kamar dulu, Bun...biar dia istirahat." Bagas melenggang masuk menuju kamar Nara.

Akmal termatung melihat kondisi putri bungsunya yang tidak karuan, pikiran buruk kembali menghampirinya.

"Ini nggak mungkin terjadi kan, Rin?" Pertanyaan itu membuat Arin menoleh menatap suaminya.

"Mas, jangan berpikir negatif. Aku yakin Nara baik-baik saja," balas Arin.

Bagas turun dengan langkah gontai, tatapan terlihat sedikit kosong membuat Arin maupun Akmal heran.

"Kak," panggil Akmal.

Bagas menoleh menatap bergantian kedua orang tuanya, perasaannya begitu campur aduk. Ia sedikit melangkah lalu duduk di hadapan kedua orang tuanya.

"Ada apa dengan Nara?" Pertanyaan dari Akmal membuat Bagas terdiam, ia bingung harus menjelaskan apa.

Bagas menggeleng lalu tertunduk. "Kak, jawab jujur. Ada apa dengan Nara?" Suara Akmal sedikit meninggi membuat hati Bagas mencelos.

"Bagas nggak tahu, Yah. Bagas ketemu Nara di pinggir jalan dengan kondisi yang seperti itu, ia menangis sendirian." Bagas menceritakan apa yang telah ia lalui ketika berhasil menemukan Nara.

Hening menyelimuti mereka, hingga terdengar suara adzan subuh.
"Kita sholat dulu, nanti bicara lagi," titah Akmal lalu meninggalkan Arin dan Bagas yang masih bergeming.

Bagas menatap mata Arin yang penuh tanya, Bagas hanya bisa menggeleng lalu melangkahkan kaki menuju kamarnya.

***

Deringan alarm membangunkan laki-laki yang tubuhnya hanya terbalut selimut tebal. Ia merasakan kepalanya begitu pening dan nyeri, bahkan tubuhnya terasa sangat kaku.

Beberapa saat ia berusaha mengumpulkan nyawanya dan mencoba menyadarkan diri. Setelah tersadar ia sedikit terkejut karena kondisi kamar yang ia tempati sangat berantakan bahkan bantal dan guling tergeletak begitu saja di lantai.

Ia juga tersadar jika pakaian rapinya telah terlepas dan tergeletak sembarangan. Laki-laki itu berusaha mengingat kejadian semalam, samar-samar teriakan seseorang membuat kepalanya semakin sakit.

Karena itu ia memutuskan memakai kembali pakaian yang masih tersisa, saat menyibak selimut itu, tubuhnya tertegun karena melihat bercak merah menempel jelas di sprei. Dadanya berdetak dengan cepat, otaknya berusaha mengingat apa terjadi semalam setelah ia minum alkohol yang telah tercampur obat perangsang atas paksaan istrinya.

"Jangan-jangan...enggak-enggak mungkin." Laki-laki itu memukul kepalanya, berusaha menyadarkan jika ia tidak melakukan itu selain kepada istrinya.

Hingga sebuah telfon masuk dari sang istri.

"Mas, kamu masih di hotel?"

"Iya, kamu di mana?"

"Tadi malam aku langsung pulang. Karena hari ini aku ada kegiatan di Jakarta, aku pamit ya."

Belum sempat laki-laki itu membalas, sambungan telfon terputus. Tangannya lemas begitu saja, dadanya kembali berdetak begitu cepat.

"Ini nggak mungkin terjadi."

Siapa sosok laki-laki itu?

Akankah Nara kembali dipertemukan dengan laki-laki?

Tunggu kelanjutan ceritanyaa

Sehat-sehat kalian☺️

TAKDIR CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang