01

460 66 2
                                    

"Mama," panggil Sarada pelan.

Lupa sudah dengan rencana mencuri uang, semua ini gara-gara buku milik ayahnya. Sarada dibuat penasaran setengah mati dengan kisah kedua orang tuanya. Saat ini Sarada tengah menikmati makan malam berdua dengan ibu, sedangkan ayahnya lembur kerja. Lagi pula sudah biasa.

"Iya?"

"Mama pertama kali bertemu papa saat kalian melaksanakan pertunangan benar?"

"Benar."

Jawaban singkat dari sang ibu membuat Sarada berdecak tidak puas. Gadis itu meletakkan sendok tanpa menimbulkan suara, tangannya menopang dagu sembari dengan memicingkan mata.

"Bukankah sekolah mama bersebelahan dengan papa dulu? Papa sangat populer karena tampan, setidaknya pernah mendengar rumor tentang papa atau semacam itulah."

Sarada mendesak sang ibu agar segera memberitahu yang sebenarnya. Di sisi lain ibunya tekekeh geli, tumben putri semata wayangnya itu tertarik dengan kisah mudanya.

"Iya, mama kenal dengan papamu jauh sebelum perjodohan kami ditetapkan."

Secepat itu pula kedua netra Sarada berbinar. Benar, seharusnya seperti ini jawaban yang didengarnya. Sarada mengangguk-angguk paham.

"Jadi mama sudah berpacaran dengan papa sejak masa sekolah. Itu sebabnya papa setuju dijodohkan dengan mama." Sarada berguman pelan setelah kepalanya mengambil keputusan masuk akal. Meski begitu ibunya yang duduk di hadapan dapat mendengar dengan jelas.

Sakura, ibunya itu menggeleng pelan. Tangannya mengambil segelas air yang baru dituang oleh pelayan. Selesai meneguknya, Sakura kembali menatap lembut putri yang memiliki netra sama dengan suaminya.

"Mama hanya kebetulan sering bertemu beberapa kali dengan papamu semasa sekolah dulu. Kami tidak memiliki hubungan lebih selain saling kenal saja."

Sarada tersedak air liurnya sendiri sampai terbatuk-batuk kecil. Lagi-lagi kesimpulan yang diambil salah. Sarada dibuat lebih heran dengan pernyataan ibunya barusan.

Sarada memang belum selesai membaca buku yang diambil sebagai ganti ia gagal mencuri uang. Namun ia mengulang membaca dari awal halaman. Disana tertulis jelas bagaimana ayahnya begitu mengagumi ibu.

"Kalau begitu, mama tidak ingat dengan orang yang memberikan payung saat mama terjebak hujan dulu."

"Payung?"

"Iya." Sarada mengangguk cepat, netranya menatap penuh harap. "Dulu mama pernah pulang telat karena berlatih cello di tempat les. Nah, saat itu ada yang memberikan payung berwarna biru muda pada mama."

Sarada menjelaskan sesuai dengan ingatan dari buku diary ayahnya yang ia baca semalam. Kala itulah ayahnya bisa tahu nama sang ibu.

Emerald ibunya perlahan melebar, tentu saja terkejut sebab petuturan dari sang putri yang tak disangka-sangka. Ia dibuat terkekeh geli sekali lagi, kemudian mengerjab beberapa kali sebelum menjawab.

"Saat itu ada payung yang tiba-tiba jatuh dari langit."

"Iya itu!" seru Sarada saat Sakura paham arah pembicaraannya. "Bisa ibu ceritakan kejadian itu?"

Sarada tahu ibunya punya daya ingat yang bagus, kesalahannya saat ia berumur lima tahun saja Sakura ingat dengan jelas. Semoga kejadian yang lebih lama dari umur Sarada itu masih bisa diingat walau samar-samar.

Sakura mengangguk tanpa bertanya dahulu. Wanita yang berhasil melahirkan satu putri cantik itu menceritakan dengan perlahan sembari sesekali merasa gemas dengan tingkah putrinya yang kelewatan antusias.

***

she looks just like a dream | sasusakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang